tirto.id - Beberapa hari ini muncul wacana sanksi bagi pemilik kendaraan yang menunggak pajak kendaraan bermotor selama dua tahun. Sanksinya berupa penghentian perpanjangan atau penghapusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang bersangkutan. Namun, pihak Polda Metro jaya buru-buru menepis kabar itu.
“Belum diterapkan, ini masih dibicarakan di internal kami. Jangan sampai informasi ini membuat masyarakat terombang-ambing,” kata Kasi STNK Subdit Regident Ditlantas Polda metro Jaya, Kompol Bayu Pratama saat Tirto mengonfirmasi ihwal informasi penghapusan identitas kendaraan yang STNK-nya mati dua tahun atau lebih.
Menurut Bayu, wacana tersebut memang tengah dibicarakan pihak kepolisian. Namun belum ada kepastian kapan regulasi tersebut mulai diterapkan secara efektif. Bila merujuk pada Peraturan Kepolisian (Perkap) Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, STNK merupakan dokumen legitimasi sebuah kendaraan bermotor yang harus diperbaharui setiap tahun.
“STNK berlaku selama 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan pertama kali, perpanjangan atau pendaftaran mutasi dari luar wilayah regident dan harus dimintakan pengesahan setiap tahun.” bunyi Pasal 37 (3) peraturan tersebut.
Proses perpanjangan STNK berbarengan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB). Singkatnya, STNK bisa diperpanjang setelah PKB ditunaikan.
Pihak kepolisian berhak melakukan pemeriksaan dan penindakan terhadap kendaraan yang masa berlaku STNK-nya habis. Hal itu sesuai dengan pasal 47 (1) Perkap Nomor 5 Tahun 2012 yang menitahkan, “ Ranmor yang telah diregistrasi harus diawasi secara berkala dan insidental.”
Inspeksi dan penertiban STNK sejatinya tidak melulu soal penerimaan pajak. Polisi bertujuan memastikan kendaraan tersebut sah kepemilikannya bukan hasil pencurian atau penggelapan.
"Polisi tidak mengawasi pada pajak secara langsung, tapi pada proses pengawasan dan identifikasi kendaraan bermotor dalam rangka untuk mengecek apakah kendaraan tersebut hasil curian atau bukan, misalnya," ujar ahli hukum perpajakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Adrianto Dwi Nugroho.
Saat ini, STNK yang masa yang berlakunya habis dianggap tidak sah, sehingga pemilik kendaraan bisa dijerat Pasal 288 (1) UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Termaktub dalam pasal tersebut, setiap orang yang menggunakan kendaraan tanpa dilengkapi STNK yang sah bisa dikenai sanksi kurungan dua bulan penjara atau denda maksimal Rp500 ribu.
Wacana sanksi terhadap para penunggak pajak kendaraan dengan cara tak memperpanjang STNK memang masih belum jelas. Namun, rencana itu memang cukup beralasan. Selain aspek soal keamanan yang jadi ranah kepolisian, ihwal tingkat kepatuhan pembayaran pajak kendaraan yang jadi kepentingan pemerintah daerah, barangkali jadi pertimbangannya. DKI Jakarta misalnya, dari seluruh kewajiban pajak kendaraan bermotor Rp8,6 triliun tahun ini, ada sebanyak Rp1,6 triliun belum dibayar atau menunggak. Jumlahnya meningkat dari posisi 2016 yang hanya Rp1,1 triliun.
Dalam skala yang lebih kecil, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat misalnya, khususnya di Kabupaten Bandung 2 Soreang, dari 500 ribu potensi pajak kendaraan bermotor pada 2017, tercatat ada 26,63 persen atau 157 ribu kendaraan yang pajaknya menunggak. Pada 2018 angka tersebut meningkat menjadi 34 persen.
Persoalan tunggakan pajak kendaraan maupun legalitas administrasi kendaraan dan sanksinya juga jadi persoalan di banyak negara. Di Australia misalnya, pemilik kendaraan yang terlambat memperbarui dokumen registrasi dalam kurun waktu 1 hari sampai 3 bulan masih bisa memperpanjang dokumen kepemilikannya.
Jika terlambat lebih dari tiga bulan, prosesnya lebih rumit. Departemen Transportasi di New South Wales dan Australia Barat menerapkan peraturan yang sama. Setiap kendaraan bermotor yang dokumennya non-aktif lebih dari tiga bulan identitasnya dianggap hangus sehingga tidak bisa diperbarui. Pemilik kendaraan harus mengajukan pembuatan dokumen, layaknya kendaraan baru.
“Anda (pemilik kendaraan) tidak bisa berkendara di jalan raya dan harus mengembalikan plat nomor kepada departemen transportasi agar tidak mendapatkan penalti. Untuk kembali mendapatkan lisensi, kendaraan harus melewati pengujian,” tulis laman Departemen Transportasi Australia Barat.
Penghapusan identitas juga berlaku buat kendaraan yang masa berlaku dokumennya habis lebih dari 15 hari, kemudian kedapatan parkir di pinggir jalan raya. Polisi akan mengambil plat nomor dan pemilik kendaraan harus melakukan registrasi dokumen baru—seperti kendaraan yang masa berlaku dokumennya habis lebih dari tiga bulan.
Selain dibebani pajak, kendaraan di Australia juga harus terdaftar pada polis asuransi dari pihak ketiga (non-pemerintah). Asuransi tersebut digunakan untuk menanggung kerugian, seperti kerusakan properti atau biaya pengobatan korban dari kecelakaan yang disebabkan oleh pemegang asuransi.
Pemerintah Jepang punya kebijakan lain soal legalitas kendaraan bermotor. Setiap mobil di Jepang harus mendapatkan sertifikat shaken—uji layak jalan dan emisi setiap dua tahun sekali untuk mendapatkan izin melintas di jalan raya. Kendaraan akan berstatus ilegal jika digunakan setelah masa berlaku shaken habis.
Melansir Jalopnik, mobil harus melalui serangkaian pengujian di bengkel-bengkel yang memiliki izin buat melakukan inspeksi. Rentetan pengetesan meliputi uji jalan di kecepatan 40 km/jam, uji emisi, kelaikan rem, lampu-lampu, dan kesehatan sasis. Buat mengikuti pengetesan tersebut, pemilik mobil dikenai biaya sekitar 700 dolar Amerika, tergantung kapasitas mesin, dimensi, dan kondisi mobil.
Di samping itu, tenggat waktu pembayaran pajak kendaraan di Jepang bukan berdasarkan tanggal penerbitan dokumen. Pemerintah Jepang menetapkan setiap kendaraan yang terdaftar sebelum 1 April wajib menunaikan pajak selambatnya pada 31 Mei di tahun yang sama. Lain cerita dengan kendaraan yang diterbitkan dokumennya selepas 1 April, bisa membayar pajak dari satu bulan setelahnya sampai akhir Maret tahun berikutnya.
Pemerintah Inggris punya kebijakan lebih ketat untuk para penunggak pajak kendaraan bermotor. Tidak main-main, kendaraan yang tidak dibayar pajaknya maka kendaraan akan ditarik dari jalan atau digembok. Namun, masih ada sedikit kelonggaran bagi penunggak pajak yang tidak mau "kehilangan" kendaraan. Pemilik kendaraan, seperti dicatat Express, dapat mengajukan statuary off-road notice (SORN) sebagai dokumen yang menerangkan bahwa mobil tersebut menunggak pajak tapi tidak dioperasikan.
Pemilik mobil yang masih bandel menggunakan mobil dengan SORN di jalan raya akan dijerat sanksi denda 1.000 poundsterling atau sekitar Rp19 juta. Sanksi lebih berat akan diterima bagi pemilik kendaraan menunggak pajak yang berseliweran di jalan raya tanpa SORN, yakni denda 2.500 poundsterling atau sekitar Rp47 juta.
Langkah tegas tersebut dilakukan oleh Driver Vehicle License Agency (DVLA), institusi pemerintah yang bertugas menghimpun database pengemudi di Inggris agar menimbulkan efek jera bagi penunggak pajak kendaraan bermotor.
“Selama ini mayoritas kendaraan di jalan raya memiliki dokumen lengkap, tindakan ini adalah cara kami melawan mereka yang berpikir bisa luput dari pengawasan (pajak),” ujar Chief Executive DVLA Oliver Morley dikutip dari Express.
Editor: Suhendra