tirto.id - Penerapan soal dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skills (HOTS) pada Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun ini meninggalkan keluh kesah para pesertanya. Fitrah Ramadhansyah (18), siswa SMA di Bogor yang baru lulus tahun ini mengatakan tingkat kesulitan UNBK lebih sulit dari ujian Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Fitrah mengatakan nilai hasil UNBK tahun 2018 ini di sekolahnya banyak yang di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). "Parahlah pokoknya," kata Fitrah.
Selain itu Fitrah juga mengaku banyak soal yang diujikan saat UNBK tidak pernah dipelajari di kelas sebelumnya. "Di pelajaran matematika ada yang belum dipelajari," katanya.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Nizam, dalam "Penilaian untuk Pembelajaran Abad 21" (PDF) menampilkan contoh soal HOTS matematika pada UN tahun 2016 sebagai berikut:
Saat soal tersebut ditunjukkan kepada Fitrah, ia mengaku menemukan soal yang modelnya seperti itu saat ujian, tapi bentuk dan gambarnya berbeda. Namun, ia merasa tidak pernah diajari contoh soal serupa dalam proses belajar-mengajar di kelas.
Apakah benar negara tak menggariskan soal HOTS dalam kurikulum? Dalam kisi-kisi UN SMA tahun 2017/2018, terdapat penjelasan tentang level kognitif dari lingkup materi yang akan diujikan. Misalnya pada mata pelajaran matematika. Dalam kisi-kisi tersebut, terdapat empat lingkup materi yang menjadi kisi-kisi, yakni aljabar, kalkulus, geometri dan trigonometri, serta statistika.
Kisi-kisi tersebut juga menjelaskan kemampuan yang harus dimiliki siswa dari berbagai level kognitif. Dalam lingkup materi statistika misalnya, siswa harus dapat memiliki kemampuan memahami konsep dasar pada topik:
1. Penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, dan grafik,
2. Ukuran pemusatan, letak, dan penyebaran data,
3. Kaidah pencacahan
4. Peluang suatu kejadian
Pada level kognitif aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan mengaplikasikan konsep statistik dan peluang dalam masalah kontekstual dari keempat topik tersebut.
Selanjutnya, pada level kognitif penalaran, siswa harus memiliki kemampuan bernalar seperti menganalisis, menyimpulkan, menginterprestasi, memprediksi, dan mensintesis. Pada wilayah inilah soal-soal HOTS ini berada.
Jadi, sesungguhnya pendidikan di Indonesia sudah membidik tujuan yang menyiratkan kemampuan berpikir level tinggi. Persoalannya, apakah siswa sehari-hari sungguh-sungguh dilatih menuju ke sana dengan latihan soal yang sesuai?
Simulasi Soal HOTS
Jika memang sekolah tak benar-benar melatih siswa dengan soal-soal HOTS, siswa dan orangtua bisa belajar mandiri dengan bantuan internet. Pada situsweb Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud terdapat layanan simulasi soal kemampuan berpikir orde tinggi atau HOTS. Pada simulasi tersebut tersedia empat unit soal, yakni matematika, membaca, sains, dan finansial.
Pada simulasi soal matematika, misalnya, terdapat tujuh jenis soal. Masing-masing soal tersebut memiliki kesulitan yang berbeda. Dalam soal tentang "Populasi Penduduk Tiongkok", misalnya, ada soal-soal dengan level kesulitan meningkat. Terdapat empat bagian soal.
Pada bagian pertama, siswa diperintahkan melihat data populasi penduduk Tiongkok yang sudah disediakan, kemudian memilih pada kelompok umur berapa Tiongkok memiliki jumlah penduduk terbesar di tahun 2010.
Lalu, pada bagian kedua, siswa diberi perintah: berdasarkan data yang ada, pada kisaran usia berapa saja jumlah penduduk mengalami kenaikan.
Di bagian ketiga, siswa diminta memberi pendapat terhadap suatu pernyataan. Ada daftar pernyataan yang disajikan, dan siswa harus memilih apakah sebuah pernyataan benar atau salah. Contohnya adalah pernyataan: "Populasi penduduk laki-laki dan perempuan pada tahun 2010-2050 memiliki kecenderungan tetap pada usia kurang dari 25 tahun." Siswa harus memilih jawaban, apakah pernyataan itu "benar" atau "salah".
Di bagian terakhir, bagian keempat, soalnya semakin sulit. Perintah dalam bagian terakhir pada soal ini adalah, "Berapakah kisaran persentase penduduk laki-laki Tiongkok yang berusia 50-54 tahun pada tahun 2010 yang bertahan hidup sampai tahun 2050? Tuliskan langkah jawabanmu!"
Mengapa HOTS?
Menurut Guru Besar ITB dalam bidang matematika, Iwan Pranoto, soal HOTS harus mengandung analisis, evaluasi, dan mencipta. Tiga hal yang disebut Iwan adalah tiga tahap tertinggi pendidikan dalam taksonomi Bloom. Menurut ahli pendidikan Benjamin Bloom, terdapat beberapa tujuan pendidikan, yakni menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Nizam, juga menjelaskan bahwa HOTS merupakan konsep kecakapan berpikir yang dikembangkan berdasar model taksonomi Bloom. Siswa, katanya, harus punya kemampuan berpikir orde tinggi untuk menyelesaikan masalah yang kompleks, berpikir kritis dan rasional. Mereka juga mesti bisa menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
“Anak-anak kita harus didorong dan dikembangkan kemampuan berpikir orde tingginya, tidak sekadar menghafal pelajaran dan pengetahuan, tapi mampu menganalisis, mensintesa, dan mencipta,” ujarnya.
Menurut Nizam, apabila anak-anak dibiasakan dengan soal-soal yang menantang, potensi mereka bisa terpacu untuk berkembang. “Pengenalan HOTS di kelas ibaratnya memberi pupuk agar benih potensi berpikir kritis, kreatif."
Penulis: Ramdan Febrian
Editor: Maulida Sri Handayani