Menuju konten utama

Sritex Bangkrut, Menaker: Perusahaan Gagal Memitigasi Risiko

Kasus yang dialami PT Sritex ini sejatinya kelalaian manajemen perusahaan dalam memitigasi risiko.

Sritex Bangkrut, Menaker: Perusahaan Gagal Memitigasi Risiko
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex telah ditetapkan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Pemerintah ingin tak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan PT Sritex.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, memandang kasus yang dialami PT Sritex ini sejatinya kelalaian manajemen perusahaan dalam memitigasi risiko. Manajemen perusahaan, kata dia, lengah, seolah-olah masalah kecil yang pada akhirnya berdampak fatal.

"Ini adalah kelalaian pihak manajemen dalam memitigasi resiko kalau saya melihatnya jadi lengah seolah-olah ini masalah kecil tapi ternyata kemudian bisa berdampak fatal," kata Yassierli dalam rapat dengar pendapat di Ruangan Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Yassierli mengaku telah dipanggil Presiden Prabowo untuk menyelesaikan persoalan ini. Namun, kata dia, publik jangan memandang kehadiran pemerintah dalam kasus ini ikut membantu swasta. Ia mengatakan, pemerintah hanya membantu proses mediasi antara operator dan manajemen.

"Membantu itu, kan, horizonnya macam-macam bukan berarti kemudian pemerintah bantu swasta secara langsung belum tentu juga pemerintah bantu percepat terjadinya mediasi operator dengan manajemen," tutur Yassierli.

Yassierli mengatakan pemerintah memang tak ingin ada PHK usai PT Sirtex dinyatakan pailit berdasar putusan pengadilan. "Kita ingin memang PHK itu tidak terjadi," tuturnya.

Ia pun berharap setiap perusahaan itu memiliki sistem manajemen risiko yang kuat agar kejadian serupa tidak terjadi di sektor lain.

"Kami kementerian dibantu dengan dinas tenaga Kerja itu juga punya mekanisme untuk melakukan monitoring jangan sampai kemudian tiba-tiba terjadi kasus," kata Yassierli.

Sebagai catatan, laporan keuangan perusahan Sritex mencatat kewajiban perusahaan mencapai 1,6 miliar USD atau Rp26,24 triliun (kurs Rp16.400). Angka ini naik dibanding tahun 2022 yang mencapai 1,54 miliar dolar AS dengan rincian liabilitas jangka pendek sebesar 113,01 juta dolar AS, sementara liabilitas jangka panjang sebesar 1,49 miliar dolar AS.

Selain itu, ramai kabar bahwa industri tekstil mengalami PHK besar-besaran. Berdasarkan informasi yang diperoleh, sekitar 13.800 karyawan menjadi korban PHK perusahaan industri tekstil.

Sritex dan anak-anak perusahaannya dinyatakan pailit berdasar putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin (21/10/2024).

Dalam sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Niaga Semarang, pemohon, yaitu PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur Sritex, menyebut perusahaan telah lalai dalam menjalankan kewajibannya untuk membayar kembali utangnya berdasarkan Putusan Homologasi (Perdamaian) tertanggal 25 Januari 2022.

"PN Niaga Semarang menyatakan bahwa para termohon pailit dengan segala akibat hukumannya," tulis petitum perkara itu, dikutip Kamis (24/10/2024).

Putusan ini pun sekaligus juga membatalkan putusan yang telah dikeluarkan pada 2 September 2024 yaitu Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No.12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 tentang Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi). Sayangnya, sampai saat ini Sritex belum mau buka suara terkait putusan ini.

Baca juga artikel terkait PT SRITEX atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang