tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan menjadi US$22,08 miliar sepanjang September 2024. Angka tersebut dinilai turun sebesar 5,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$23,56 miliar.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan penurunan ekspor ini dipicu oleh penurunan nilai nonmigas pada September 2024 yang juga mengalami penurunan sebesar 5,96 persen dengan nilai US$20,91 miliar. Sementara itu, ekspor migas mencapai US$ 1,17 miliar atau turun 2,81 persen.
“Penurunan nilai ekspor September secara bulanan terutama didorong penurunan ekspor nonmigas terutama pada komoditas lemak hewan nabati HS 15, bijih logam terak dan abu mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya," paparnya dalam rilis data BPS, Selasa (15/10/2024).
Sementara itu, jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, nilai ekspor September ini naik sebesar 6,44 persen. Kenaikan ini didorong peningkatan ekspor nonmigas, terutama bahan bakar mineral dan logam mulia serta permata dan kakao.
Sepanjang September, komoditas yang mengalami peningkatan adalah besi dan baja US$207,6 juta. Peningkatannya tercatat sebesar 10,41 persen.
Lebih lanjut, Amalia mengungkapkan secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari hingga September 2024 mencapai US$192,85 miliar atau naik 0,32 persen dibanding periode yang sama tahun 2023. Sejalan dengan total ekspor, nilai ekspor nonmigas yang mencapai US$181,15 miliar juga naik 0,39 persen,” ujarnya.
“Peningkatan nilai ekspor nonmigas kumulatif ini terjadi di sektor industri pengolahan dan pertanian yang menjadi pendorong utama atas peningkatan kinerja ekspor nonmigas Januari sampai September 2024 dengan andil masing-masing 1,82 persen dan 0,30 persen," papar Amalia.
Ekspor nonmigas September 2024 mencapai US$20,91 miliar, turun 5,96 persen dibanding Agustus 2024 dan naik 8,13 persen jika dibanding ekspor nonmigas September 2023.
Ekspor nonmigas September 2024 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$5,35 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,22 miliar dan Jepang US$1,55 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,57 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$3,91 miliar dan US$1,56 miliar.
Berdasarkan provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari-September 2024 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$28,09 miliar (14,57 persen), diikuti Jawa Timur US$19,06 miliar (9,88 persen) dan Kalimantan Timur US$18,58 miliar (9,64 persen).
Tidak hanya nilai ekspor yang mengalami penurunan, nilai impor Indonesia September 2024 juga mencapai US$18,82 miliar, turun 8,91 persen dibandingkan Agustus 2024.
“Nilai impor Indonesia September 2024 mencapai US$18,82 miliar, turun 8,91 persen dibandingkan Agustus 2024 atau naik 8,55 persen dibandingkan September 2023,” kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti.
Impor migas September 2024 senilai US$2,53 miliar, turun 4,53 persen dibandingkan Agustus 2024 atau turun 24,04 persen dibandingkan September 2023. Sementara itu, untuk nonmigas September 2024 senilai US$16,30 miliar, turun 9,55 persen dibandingkan Agustus 2024 atau naik 16,29 persen dibandingkan September 2023.
Amalia melaporka sepuluh golongan barang utama nonmigas September 2024, yakni mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya mengalami penurunan terbesar senilai US$342,1 juta (14,48 persen) dibandingkan Agustus 2024.
“Sementara golongan instrumen optik, fotografi, sinematografi, dan medis mengalami peningkatan terbesar senilai US$33,5 juta (9,21 persen),” paparnya.
Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari hingga September 2024 adalah Tiongkok US$51,38 miliar (35,65 persen), Jepang US$10,53 miliar (7,31 persen), dan Australia US$7,32 miliar (5,08 persen). Impor nonmigas dari ASEAN US$25,67 miliar (17,81 persen) dan Uni Eropa US$9,43 miliar (6,54 persen).
Dia mengatakan seluruh nilai impor menurut golongan penggunaan barang selama Januari hingga September 2024 mengalami peningkatan terhadap periode yang sama tahun sebelumnya.
“Golongan bahan baku atau penolong meningkat tertinggi senilai US$4.726,5 juta (3,94 persen), diikuti barang modal US$953,5 juta (3,31 persen) dan barang konsumsi US$667,9 juta (4,26 persen),” ucapnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Irfan Teguh Pribadi