Menuju konten utama

Soal Polusi Udara, Jakarta Masih Tempati Posisi 1 Dunia Senin Pagi

Data AirVisual: Jakarta kembali menjadi juara dunia soal polusi udara, Senin (29/7/2019).

Soal Polusi Udara, Jakarta Masih Tempati Posisi 1 Dunia Senin Pagi
Warga berjalan dengan menggunakan masker di jalur pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (11/7/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

tirto.id - Awal pekan menjelang, kondisi polusi udara masih belum membaik dan Jakarta kembali menempati ranking atau posisi 1 dari seluruh kota besar di dunia untuk urusan polusi udara.

Dari pantauan laman AirVisual, Senin (29/7/2019), indeks kualitas udara (AQI) Jakarta mencapai angka 189 atau termasuk kategori tidak sehat (151-200) dengan kandungan polutan PM2.5 129.9 mikrogram/m³.

Berdasarkan lokasi lebih rinci, kawasan Rawamangun menjadi daerah dengan polusi tertinggi dengan indeks kualitas udara mencapai 213 atau kategori sangat tidak sehat.

Sebagai catatan, ambang batas normal yang ditetapkan WHO untuk kandungan polusi PM2.5 adalah 25 mikrogram/m³ dan ambang batas normal polusi PM2.5 yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup adalah 65 mikrogram/m³.

Atas hal ini, warga Jakarta disarankan untuk menggunakan masker ketika beraktivitas di luar ruangan, tidak berolahraga di luar ruangan, dan tidak membuka jendela.

Sementara itu, posisi kedua untuk urusan polusi udara ditempati oleh Kota Dubai, UEA dengan indeks kualitas udara 151 (tidak sehat), disusul oleh Kota Tashkent, Uzbekistan dengan indeks kualitas udara 124 (tidak sehat untuk kelompok sensitif).

Peneliti lingkungan sekaligus Direktur Koalisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menilai, kualitas udara di Jakarta lebih buruk saat malam hari daripada saat siang hari.

Hal tersebut, kata pria yang akrab disapa Puput ini, dikarenakan polutan udara kotor dari knalpot dan cerobong pabrik yang sedari pagi hingga sore terbang ke atas, ketika malam hari kembali ke bawah dan berada di sekitar masyarakat.

Hal tersebut yang membuat keadaan kualitas udara di malam hari jauh lebih buruk, kata Puput.

"Jadi begitu ada kegiatan di pagi hari, [polutan] keluar dari knalpot, cerobong pabrik, dengan temperatur udara yang meningkat, ini ada kecenderungan naik. Mereka naik ke atas, ke atmosfer, kemudian di malam hari mereka akan turun lagi," kata Puput saat diskusi bersama para wartawan terkait kualitas udara yang buruk di kantor KPBB, Sarinah, Jakarta Rabu (24/7/2019) sore.

Ketika temperatur sudah turun dan jarang ada kegiatan memproduksi polutan di malam hari, ujar Puput, polutan akhirnya turun kembali ke daratan.

"Nah, sesungguhnya di situ kalau dalam konteks dari berbagai hasil pemantauan, baik yang dilakukan Pemda DKI Jakarta atau Kementerian LHK, atau Kedutaan Amerika Serikat, itu sama, hasilnya di malam hari memang tinggi," katanya.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno