tirto.id - Kementerian Pertanian menyatakan suap yang melibatkan perusahaan PT Cahaya Sakti Agro bersama 11 orang lainnya bermuara dari masalah kewajiban penyelesaian wajib tanam.
Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto mengatakan PT CSA yang masuk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK itu memiliki utang wajib tanam seluas 47 hektar (Ha).
Karena itu, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dibutuhkan importir tidak diterbitkan. Alhasil, importir tidak bisa mengakses Surat Persetujuan Impor (SPI) di Kemendag.
“Kasusnya tidak memenuhi sisa wajib tanam 46,8 dari 166,8 hekatre. Sudah tanam 120 hektare. Karena belum selesai makanya tidak bisa dia mengajukan RIPH. Di sistem sudah akan merah,” ucap Prihasto kepada wartawan saat ditemui di Gedung Dirjen Hortikultura di Pasar Minggu pada Rabu (14/8/2019).
Menurut KPK, pemilik PT CSA, Chandra Suanda menjadi tersangka kasus korupsi terkait suap izin impor bawang putih. Suap itu diberikan kepada anggota DPR RI Fraksi PDIP, Nyoman Dhamantra untuk memuluskan izin impor bawang putih.
Berdasarkan keterangan Kementan, hambatan izin impor yang dimaksud sehingga berujung pada suap makin jelas. Suap ini berkaitan dengan Permentan Nomor 38 Tahun 2017 tentang RIPH.
Dalam aturan ini, tiap importir harus menanam bawang putih sebesar 5 persen dari total kuota impor yang didapat. Bila sampai waktu yang ditentukan kewajiban tanam belum selesai, otomatis mereka tidak bisa impor.
“Ini Cahaya Sakti Agro nomor 47 warnanya merah. Ini dia tidak boleh daftar. Dia tidak menyelesaikan wajib tanam tahun 2018,” ucap Prihasto.
Prihasto mengatakan sampai saat ini total RIPH yang sudah dikeluarkan Kementan mencapai 603 ribu ton yang terealisasi menjadi SPI di Kemendag. Dengan demikian hingga saat ini ia menyatakan telah ada setidaknya 30 ribu ton bawang yang dapat dihasilkan lewat wajib tanam ini.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri