tirto.id - Bank Sentral Sri Lanka menaikkan suku bunga fasilitas pinjaman berdiri (LKSLFR=ECI) sebesar 100 basis poin menjadi 15,50 persen pada Kamis (7/7/2022) waktu setempat. Kenaikan ini merespon kenaikan inflasi sudah menyentuh rekor tahun ke tahun sebesar 54,6 persen.
Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani menilai, kenaikan suku bunga tersebut tidak berpengaruh signifikan ke ekonomi Indonesia. Terlebih Indonesia mempunyai skala ekonomi nasional jauh lebih besar dibandingkan Sri Langka.
"Dengan jumlah penduduk nomor 4 besar dunia, dengan 271 juta orang, ekonomi Indonesia cenderung bisa bertahan dalam gejolak ekonomi yang ada," ujarnya kepada Tirto, Jumat (8/7/2022).
Dia meyakini keuangan negara saat ini masih cenderung masih manageable. Di sisi lain pelemahan nilai tukar Rupiah juga terjadi karena kebijakan kenaikan suku bunga The Fed dan juga konflik global yang sedang terjadi, bukan berasal dari Sri Lanka.
"Kenaikan suku bunga Sri Lanka dan ancaman resesinya, tidak berpengaruh signifikan terhadap Indonesia," ujarnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menambahkan, kenaikan suku bunga di Sri Lanka menandakan negara berkembang saat ini sedang dalam tekanan berat. Namun, secara dampak memang belum akan terasa bagi Indonesia.
"Dampaknya secara langsung kecil [ke Indonesia]," ujarnya dihubungi terpisah.
Meski dampaknya kecil kenaikan suku bunga tersebut berujung pada persepsi risiko investor asing terhadap emerging market. Hal ini karena inflasi naik disertai kenaikan suku bunga adalah pertanda permintaan secara agregat alami kontraksi.
"Perlu kewaspadaan juga spill-over effect Sri Lanka ke negara mitra dagang utama Indonesia terutama India, Pakistan dan Bangladesh," ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang