tirto.id - Kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS), Nancy Pelosi ke Taiwan membuat ketegangan politik baru. Buntutnya hubungan AS dan Cina kembali memanas.
Ketegangan geopolitik tersebut bahkan diperkirakan akan berdampak lebih buruk bagi Indonesia dibanding konflik Ukraina dan Rusia. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan eskalasi luar biasa tersebut tidak hanya menimbulkan dampak dari sisi keamanan saja tetapi politik hingga ekonomi dunia.
"Di dalam perang geopolitik ini instrumen ekonomi menjadi instrumen perang seperti sanksi ekonomi yang terjadi. Sehingga dampaknya tidak hanya dari sisi militer, keamanan, namun juga dari sisi ekonomi dan keuangan," kata Sri Mulyani dalam Kuliah Umum UI dalam rangka Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2022 di Jakarta, Senin (8/8/2022).
Bendahara Negara itu menekankan, dengan dunia memiliki geopolitik luar biasa besar, maka seluruh negara akan merasa tidak aman. Ketidakamanan ini mengancam hubungan antar negara yang sebelumnya selama tiga dekade di bawah asumsi dunia akan saling berhubungan, baik secara perdagangan investasi, lalu lintas manusia, modal, barang, dan informasi.
Sri Mulyani mengatakan dengan kondisi geopolitik yang penuh dengan kompetisi dan juga potensi perang, menimbulkan semua negara untuk semakin mencari hal bisa meningkatkan ketahanan dari perekonomiannya masing masing. Bahkan kini banyak negara dunia telah melakukan reviu hubungan antar negara.
"Artinya proteksionisme akan semakin besar, blok akan semakin menguat hubungan investasi perdagangan tidak lagi didasarkan kepada flow of good dan capital serta manusia dan bebas, namun sudah diperhitungkan dari sisi geopolitik," katanya.
Tidak Berdampak Langsung Bagi Indonesia
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan, perseteruan antara Cina dan Taiwan belum berdampak langsung bagi Indonesia. Mengingat ketegangan ini masih berupa narasi-narasi saja.
"Saya yakin sampai saat ini relatif dengan situasi belum menyeret ke mana-mana. Jadi ini narasi temperatur saja naik turun," kata dia dalam Konferensi Pers Perkembangan Perekonomian Indonesia Terkini di Kantornya, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Airlangga menilai, konflik tersebut sebagai perseteruan klasik antara AS dan Cina. Karena Cina telah berupaya menjadi negara nomor satu menggantikan AS.
"Ini kita lihat sebagai tantangan negara nomor dua menjadi nomor satu, dan itu sudah relatif klasik," ungkapnya.
Lebih lanjut, Airlangga mengatakan konflik Cina dan AS ini tidak terlepas dari perang dagang tentang nilai tambah. Mengingat Taiwan merupakan produsen utama dari produk semi konduktor.
"Kita ketahui bahwa Taiwan ini salah satu produsen atau nadinya dari digital dengan produksi semikonduktor," pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin