tirto.id - Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jumeri menagaskan sudah ada protokol kesehatan saat terjadi terjadi klaster penularan COVID-19 di sekolah.
“Protokol terkait risiko klaster sekolah ini juga sudah jelas dan ketat diatur di dalam SKB 4 Menteri, termasuk di dalamnya pemerintah daerah menutup sekolah, menghentikan PTM Terbatas, melakukan testing, tracing, dan treatment (3T) jika ada temuan kasus positif COVID-19,” kata Jumeri dalam keterangan resmi yang diterima reporter Tirto, Kamis (23/9/2021).
Jumeri menjelaskan bahwa sejak awal pandemi tahun 2020 lalu hingga saat ini, ada 45.284 atau 97,2% satuan pendidikan terlapor aman menjalankan PTM Terbatas. Sementara dari total 46.580 satuan pendidikan yang telah melaksanakan PTM Terbatas, jumlah laporan terkait penularan COVID-19 yaitu sebesar 2,8% atau 1.296.
Kemendikbudristek mengimbau agar sekolah mengedepankan prinsip kehati-hatian untuk memastikan kesehatan dan keselamatan menjadi yang utama saat melaksanakan PTM Terbatas. Kemendikbudristek juga selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pemantauan sekolah yang melaksanakan PTM Terbatas.
“Kami juga akan terus menyampaikan pembaruan data secara transparan untuk kesuksesan PTM Terbatas, mengingat bahwa pembelajaran jarak jauh berkepanjangan dapat berdampak negatif bisa menyebabkan anak-anak Indonesia sulit mengejar ketertinggalan,” jelasnya.
Dari data Kemendikbudristek per 19 September 2021, saat ini baru 42 persen satuan pendidikan yang berada di level 3, 2, dan 1 selama pemberlakukan PPKM yang menyelenggarakan PTM Terbatas.
Jumeri menambahkan bahwa peranan pemerintah daerah juga sangat penting untuk menyukseskan PTM Terbatas. “Kami sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah memberikan izin bagi satuan pendidikan di level 1-3 untuk melaksanakan PTM Terbatas, tentunya dengan protokol dan aturan sesuai Inmendagri PPKM dan SKB 4 Menteri.”
Meski demikian, ia memahami kondisi setiap sekolah dan wilayah di Indonesia sangat beragam sehingga tidak mungkin disamaratakan. Sekolah akan tetap melayani murid sesuai dengan kesanggupannya untuk bisa mengikuti model pembelajaran yang sesuai, baik itu PTM Terbatas dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
“Anak-anak bisa tetap belajar dari rumah jika orang tua belum yakin dan belum memberikan izin untuk mengikuti PTM Terbatas. Saya tekankan bahwa tidak ada proses menghukum dan diskriminasi bagi anak-anak yang belajar dari rumah,” kata Jumeri.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Gilang Ramadhan