Menuju konten utama

Spekulasi dari Kebijakan Jokowi yang Rajin Tambah Staf Khusus Baru

Presiden Jokowi punya 11 staf khusus presiden yang fungsinya dianggap telah dimiliki KSP dan kementerian atau lembaga.

Spekulasi dari Kebijakan Jokowi yang Rajin Tambah Staf Khusus Baru
Presiden Joko Widodo yang mengenakan jaket Asian Games saat menerima pengurus OSIS SMA berprestasi se-Indonesia di Bogor, Kamis (3/5). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Keputusan Presiden Jokowi menambah empat orang staf khusus presiden sejak pertengahan Mei 2018 dinilai ada kaitannya dengan Pemilu 2019. Jokowi dianggap panik dalam menghadapi Pemilu karena tidak jalannya strategi politik mantan gubernur DKI Jakarta ini.

“Menurut saya ini [pengangkatan staf khusus] jawaban dari kepanikan. Menambah human resource (sumber daya manusia) itu biasanya digunakan sebagai strategi terakhir,” kata analis komunikasi politik dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Hendri Satrio kepada Tirto, Jumat (25/5).

Hendri tidak yakin upaya penambahan empat orang staf khusus presiden bisa berfungsi efektif dalam melancarkan strategi politik. Alasan Hendri mengacu pada kenyataan fungsi dari staf khusus ini selama ini bisa dilayani oleh Kantor Staf Presiden (KSP). Ia menilai penambahan empat orang staf khusus hanya akan menimbulkan tumpang tindih, alih-alih memperkuat strategi politik.

“[Staf khusus] yang diangkat saat ini sebetulnya [fungsinya] sudah ada. Bahkan KSP (Kantor Staf Kepresidenan) pun sudah memiliki deputi yang dimiliki staf khusus saat ini," kata Hendri.

Pendiri lembaga survei KedaiKOPI itu menyebut, saling tubruk tugas staf khusus bakal tak hanya terjadi dengan KSP. Keberadaan staf khusus akan bersinggungan dengan tugas pokok dan fungsi dengan para menteri di Kabinet Kerja.

Hendri mencontohkan, staf khusus presiden yang membidangi urusan agama tak beda jauh fungsinya dengan Menteri Agama, sebagai pembantu presiden. Staf khusus di bidang komunikasi juga dianggapnya menabrak tugas dan fungsi Menteri Komunikasi dan Informatika.

"Jadi kalau berkembang wacana publik ini menghamburkan uang, bisa demikian. Tapi yang jelas [tugas staf khusus] sangat tumpang tindih. Kami melihatnya bukan sebuah rencana yang strategis untuk memperkuat pemerintahan Jokowi saat ini,” ujar Hendri.

Para staf khusus yang baru diangkat Jokowi pertengahan Mei ini adalah Abdul Ghofarrozin, Siti Ruhaini Dhzuhayatin, Adita Irawati, dan Ahmad Erani Yustika.

Abdul Ghofarrozin merupakan putra ulama karismatik (Alm) KH. Ahmad Sahal. Menurut Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, Abdul Ghofarrozin bertugas mendampingi Jokowi ketika berkunjung ke pondok-pondok Pesantren, Madrasah, dan lingkungan lainnya.

Kedua, Ruhaini Dzuhayatin Siti yang merupakan tokoh Islam sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia. Ia menjadi staf khusus Presiden untuk keagamaan bersifat internasional.

Selanjutnya Adita Irawati, mantan Vice President Corporate Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), bertugas membantu Jokowi membenahi komunikasi yang ada di Kementerian/Lembaga (K/L).

Ahmad Erani Yustika yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dijadikan staf khusus Presiden bidang ekonomi. Sehingga hingga sekarang Jokowi telah memiliki 11 staf khusus dari sebelumnya hanya tujuh orang.

Infografik CI Tim Sukses jokowi jelang 2019

Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP Ali Mochtar Ngabalin membantah tumpang tindih kerja antara staf khusus dengan lembaga lain di bawah presiden seperti kementerian dan KSP. Ia mengklaim keberadaan staf khusus presiden justru melengkapi keberadaan KSP dan K/L.

“Kami di KSP 'memasak' beberapa 'masakan' yang sudah dilakukan para menteri. Kemudian nanti stafsus dengan beberapa orang yang ditunjuk menyampaikan hasil pencapaian pemerintah," ujar Ngabalin kepada Tirto.

Melawan Isu Miring

Politikus Golkar itu mengakui tugas empat staf khusus baru Jokowi adalah melawan segala tuduhan dan isu miring tentang pemerintah. Penambahan empat staf baru dilakukan tahun ini karena menurut Ngabalin, Presiden Jokowi butuh orang untuk melawan maraknya isu-isu miring terhadap pemerintah.

Ngabalin memastikan tak ada kaitan antara penambahan staf khusus presiden dengan semakin dekatnya Pemilu 2019. Ia meminta masyarakat tetap berpikir positif dan tak mengaitkan tambahan tenaga di lingkungan Istana dengan tahun politik.

“Enggak ada [hubungan dengan pemilu 2019]. Dia (presiden) yang mau, merasa perlu di-backup, perlu stafsus bidang ini, itu. Karena mereka komunikasi dengan presiden itu setiap saat," ujar Ngabalin.

Pendapat Ngabalin senada dengan Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno. Menurutnya, tambahan staf khusus karena Jokowi merasa butuh lebih intensif mengkomunikasikan program dan hasil-hasil pembangunannya selama ini.

Hendrawan mengatakan selama ini banyak informasi yang kerap didistorsi dan dibelokkan. Sehingga pemerintah ingin meningkatkan kualitas komunikasi dan meminimalisir peluang adanya distorsi informasi.

“Selama ini KSP diisi lebih banyak orang dengan latar belakang akademisi, sehingga sering tidak sigap merespons pemutarbalikkan informasi. Istilahnya, kepekaan politiknya rendah. Harus diimbangi dengan orang-orang lapangan yang rajin komunikasi dengan banyak pihak. Soal anggaran, tentu sudah diperhitungkan," ujar Hendrawan.

Reaksi Oposisi

Perwakilan istana dan PDIP memang menyangkal hubungan pengangkatan staf khusus presiden dengan Pemilu 2019. Namun Gerindra sebagai oposisi tetap menaruh kecurigaan.

Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade mempertanyakan keputusan Jokowi itu. Ia curiga soal kepentingan Jokowi tak mengoptimalkan peran pembantunya di Sekretariat Negara dan KSP. Andre menyebut tambahan staf khusus presiden bertendensi kepentingan politik jelang Pemilu 2019.

"Kenapa presiden tidak mengoptimalkan jajaran di kabinet saja. Kalau melihat seperti adanya staf khusus bidang Pesantren, besar kemungkinan ini untuk kepentingan Pemilu 2019. Presiden ingin membangun persepsi bahwa beliau dekat dengan umat Islam," ujar Andre kepada Tirto.

Menurut pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, masyarakat harus bersabar melihat dampak dari keberadaan empat staf khusus. Emrus mengingatkan bahwa penugasan staf khusus baru bisa dicap gagal jika tak ada dampak positif yang dirasa masyarakat ke depan.

Ia menganggap tambahan staf khusus saat ini karena adanya perubahan masalah yang dihadapi pemerintah sekarang dibanding saat masa awal Presiden Jokowi bertugas.

"Kita lihat saja kinerja mereka ke depan," kata Emrus.

Baca juga artikel terkait STAF KHUSUS PRESIDEN atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Muhammad Akbar Wijaya