tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku, bakal terus mengejar utang PT Minarak Lapindo Jaya meski telah jatuh tempo. Perusahaan tunjukkan Lapindo Brantas Inc tersebut masih harus membayar utang senilai Rp773,382 miliar beserta bunga sebesar 4,8 persen per tahun dan denda keterlambatan.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan, Kemenkeu juga telah melakukan penagihan melalui surat tertulis dan berkoordinasi dengan Minarak Lapindo Jaya soal peningkatan kualitas aset yang dijaminkan seperti yang jadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015.
"Kami akan menghubungi dan terus berkomunikasi kepada PT Minarak," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Menurut Sri Mulyani, meski terlambat dan melewati batas jatuh tempo pembayaran, perusahaan tersebut masih berkomitmen untuk melakukan pembayaran.
Hal itu, kata dia, tercermin dari surat yang disampaikan oleh pemilik perusahaan.
"Suratnya sudah disampaikan, ditandatangani pemiliknya. Itu, kan, sudah komitmen (untuk membayar)," imbuhnya.
Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata sebelumnya menyampaikan, hingga saat ini pemerintah memang masih terus melakukan penagihan dan berharap dana talangan ganti rugi pada 2015 itu dibayar secara tunai.
Sebab, lanjutnya, pemerintah hingga saat ini tidak bisa mengeksekusi jaminan berupa aset lahan yang dibeli Lapindo dari para korban lumpur. Hal itu lantaran sebagian besar lahan yang dijaminkan belum disertifikasi HGB (Hak Guna Bangunan) atas nama PT Minarak Lapindo Jaya dan belum dilakukan appraisal atau penilaian.
"Bagian yang jadi perhatian kami, kalau ini akan berlangsung lama, tentu, kan, membuat biayanya (utangnya) nambah terus. Jadi kami sudah meminta kepada Minarak dan PPLS harus lebih gencar dan giat lagi melakukan proses sertifikasi dan appraisal," jelas Isa di kantornya pada Jumat (12/7/2019) lalu.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno