tirto.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan jatuhnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank yang terjadi belum lama ini di Amerika Serikat, tidak menimbulkan efek domino terhadap perbankan di Indonesia. Hal ini karena portofolio aset bank-bank di Indonesia tidak ada yang memiliki karakteristik seperti SVB.
“Ketika kami mendengar kabar tersebut, kami segera melakukan investigasi terkait pengaruhnya kepada perbankan di Indonesia, hasilnya dampak secara langsung relatif tidak ada,” ujar Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa dalam, keterangan pers di Jakarta, dikutip Jumat (17/3/2023).
Menurutnya, selama Indonesia menjaga kebijakan dalam negeri dengan baik, perbankan nasional akan tetap aman dan stabilitasnya terjaga.
Selain itu, tak kalah penting, level permodalan perbankan nasional yang masih sangat tebal dan berada di angka 25,93 persen per Januari 2023. Purbaya menyampaikan, saat ini, kondisi likuiditas perbankan juga dalam keadaan yang sangat memadai.
“Alat likuid/non-core deposit atau AL/NCD dan alat likuid atau dana pihak ketiga atau AL/DPK per Januari 2023, masing-masing sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen. Nilai ini sekitar dua setengah kali di atas threshold,” jelasnya.
Sejauh ini bahkan tidak ada bank yang dikategorikan bermasalah pada 2023 ini. Ditambah lagi, kebijakan moneter yang ditempuh sudah tepat serta LPS yang tidak menaikkan bunga secara signifikan.
“Artinya, stabilitas keuangan dan perbankan dalam negeri dijaga untuk dapat terus tumbuh. Walaupun masih ada ketidakpastian global, selama kebijakan kita baik dan terus menjaga permintaan domestik, ekonomi kita masih bisa tumbuh,” imbuh Purbaya.
Seperti diketahui, di tengah tekanan eksternal dan potensi resesi di beberapa negara maju ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan baik. Pada 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu tumbuh impresif sebesar 5,31 persen.
Resiliensi ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh besarnya konsumsi domestik. Konsumsi domestik yang besar menyebabkan guncangan yang terjadi di tingkat global dapat diredam oleh solidnya ekonomi domestik. Konsumsi domestik ini berkontribusi 52,81 persen dari PDB Kuartal IV/2022.
Purbaya juga mengungkapkan, sinergi dan kolaborasi antara anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus berjalan dengan sangat baik untuk mendukung perekonomian Indonesia terus tumbuh. Secara rutin, LPS selalu melakukan rapat untuk membahas kondisi terkini stabilitas sistem keuangan di Tanah Air.
“Di dalam rapat tersebut, kita senantiasa berkoordinasi untuk melakukan bauran kebijakan yang tepat sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing lembaga,” tegasnya.
Sebagai contoh, dia menjelaskan, ketika terjadi pandemi COVID-19 lalu, KSSK senantiasa berkoordinasi untuk menjaga ekonomi dan keuangan nasional tetap dalam kondisi yang resilien.
Dia memaparkan, saat itu ketika terdapat gangguan terhadap perekonomian, mekanisme shock absorber pada umumnya akan dilakukan oleh Kemenkeu melalui kebijakan fiskal dan oleh BI melalui kebijakan moneter.
Kemudian, stabilitas sistem keuangan pada industri jasa keuangan dijaga melalui relaksasi regulasi ketentuan mikroprudensial oleh OJK dan makroprudensial oleh BI.
“Lalu, kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas sistem perbankan diperkuat dengan berbagai kebijakan LPS sebagai otoritas penjamin simpanan dan resolusi bank,” ucapnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri