tirto.id - Pengajar Departemen Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi menilai suara driver ojek online untuk mendulang suara di Pilpres 2019 tak terlalu signifikan. Mengingat ojek online hanya muncul di perkotaan, bukan di pedesaan yang besaran demografinya lebih dari 60 persen.
"Driver online itu masih hanya di perkotaan, jika membaca signifikansi suara harus membaca populasi di daerah-daerah, sedangkan driver online hanya di kota-kota besar. Saya terakhir ke Pangkal Pinang, tak banyak Gojek/Grab dan lain sebagainya," katanya kepada Tirto, Rabu (7/11/2018) siang.
Ia menilai, para pemilih di Indonesia lebih banyak tinggal di daerah rural (non-perkotaan) yang jumlahnya mencapai 60 persen, sedang sisanya pemilih ada di perkotaan.
"Itu artinya pemilih perkotaan tak lebih dari separuh. Sedangkan driver online ini lebih banyak di kota. Populasi lebih kecil," lanjutnya.
Tak hanya secara geografis, Arya menganalisis secara jenis pekerjaan pun driver ojek online tak memberi banyak suara ketimbang jenis pekerjaan lain. Mengingat banyaknya jenis pekerjaan lain dan jumlah pekerja di luar sektor ojek online.
"Juga jika dilihat dari pekerja, di perkotaan justru lebih banyak ibu-ibu pekerja dan ibu-ibu rumah tangga, itu lebih banyak. Itulah mengapa ada juga paslon yang menyasar ke emak-emak, karena keluarga menjadi institusi politik paling kecil di kehidupan masyarakat. Itu sudah dari dulu," katanya.
Arya menilai bahwa profesi driver ojek online hanya dapat mendulang belasan persen suara daripada profesi lain di perkotaan.
"Ini hanya satu dari ratusan pekerjaan di kota. Driver ojek online mungkin bisa terlihat merepresentasikan kota, tapi belum tentu signifikan suaranya. Variabelnya banyak," katanya.
Komentar Arya merespons beberapa klaim organisasi driver ojek online yang menilai bahwa suara para driver dapat mendulang suara banyak pada Pilpres 2019 mendatang.
Salah satunya dikatakan oleh Sekjen Jaringan Potensi Online Indonesia (JPOI) Helmi Romdhoni.
"Dan bicara secara politik sosial, ojek online hingga saat ini ada 3.115.000 ojek online aktif di Indonesia. Dan itu merupakan peluang besar," kata Helmi kepada Tirto, Rabu (7/11/2018) sore.
Hal yang sama dikatakan juga oleh Ketua Bidang Perekrutan Anggota KATO Rusli.
"Akan sangat, sangat efektif. Bayangkan satu driver yang sudah menikah berarti ada dua pemilih, termasuk orang tuanya tambah dua, kakak dan adiknya tambah empat. Total satu driver ada delapan pemilih. Dikalikan 10 juta driver se-Indonesia. Ini masih ojek, belum yang mobil," kata Rusli saat dihubungi Tirto, Rabu (7/11/2018) sore.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yulaika Ramadhani