tirto.id - Sebuah video berlalu lalang di Instagram memperlihatkan potret anak tangga yang bolong-bolong di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Jembatan itu terletak di Daan Mogot, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Tak sampai menunggu hari esok, Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Rano Karno, meninjau JPO tersebut. Rano menduga anak tangga JPO yang bolong bukan karena mengalami kerusakan, melainkan dicuri oleh orang tidak bertanggung jawab.
Rano bilang, walaupun pelat baja yang dipasang pada anak tangga di JPO tersebut sudah direkatkan dengan cara dibor, namun pencuri tetap menemukan seribu cara untuk menggondol.
Kehilangan anak tangga pada JPO di Jalan Daan Mogot ini bukan kejadian perdana. Kepala Dinas Bina Marga Jakarta, Heru Suwondo, menyebut untuk wilayah Jalan Daan Mogot saja, sudah ada empat kasus pencurian bagian JPO.
“Karena kejadian kehilangan ini bukan hanya sekali ini saja. Untuk Daan Mogot ini udah sering banget. Dari tahun 2022-2023 sampai kemarin. Jadi, hitungan kami sekitar ada 4 kali [kasus] kecurian JPO yang ada di Daan Mogot,” terang Heru di Daan Mogot, Jakarta Barat, Selasa (15/4/2025).
Bahkan tak hanya di Daan Mogot, pada 2023, kasus serupa juga pernah terjadi di JPO Warung Gantung Semanan, Kalideres. Saat itu, barang yang dicuri yakni pelat besi lantai JPO. Bukan tidak mungkin kejadian pencurian juga pernah dan akan menimpa jembatan-jembatan atau fasilitas umum (fasum) lainnya. Akibatnya, fasilitas publik menjadi tidak aman, terlebih bagi kelompok rentan.
Hal itu menekankan semakin pentingnya pengawasan, apalagi jumlah JPO di Jakarta terus bertambah dari tahun ke tahun. Per 2022, ada setidaknya 342 JPO di seluruh wilayah Jakarta, baik yang sudah lama maupun baru. Lalu selama 2023, ada setidaknya 5 JPO baru dan setahun setelahnya diresmikan 4 JPO anyar bernuansa modern.
Sementara tahun ini, akan ada tiga JPO baru yang dibangun di beberapa wilayah, antara lain dua JPO di Jakarta Timur (Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Jatiwaringin Raya), serta satu JPO di Jalan Raya Pesanggrahan, Jakarta Barat.
Sehingga, jangan sampai penambahan fasum yang seharusnya merupakan langkah positif tidak diiringi dengan pemeliharan keutuhannya. Rano mengaku telah mengambil langkah untuk melakukan pengawasan fasilitas publik di wilayah kepemimpinannya.
Berkaca dari kasus pencurian yang berulang, untuk mengawasi fasilitas publik, Rano menyebut pihaknya akan memasang kamera CCTV di hampir 30 ribu titik di Jakarta. Ia mengatakan kalau pemasangan kamera CCTV itu membutuhkan biaya hingga Rp380 miliar. Untuk tahap awal, kamera CCTV akan dipasang di sejumlah taman di Jakarta. Nantinya, kamera CCTV juga bakal dipasang di tiap RT dan RW.
Selain melakukan pengawasan, Rano pun mengimbau masyarakat Jakarta untuk melaporkan temuan berbagai masalah terkait fasilitas publik lewat aplikasi Cepat Respon Masyarakat (CRM) dan Jakarta Kini (JAKI).
Lalai dan Masih Kurangnya Pengawasan
Pengamat Tata Kota, M Azis Muslim, berpendapat kalau salah satu faktor penyebab kejadian pencurian anak tangga JPO yakni kurangnya pengawasan. Pengawasan yang dimaksud bisa berupa ketiadaan petugas keamanan yang memantau dan nihilnya infrastruktur pengawasan di sekitar JPO, seperti CCTV.
“Itu tentu akan memudahkan pencurian untuk melakukan aksinya. Nah ini yang pertama kan dari sisi itu ya, bahwa hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan,” ungkap Aziz ketika dihubungi wartawan Tirto, Rabu (16/4/2025).
Faktor lain berulangnya kejadian pencurian ini yakni lemahnya penindakan. Menurut Aziz, pasal pencurian yang biasa dikenakan terhadap orang yang menyebabkan kerugian negara kurang dari Rp2,5 juta tidak menimbulkan efek jera. Padahal, penggondolan bagian dari fasum dinilai Aziz bukan hanya kehilangan barang biasa, melainkan bisa mengancam keselamatan.
Aziz juga bilang, ketika kita bicara masalah perawatan fasum memang seharusnya mencakupi pemantauan dan perawatan. Jakarta sebagai kota global dan kota metropolitan sudah semestinya menggunakan standar global.
“Nah sehingga tadi menjadi satu catatan perlu adanya perawatan yang rutin yang memang mesti dilakukan ya. Sehingga ketika memang ada perawatan, pemantauan itu bisa diketahui sejak awal ya ketika memang ada pencurian, ketika ada kerusakan ya bisa segera teridentifikasi lah ya kalau memang ada perhatian dari pemerintah,” ungkapnya.
Lain pendapat dengan Aziz, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, justru menilai penangkapan pelaku pencurian tidak akan efektif. Trubus lebih mendorong pemerintah melakukan cara-cara kolaborasi dan koordinatif.
“Jadi kalau kita hanya [menangkap] masyarakat yang ngambil [anak tangga] itu saya rasa ini tidak mudah. Kalau misalnya ditelusuri, kalau bahasa sederhana kan cuma investigasi aja ditelusuri, ditangkap orangnya. Kan kita [perlu] tidak semata-mata melakukan penindakan, tapi bagaimana mempreventifkan gitu, mencegahnya gitu,” ungkap Trubus.
Apalagi, kata Trubus, Indonesia kini sedang mengalami tekanan ekonomi yang menyebabkan masyarakat berada dalam keadaan minimnya lapangan kerja dan masalah ekonomi lainnya.
“Jadi kalau kita ngandelin hukum, ditangkap aja semua. Yang mau nangkepin siapa? Jadi lebih baik cara-cara itu aja, yang koordinatif aja, kolaborasi,” sambungnya.
Trubus pun kurang setuju dengan langkah pemasangan CCTV di area fasum. Menurutnya, upaya ini tidak terlalu berdampak sebab tidak akan menurunkan perilaku vandalisme dan pencuri bisa melakukan banyak cara untuk melancarkan aksinya.
Lebih jauh Trubus menilai, kejadian pencurian anak tangga di JPO merupakan kelalaian pemerintah daerah. Menjaga aset seharusnya juga meliputi konteks memelihara keutuhan dan keberlanjutannya.
“Nah jadi saya melihat bahwa Pemprov sendiri sepertinya kurang sungguh-sungguh gitu. Jadi bisa dibilang kurang peduli. Tapi lebih kepada ini sih, apa namanya, jadi biarin rusak nanti juga ganti lagi, supaya anggarannya cair,” kata Trubus.
Pengawasan Bisa Libatkan Partisipasi Masyarakat
Penindakan rasanya memang tidak cukup dalam membicarakan kasus pencurian barang-barang fasum. Trubus mengungkap pentingnya melakukan upaya-upaya pencegahan. Caranya yakni badan aset melakukan koordinasi atau edukasi kepada masyarakat melalui kerjasama dengan RT RW di mana aset itu berada.
“Setiap RT RW kan biasanya banyak ormas. Nah itu maksud saya RT RW harus bisa memanfaatkan itu untuk menjaga aset-aset. Kalau saran saya ke Pemprov harus membuat satu kebijakan regulasi yang terkait dengan infrastruktur aset,” ungkap Trubus.
Meski ada beberapa peraturan daerah (Perda) terkait fasum, salah satunya yakni Perda Jakarta Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum, masalahnya, menurut Trubus, implementasi di lapangannya tidak mudah.
Aziz sebagai pengamat tata kota menyampaikan beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah dalam menyiapkan fasum. Pertama yaitu desain yang aman dan mudah diakses oleh semua orang, termasuk anak-anak, lansia dan kelompok difabel.
Selain itu, untuk memberikan fasilitas umum juga harus melibatkan partisipasi masyarakat. Senada dengan Trubus, Aziz mengatakan, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam hal pengawasan perawatan fasum. Karena mereka yang menikmati dan memanfaatkannya, harusnya juga ada rasa memiliki terhadap fasilitas umum tersebut.
“Nah tapi rasa kepemilikan tadi bukan berarti dia bisa menguasai atau bisa memiliki gitu ya. Seperti penggunaan lahan untuk usaha komersil dan lain sebagainya, tidak seperti itu. Tapi rasa memiliki itu dihadirkan untuk memastikan bahwa fasilitas umum itu bisa berfungsi sebagaimana rencana awalnya,” sambung Aziz.
Dengan begitu, fasum akan lebih efektif ketika ada partisipasi masyarakat di situ. Masyarakat lah yang berperan sebagai pihak yang dilibatkan di dalam pengawasan terhadap keberadaan fasum dan sebisa mungkin mereka diajak terlibat pula dalam perawatannya.
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Anggun P Situmorang