Menuju konten utama
Periksa Data

Survei: 43,4% Responden Nilai Positif Pejabat Negara Muda

Jumlah responden yang menyatakan mungkin mendukung individu berusia di bawah 40 tahun di posisi setingkat presiden mencapai 58,20 persen.

Survei: 43,4% Responden Nilai Positif Pejabat Negara Muda
Header Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda. tirto.id/Quita

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (16/10/2023) telah mengumumkan putusan mengenai uji materi pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (Pemilu). Dari 11 gugatan, permohonan yang diajukan Almas Tsaqibbirru Re A merupakan satu-satunya uji materi yang dikabulkan sebagian.

Dalam putusannya, MK mengubah klausul “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” menjadi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Tak hanya segelintir pihak yang mengaitkan hasil putusan ini dengan upaya menggelar karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk ikut kontestasi Pemilu 2024 mendatang.

Putusan MK itu lalu memunculkan respons yang beragam. Hasil jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) selama 16 - 18 Oktober 2023 mengungkap, sebanyak 46 persen responden setuju dengan keputusan MK ini. Responden sisanya memilih kurang/tidak setuju (39,3 persen) dan tak bersedia menjawab (9 persen).

Survei LSI melibatkan 1.229 warga Indonesia yang berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Temuan itu bisa diartikan bahwa mayoritas publik menyambut baik aturan yang tak mempermasalahkan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) asalkan punya pengalaman menjadi kepala daerah.

Gugatan batas usia capres/cawapres tersebut memantik pertanyaan, bagaimana sebenarnya persepsi dan penilaian masyarakat terhadap pemimpin muda di bawah 40 tahun? Apa aspek yang menjadi potensi dan kekhawatiran publik terhadap pemimpin muda?

Untuk menjawab tanda tanya itu Tirto berkolaborasi dengan Jakpat dan melangsungkan sebuah survei tentang persepsi pemilih muda terhadap pemimpin muda. Jakpat sendiri merupakan penyedia layanan survei daring dengan lebih dari 1,3 juta pengguna yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Metodologi

Jumlah responden: 1.500 orang

Waktu survei: 24 November 2023

Wilayah riset: Indonesia, tersebar di 34 provinsi

Instrumen penelitian: Kuesioner daring dengan Jakpat sebagai penyedia platform

Jenis sampel: Non-probability sampling (semua responden adalah responden Jakpat dengan profil yang acak)

Margin of Error: Di bawah 3 persen

Profil Responden

Riset ini melibatkan pemilih muda berusia 17 – 39 tahun, dengan komposisi terbanyak yakni kelompok umur 30 – 35 tahun (29,47 persen), dikuti mereka yang berada pada rentang 20 – 25 tahun (26,07 persen), 26 – 29 tahun (23,47 persen), 36 – 39 tahun (14,80 persen), dan di bawah 20 tahun (6,20 persen).

Dari keseluruhan responden, proporsi laki-laki dan perempuan terbilang seimbang, masing-masing berjumlah 49,80 persen dan 50,20 persen. Mereka dominan berasal dari Pulau Jawa, yang persentasenya menyentuh 80,53 persen. Mayoritas responden dari Pulau Jawa tersebut tinggal di Provinsi Jawa Barat (27,53 persen) dan Jawa Timur (14,07 persen).

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda. tirto.id/Quita

Selain itu, responden juga tersebar di wilayah lain, merentang dari Pulau Sumatera (10 persen), Pulau Kalimantan (3,67 persen), Sulawesi (2,53 persen), Bali (1,13 persen), Maluku (0,53 persen), hingga Papua (0,27 persen).

Seiring dengan banyaknya persentase generasi Milenial usia 30 – 35 tahun, jumlah latar belakang “pekerja” pun mendominasi profesi responden. Beberapa dari mereka bekerja sebagai wirausaha (9,53 persen) dan ada pula yang melakoni pekerjaan di bidang food and beverage (5,20 persen), pendidikan dan penelitian (4,60 persen), serta ritel (4,40 persen).

Sisanya, yakni sebanyak 19,40 persen berprofesi sebagai ibu rumah tangga, 14,33 persen sebagai pelajar dan mahasiswa, dan 12,93 persen tidak bekerja.

Sebagian besar partisipan survei memiliki latar pendidikan terakhir SMA/sederajat (54 persen), akan tetapi ada pula lulusan S1 (30,87 persen), D3 (6,20 persen), dan SMP/sederajat (4,80 persen). Sementara mereka yang berpendidikan S2 dan D1 masing-masing berjumlah 1,33 persen dan 1,13 persen.

Usia Jadi Pertimbangan Penting?

Ketika ditanya sejauh mana usia jadi pertimbangan penting dalam memilih seseorang untuk menduduki posisi pemerintahan, mayoritas responden, alias sebanyak 64,20 persen menjawab dalam kerangka penting, mencakup “penting” dan “sangat penting”.

Posisi pemerintahan yang dimaksud yakni mereka yang memegang jabatan eksekutif maupun legislatif, mulai dari presiden, wakil presiden, wali kota, bupati, hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR/DPRD).

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda. tirto.id/Quita

Jumlah responden yang merasa aspek usia tak signifikan berjumlah 30,67 persen, lainnya menyatakan usia justru “sangat tidak signifikan” (2,20 persen), dan ada pula yang memilih opsi “tidak tahu” (2,93 persen).

Temuan ini menjadi menarik lantaran bergeser dari hasil survei TirtoJuli lalu yang mengungkap kalau usia tak terlalu dianggap penting dalam memilih calon presiden di pemilihan umum (pemilu) tahun depan.

Sejumlah faktor yang dianggap krusial oleh responden justru jejak hukum/hak asasi manusia (HAM), pengalaman memimpin, prestasi saat memimpin, persepsi publik terhadap kandidat, dan isu yang diusung oleh kandidat pemimpin.

Penting digarisbawahi, usia responden yang terlibat kala itu hanyalah pemilih pemula, dengan kata lain mereka yang berada pada rentang 17 – 21 tahun.

Ketika menilik secara spesifik latar usia responden dalam survei kali ini, baik responden yang berusia 17 – 19 tahun maupun 20 – 25 tahun, mayoritas tetap menyatakan usia penting dipertimbangkan ketika memilih pemimpin.

Perubahan ini barangkali tak punya korelasi positif dengan latar usia responden, melainkan pertanyaan yang cenderung lebih luas dan mencakupi semua level pemimpin pemerintahan, sehingga tak hanya berfokus pada capres seperti survei sebelumnya.

Lebih dari Separuh “Mungkin” Pilih Pemimpin Negara di Bawah 40 Tahun

Hasil survei menunjukkan, banyaknya proporsi responden yang menyatakan aspek usia penting dalam memilih tokoh pemerintahan ternyata sejalan dengan cukup besarnya persentase responden yang menilai positif potensi individu di bawah 40 tahun untuk menduduki posisi politik.

Meski tak segemuk persentase responden yang memilih netral, di mana jumlahnya mencapai 47,53 persen, proporsi responden yang menyatakan “agak positif” dan “sangat positif” berada di level 43,40 persen.

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda. tirto.id/Quita

Angka itu jauh melampaui mereka yang menilai “agak negatif” dan “sangat negatif”. Jumlahnya tak sampai 10 persen. Hal itu kemudian memunculkan kemungkinan yang besar di kalangan responden dalam memilih kandidat capres, wali kota/bupati, dan anggota legislatif, di bawah 40 tahun.

Di tingkat presiden misalnya, jumlah responden yang memilih opsi “mungkin” dan “sangat mungkin” untuk mendukung capres berusia di bawah 40 tahun mencapai 58,20 persen. Sementara mereka yang menjawab “netral” berjumlah 31,80 persen dan yang menyatakan “tidak mungkin” dan “sangat tidak mungkin” hanya 10 persen.

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda. tirto.id/Quita

Meski di antara ketiga capres tak ada yang berumur di bawah 40 tahun, Prabowo Subianto merupakan satu-satunya capres yang menggandeng pasangan cawapres dari kalangan Milenial. Cawapres Prabowo, yakni Gibran, yang juga menjabat sebagai Wali Kota Solo, per November tahun ini genap berusia 36 tahun.

Majunya Gibran sebagai cawapres memang mengerek naik elektabilitas Prabowo. Paparan survei teranyar dari Indikator Politik (27 Oktober – 1 November) merekam, di kalangan Milenial berusia 27 – 42 tahun, elektabilitas Prabowo - Gibran berada di level 40 persen, naik ketimbang periode 16 – 20 Oktober 2023, saat Prabowo disimulasikan tanpa pasangan (38,9 persen).

Riset Indikator Politik yang melibatkan 1.220 responden itu juga menunjukkan bahwa tingkat keterpilihan Prabowo di kelompok pemilih Gen Z (kurang dari 27 tahun) menguat signifikan saat bersanding dengan Gibran. Dibanding periode 16 – 20 Oktober 2023 yang mencatat elektabilitas 38,1 persen, tingkat keterpilihan Prabowo kini melesat ke level 52,4 persen.

Tren kenaikan itu tentu menarik, mengingat Prabowo - Gibran banyak menerima kritikan terkait putusan MK yang membuat Ketua MK saat itu, Anwar Usman, dicopot, serta isu politik dinasti. Kepada Tirto, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, berkomentar bahwa hal itu bisa saja terjadi lantaran pasangan Prabowo - Gibran cenderung diam dan tidak reaktif dalam menanggapi isu yang tengah bergulir.

“Jadi sikap diam ini yang justru membuat publik bertanya-tanya kan, ini apakah memang strategi politik atau seperti apa. Jadi keingintahuan publik itu yang kemudian dikonversi ke semacam dukungan,” kata Wasisto, Selasa (28/11/2023).

Kembali ke survei Tirto, dalam konteks wali kota dan bupati, riset Tirto bersama Jakpat juga menangkap tren senada, yang mana mayoritas pemilih muda mengaku “mungkin” dan “sangat mungkin” mendukung wali kota/bupati di bawah 40 tahun.

Persentase responden yang memilih kedua opsi itu yakni 67,40 persen, lebih besar daripada dua jawaban yang sama dalam spektrum capres. Sisanya memilih netral (28,07 persen), “tidak mungkin” (3,20 persen), dan “sangat tidak mungkin” (1,33 persen).

Tren yang sama juga nampak dalam pertanyaan mengenai persepsi terhadap anggota DPR/DPRD. Ketika responden ditanya perkara dukungan kepada anggota legislatif di bawah 40 tahun, sekira 63,33 persen menyatakan mereka “mungkin” dan “sangat mungkin” untuk mendukung.

Khawatir soal Kemampuan Mengolah Emosi dan Pengaruh dari Luar

Besarnya dukungan pemilih muda terhadap pemimpin muda bukan berarti nihil kegelisahan. Sejumlah elemen yang jadi kekhawatiran masyarakat tentang pemimpin muda meliputi kemampuan mengelola emosi (53,40 persen), kerentanan terhadap pengaruh dari luar (52,73 persen),kurangnya pengalaman (52,33 persen), dan kemampuan mengambil keputusan (51,40 persen).

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda. tirto.id/Quita

Rentan terhadap pengaruh dari luar artinya pemimpin muda yang menduduki posisi pemerintahan seringkali tak lepas dari faktor partai politik, teman, dan keluarga. Sekitar 35,67 persen bahkan menyatakan khawatir pemimpin muda minim pengetahuan soal proses politik.

Ada juga secuil responden yang mengisi jawaban “lainnya” dan mengatakan bahwa mereka punya ketakutan pemimpin muda bakal korupsi dan punya beban politik dinasti.

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda

Infografik Riset Mandiri Jakpat Survei Pemimpin Muda. tirto.id/Quita

Terlepas dari sederet kekhawatirannya, masyarakat pun mengakui soal potensi pemimpin muda di bawah 40 tahun. Sebagian besar responden percaya kalau pemimpin muda bisa membawa ide-ide yang lebih segar dibanding pemimpin yang lebih tua (70,87 persen).

Sebanyak 59,53 persen lainnya bilang pemimpin muda lebih adaptif terhadap teknologi dan sekitar 54,67 persen menyatakan pemimpin muda kurang dari 40 tahun bisa membawa isu yang lebih relevan dengan populasi anak muda.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Politik
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty