Menuju konten utama

Solat Ied Pertama di Masjid Anyar Alaska

Setelah diresmikan tahun 2015, tahun ini mesjid pertama di Alaska sudah bisa digunakan untuk Salat Idul Fitri.

Solat Ied Pertama di Masjid Anyar Alaska
Masjid Pertama di Alaska. Foto/alaskamasjid

tirto.id - Minggu pagi di Alaska, suhu udara sekitar 17 derajat celcius, cukup sejuk untuk sebuah musim panas. Bangunan masjid dengan latar pemandangan gunung siap menampung umat Islam yang akan melaksanakan salat Idul Fitri.

Bertahun-tahun, sampai tahun lalu, umat Islam di Alaska selalu menyewa gedung serbaguna untuk salat hari raya. Mereka tak punya masjid yang bisa menampung seluruh penduduk beragama Islam di Alaska.

Alaska, negara bagian terbesar di Amerika, memiliki total populasi sekitar 700 ribu orang. Negara bagian itu juga menjadi negara dengan populasi sangat beragam. Lebih dari 90 bahasa digunakan di wilayah yang dibeli Amerika Serikat dari Rusia itu.

Sebanyak 0,5 persen dari total populasi di Alaska atau sekitar 3.000 penduduk, beragama Islam. Mereka berasal dari berbagai suku dan ras. Ada imigran dari negara-negara Timur Tengah, dari Asia termasuk Indonesia, dari Afrika, Eropa, dan Amerika itu sendiri.

Dua tahun lalu, sebuah masjid di Anchorage—kota terbesar di Alaska—diresmikan dan mulai digunakan. Ia adalah masjid pertama di negara bagian itu. Sebelumnya, komunitas Muslim Alaska hanya menyewa flat atau apartemen untuk dijadikan tempat ibadah berjamaah.

Masjid yang dibangun di bawah naungan Islamic Community Center of Anchorage Alaska (ICCAA) itu sebenarnya sudah dipikirkan dan diwacanakan sejak 15 tahun lalu. Hanya saja, realisasinya baru dimulai pada 2010.

ICCAA menyebutkan biaya pembangunan masjid itu sekitar $3 juta. Tahun 2014, setahun sebelum masjid mulai digunakan, dana yang terkumpul baru $2 juta. Saat itu, ICCAA membutuhkan $1 juta lagi untuk menyelesaikan pembangunan aula atau ruang serbaguna.

Tahun ini, uang itu sudah terkumpul, aula sudah bisa digunakan, dan untuk pertama kalinya, umat Muslim Alaska akan menggelar salat ied di bersama-sama di masjid pertama itu.

Infografik Masjid Pertama di Alaska

Masjid anyar itu dibangun di Selatan Anchorage. Anchorage bukanlah ibukota Alaska, tetapi ia merupakan kota terbesar di negara bagian itu. Bangunan masjid bertetangga dengan gereja Korean Presbyterian, sebuah restoran Cina, dan beberapa bengkel mobil. Ia dibangun di atas tanah seluas 6.500 meter persegi. Tanah yang berbatasan dengan jalan Raya Seward Tua dan Jalan 80 itu dibeli seharga $600 ribu.

Dari luar, masjid di Alaska itu tak tampak seperti bangunan masjid pada umumnya yang memiliki kubah dengan pilar-pilar mewah. Ia menggunakan gaya arsitektur minimalis dan didesain sangat tertutup untuk menjaga kehangatan di dalamnya, terlebih di musim dingin.

Ruangan tempat salat terdiri dari dua lantai. Laki-laki di lantai satu, sedangkan perempuan di lantai dua. Sebuah balkon disediakan di lantai dua agar jemaah perempuan bisa melihat sang imam.

Dalam komplek masjid, ada juga kelas-kelas, perpustakaan, dan ruangan kantor. Jadi, mesjid tak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat studi Islam. Mesjid pertama di Alaska itu sebenarnya sudah bisa digunakan sejak 2015, tetapi belum siap untuk menampung jemaah salad Ied. Tahun ini, untuk pertama kalinya, ia dipakai untuk salat ied.

Masjid pertama di Alaska itu berjarak sekitar 11 kilometer dari kediaman Amalia Hakeem, salah satu warga Indonesia di Alaska. Ini adalah Lebaran ke sembilannya di Alaska. Amalia antusias sekali menyambut lebaran tahun ini karena untuk pertama kalinya, umat Islam Alaska akan berkumpul di mesjid pertama yang mereka bangun bersama. “Jadi kami enggak perlu nyewa function hall atau recreation center lagi,” kata Amalia.

Setelah melaksanakan salat Ied di masjid, warga Indonesia di Alaska akan berkumpul di salah satu rumah untuk makan siang. Masing-masing dari mereka membawa makanan, lalu dikumpulkan, dan dimakan bersama. Menurut Amalia, ritual berkumpul setelah salat Ied itu cukup ampuh untuk mengobati rindu akan lebaran di tanah air.

Kegiatan kumpul bersama itu, sambung Amalia, bukan hanya bagi warga Indonesia yang beragama Islam. Semua warga Indonesia, apapun agamanya akan ikut berkumpul bersama. “Dan uniknya, biasanya halal bi halal ini diadakan di rumah Indonesian family friends yang non muslim,” katanya.

Baca juga artikel terkait SHALAT IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti