tirto.id - Cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin mengaku prihatin dengan kasus dugaan pembunuhan di kawasan Yigi, Kabupaten Nduga, Papua. Kasus ini diduga melibatkan kelompok bersenjata yang menuntut kemerdekaan Papua.
Menanggapi hal ini, Ma'ruf menegaskan tuntutan kelompok yang melakukan serangan itu bisa didialogkan dengan pemerintah selama tak terkait dengan pemisahan diri dari Republik Indonesia.
"Saya kira dialog itu selalu terbuka untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa. Dan tentu ada batasan-batasannya dalam kerangka NKRI. NKRI itu harga mati," kata Ma'ruf di kediamannya, kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (6/12/2018).
"Sudah ada otonomi khusus untuk Papua. Otonomi khusus [Papua] ini kurangnya di mana? [hal ini] Bisa didialogkan, tapi ada limitatifnya [batasan], sepanjang itu masih dalam kerangka NKRI," dia menambahkan.
Meski demikian, Ma'ruf belum memastikan pelaku penyerangan di Nduga adalah bagian gerakan separatis.
"Karena itu kita serahkan kepada pemerintah untuk memberikan penilaian yang utuh. Hari ini kita menyebutnya masih KKB," katanya.
Beredar kabar terkait siapa kelompok yang mendalangi pembunuhan di Nduga, Papua. Kelompok tersebut ialah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Kabar tersebut disebarkan Sebby Sambom, yang mengklaim sebagai juru bicara komando nasional TPNPB-OPM.
"Panglima Daerah Tentara Pembebasan Nasional Papaua Barat (TPNPB) Makodap III Ndugama Tuan Egianus Kogeya menyatakan bertanggung jawab terhadap penyerangan Zipur [Zeni Tempur atau istilah mereka TNI] pekerja Jembatan Kali Aurak, Kali Yigi dan, Pos TNI [Yonif 755/Yalet] Distrik Mbua," bunyi rilis Sebby yang diterima Tirto hari Rabu (5/12/2018).
TPNPB-OPM mengaku sudah lebih dari tiga bulan berpatroli dan memantau pekerja Jembatan Kali Aurak, Kali Yigi, dan Pos TNI Distrik Mbua. Menurut mereka semua pekerja proyek yang terbunuh dalam insiden di Nduga bukan warga sipil, melainkan anggota TNI.
"Karena kami tahu bahwa yang bekerja selama ini untuk jalan Trans [Papua] dan jembatan-jembatan yang ada sepanjang Jalan Habema, Juguru, Kenyam, Batas Batu adalah murni anggota TNI, Zipur," lanjut rilis itu.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai, pelibatan tokoh masyarakat setempat sangat penting dalam penanganan kasus ini.
"Kami menyarankan kepada Kepolisian RI untuk tidak hanya gandeng TNI tapi juga tokoh masyarakat dan Pemda yang lebih tahu kondisinya seperti apa. Ini sangat penting," kata Beka di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu kemarin.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom