tirto.id - Mantan Ketua KPK Abraham Samad buka suara atas petisi yang dikeluarkan pegawai kedeputian penindakan KPK. Menurutnya, petisi itu muncul karena ada kegelisahan pegawai KPK atas pembiaran-pembiaran pelanggaran etik.
"Mungkin ada kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan pejabat struktural, kelihatannya itu pun tidak ada tindak lanjut yang konkret, karena itu lah mungkin kegelisahan itu, kegalauan itu yang dialami anak-anak saya di KPK," kata Abraham di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (11/4/2019).
Untuk itu, ia menilai pimpinan KPK saat ini harus menegakkan aturan etik secara transparan untuk merespons gejolak di internal.
Menurut dia, hal itu penting untuk mengungkap apa yang jadi penyebab hambatan-hambatan yang dialami penyidik.
"Sidang kode etik itu sangat menentukan untuk membuka apa sebenarnya yang terjadi itu harus dibuka umum," ungkap dia.
Belakangan beredar petisi dari pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berada di bawah naungan Kedeputian Penindakan. Dalam petisi itu, penyidik dan penyelidik KPK mengeluhkan hambatan-hambatan yang muncul dalam penanganan kasus korupsi.
Dalam petisi itu, para pegawai penindakan KPK menyebut ada pihak yang sengaja mengulur-ulur proses gelar perkara (ekspose) hingga kurun waktu yang tidak jelas. Hal ini mengakibatkan kegagalan KPK untuk mengembangkan perkara korupsi ke pejabat yang lebih tinggi.
Selain itu, penyidik merasa sering terjadi kebocoran informasi soal OTT yang mengakibatkan kegagalan. Kebocoran ini dinilai dapat mengakibatkan ketidakpercayaan antara masing-masing personel di KPK. Tak hanya itu, hal ini dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi keselamatan penggawa KPK.
Tak hanya itu, penyidik dan penyelidik juga sering dipersulit untuk memanggil saksi tertentu. Bahkan mereka pun dipersulit untuk menggeledah lokasi tertentu, dan permohonan untuk mencegah bepergian keluar negeri juga seringkali ditolak.
Terakhir, para pegawai KPK juga menilai ada pembiaran terhadap pelanggaran berat yang dilakukan beberapa pihak di penindakan. Selain itu, penanganan masalah etik di Pengawas Internal juga dinilai tidak transparan.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto