Menuju konten utama

Soal Indeks Persepsi Korupsi RI, KPK: 88% Koruptor Aktor Politik

Pimpinan KPK menyatakan skor Indonesia pada Indeks Persepsi Korupsi 2018 belum membaik secara signifikan karena banyak koruptor masih berasal dari kalangan pejabat publik. 

Soal Indeks Persepsi Korupsi RI, KPK: 88% Koruptor Aktor Politik
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberikan keterangan pers tentang tanggapan KPK terhadap RKUHP di gedung KPK, Kamis (30/5/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Skor Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada 2018 tidak banyak mengalami perbaikan dari tahun 2017.

Transparency International Indonesia (TII) mencatat skor Indonesia pada indeks itu ialah 38, atau hanya naik satu poin, dan berada di peringkat 89.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menilai skor tersebut mengonfirmasi temuan lembaganya selama ini. Menurut dia, mayoritas pelaku korupsi di Indonesia masih didominasi oleh aktor politik.

"88 persen yang menjadi aktor korupsi Indonesia adalah aktor-aktor politik, [seperti] DPR, Bupati, Gubernur. Yang dipilih secara politik," kata Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Syarif menjelaskan masih banyaknya pejabat publik yang terlibat dalam kasus korupsi membuat skor Indonesia pada indeks CPI belum membaik secara signifikan.

"Seharusnya yang memberi contoh itu adalah aktor-aktor politik, tetapi mereka yang merusak itu," kata Syarif.

Dia juga mengeluhkan dukungan minim dari sebagian anggota legislatif terhadap pencegahan korupsi. Sebab, ia mencatat lembaga dengan tingkat kepatuhan terendah dalam menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2018 justru DPRD di empat provinsi.

Pernyataan Syarif merujuk pada tidak adanya pelaporan LHKPN dari anggota DPRD DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulwesi Tengah dan Lampung selama 2018. Bahkan, kata dia, jumlah pelapor LHKPN dari DPRD DKI Jakarta justru lebih rendah dari DPRD Papua yang mencapai 2,2 persen.

"Jadi bagaimana kita mau memperbaiki, tapi orang orang terpilih ini tidak memberi contoh. Sudah yang ditangkap 88 persen adalah aktor politik, yang belum ditangkap pun tak mau lapor LHKPN," ujar dia.

Syarif membandingkan Indonesia dengan pencegahan korupsi di Armenia. Di negara itu, setiap pejabat publik diminta melaporkan harta kekayaan. Apabila data yang dilaporkan salah, kekayaan pejabat bisa diusut sumbernya dan dirampas negara jika ditemukan unsur pelanggaran hukum.

Sementara di Indonesia, pejabat yang tidak melaporkan LHKPN atau datanya salah hanya mendapatkan sanksi administratif.

"Oleh karena itu kita minta anggota DPR untuk memperbaiki regulasi yang berhubungan dengan antikorupsi, tapi masalahnya kita harus memercayakan sesuatu pada mereka yang tak patuh. Jadi, memang nafasnya harus panjang," kata Syarif.

Menurut Manajer Riset TII, Wawan Suyatmiko skor Indonesia pada Indeks Persepsi Korupsi tahun 2018 sama dengan Bosnia Herzegovina, Srilanka, dan Swaziland.

Di Asean, skor Indonesia masih di bawah Singapura (85), Brunei Darussalam (63) dan Malaysia (47). Sementara di level global, skor Indonesia masih di bawah angka rata-rata CPI internasional.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom