tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mewaspadai bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB). Bank asal Amerika Serikat (AS) mengalami kebangkrutan setelah 48 jam mengalami krisis modal pada Jumat (10/3/2023) waktu setempat.
"Yang harus kita waspadai sekarang adalah kondisi pasar global yang seperti terjadi dalam weekend terakhir ini, penutupan Silicon Valley Bank," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, di Kantornya, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Dia menyebut bahwa SVB adalah bank yang relatif kecil dengan aset hanya 200 miliar dolar AS. Tapi apa yang terjadi pada SBV telah menimbulkan guncangan yang signifikan dari sisi kepercayaan deposan di Amerika Serikat.
"Ini tentu adalah suatu pelajaran yang perlu untuk kita lihat bahwa bank yang kecil di dalam posisi tertentu bisa menimbulkan persepsi sistem," tuturnya.
Sri Mulyani mengatakan, ada banyak analisa awal yang muncul sebagai penyebab dari runtuhnya SVB. Pertama karena SVB adalah bank yang khusus mendanai startup, di mana banyak startup yang mengalami penurunan kinerja sangat dalam pada 2022.
"Kemudian menyebabkan ancaman terhadap penyaluran dana deposito yang meningkat sangat tinggi. Jadi kinerja dari kreditnya mengalami penurunan," ujar dia.
Kedua, SVB mengalami kenaikan deposito lebih dari tiga kali lipat hanya dalam waktu kurang dari dua tahun. Di saat deposito sangat banyak tapi penyaluran kreditnya tertahan karena kinerja startup menurun secara signifikan, menyebabkan kondisi neraca keuangannya mengalami tekanan.
Di sisi lain, deposito yang meningkat itu dibelikan Surat Berharga Negara (SBN) di Amerika Serikat dalam jangkanya panjang, dan SBN ini mengalami penurunan nilai karena bunga dari Federal Reserve yang naik.
"Jadi, kalau interest rate dari Fed policy naik maka harga dari Surat Berharga Negaranya mengalami koreksi. Ini semuanya yang menyebabkan kemudian SVB dari sisi balance sheet-nya tiba-tiba mengalami penurunan, dan timbul rumor sehingga terjadi bank run," tambahnya.
Situasi yang diakibatkan oleh Silicon Valley Bank, kata dia adalah situasi yang bisa berkembang hanya dalam waktu 1 kali 24 jam. Sehingga itulah yang menjadi perhatian pemerintah untuk terus waspada.
"Karena yang disebut transmisi dari persepsi dan psikologi itu bisa menimbulkan situasi yang cukup signifikan bagi sektor keuangan seperti yang kita lihat di Amerika Serikat," tutur Sri Mulyani.
Namun, sejauh ini situasi di Indonesia masih dalam relatif baik, dari sisi pergerakan nilai tukar maupun aliran modal ke Indonesia.
"Indonesia Alhamdulillah masih dalam situasi yang cukup baik dilihat dari pergerakan nilai tukar dan juga capital flow ke emerging market di mana Indonesia melihat dalam hal ini sudah mulai masuk arus modal ke Indonesia," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat