tirto.id - Menteri Ekonomi Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa ekspor adalah salah satu komponen daya saing ekonomi suatu negara untuk menjadi negara maju. Ekspor diidentifikasikannya dapat mencerminkan kemampuan inovasi dan produktivitas suatu negara sehingga penting untuk mendorongnya.
Namun konteks ekspor yang berkualitas bukan hanya sekedar ekspor barang komoditas mentah yang tidak memiliki nilai tambah (added value), seperti ekspor jasa.
“Jasa kita consistently masih defisit. Berarti kita bicara tentang lembaga financial institution, termasuk lembaga pendidikan, dan kita sekarang menggiatkan ekspor dibidang tourism, yaitu merupakan ekspor jasa,” ujar Sri Mulyani di kantor Kementerian Keuangan Jakarta pada Kamis (21/1/2017).
Sri Mulyani menyebutkan, dengan ekspor Indonesia dapat menurunkan posisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Menurut catatan Bank Indonesia, CAD pada triwulan III 2017 sebesar 4,3 miliar dolar AS atau 1,65 persen dari PDB.
“Kita salah satunya yang belum bisa membalikkan CAD jadi netral atau surplus. Waktu krisis ASEAN 1998, salah satu pemicunya adalah CAD di Indonesia bersama negara ASEAN itu sudah melebar di atas 3 persen dari GDP,” ungkap.
Untuk bisa lepas dari situasi krisis tersebut, ada beberapa indikator yang harus dibenahi sehingga dapat mengangkat ekspor. Ia menyebutkan diantaranya, yaitu pertama pembangunan infrastruktur dasar. Ekspor tidak dapat berjalan maksimal tanpa adanya infrastruktur yang memadai, baik itu untuk basis ekspor komoditas maupun jasa.
Saat ini diakuinya, infrastruktur di Indonesia tertinggal dari negara maju atau pun negara emerging market lainnya. “Jadi infrastruktur is a must. Itu [ekspor] tidak akan mungkin jika infrastruktur tidak baik,” ucapnya.
Kemudian, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Komparasi keuntungan bisa terjadi asalkan Indonesia memiliki kualitas SDM yang baik. “Itu kenapa kita membelanjakan banyak untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” kata dia.
Selanjutnya, sinergi antara kementerian/lembaga dan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menurutnya tidak kalah penting untuk menyatukan visi dalam mendorong ekspor dalam negeri.
Saat ini, Sri Mulyani mengungkapkan, kerja antarkementerian/lembaga dan tingkat pemerintahan masih terfragmentasi.
Keterbukaan dan sinergi antarkementerian/lembaga dan antara Pempus dengan Pemda, dikatakannya dapat meningkatkan indikator kemudahan untuk eksportir menjalankan bisnisnya, seperti dapat menekan anggaran pembiayaan berusaha.
“Sehingga masyarakat dan UKM [Usaha Kecil dan Menengah] tidak harus berhadapan berlapis-lapis K/L dan Pemda. Ini upaya yang terus kita lakukan sehingga kita mampu untuk mendorong dan memfasilitasi,” ujarnya.
Pada kesempatan itu ia mengapresiasi adanya penandatangan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dengan 11 Perguruan Tinggi Negeri Indonesia.
Kerja sama ini untuk meningkatkan sinergi antara kedua belah pihak untuk mendukung terciptanya kegiatan riset dan pengembangan terkait ekspor nasional. MoU tersebut dalam rangka visi membentuk jaringan perguruan tinggi untuk Pengembangan Ekspor Indonesia (University Network for Indonesia Export Development/UNIED).
“Saya rasa ini MoU yang cukup komprehensif, yang saya harapkan, sebagai Menteri Keuangan. Waktu kita buat UU mengenai LPEI, dia bukan bank tapi dia lembaga keuangan. Dia menempel rating-nya pemerintah. Apalagi kita dapat upgrade dari Fitch Ratings, itu akan semakin baik,” jelasnya.
Menurutnya, itu upaya bersama agar Pemerintah Indonesia mampu secara koheren bekerja untuk ekonomi terus bergerak, dengan menciptakan nilai tambah dan benefit untuk masyarakat.
“Upaya kita bersama secara koordinatif untuk mengikutsertakan PTN [Perguruan Tinggi Negeri] untuk bersama membangun suatu upaya meningkatkan ekspor jadi sangat penting,” terangnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari