Menuju konten utama

Soal Harta Pejabat Tak Wajar, Kemenkeu Siapkan Sanksi Disiplin

Kemenkeu siapkan sanksi disiplin pegawai, sementara kasus yang terkait hukum diserahkan ke aparat.

Soal Harta Pejabat Tak Wajar, Kemenkeu Siapkan Sanksi Disiplin
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menuturkan, pihaknya saat ini hanya sebatas berwenang menjatuhkan sanksi disiplin kepada pegawai kementerian yang terbukti melanggar aturan. Menurut dia, jika ada pegawai Kementerian Keuangan diduga melakukan tindak pidana, akan dilimpahkan ke penegak hukum.

“Kami laksanakan tugas berdasarkan UU ASN Nomor 5 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021, mengenai disiplin pegawai negeri sipil. Di sini hukuman-hukuman yang kami lakukan mengacu UU dan PP tersebut,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2023).

Menurut Sri Mulyani, hukuman terberat yang bisa dijatuhkan Kemenkeu adalah penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, serta pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

“Karena Kementerian Keuangan adalah bendahara negara, kami bukan penegak hukum. Jadi dalam hal ini kalau ada suatu kasus yang menyangkut tindakan hukum, itulah yang kita sampaikan ke APH (aparat penegak hukum)," ujar Sri Mulyani.

“Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Itu hukuman yang terberat di dalam PP Nomor 94 Tahun 2021. Kalau kami merasa hukuman itu tidak terlalu berat, ya saya sampaikan kepada Pak Mahfud, apakah dengan tingkat kesalahan yang ada hukuman seperti itu dianggap sesuai atau tidak, tapi kami harus melaksanakan sesuai UU ASN dan PP 94/2021. Itu yang kita terus akan lakukan dengan disiplin,” tambahnya.

Selain itu, Sri Mulyani meminta, jajaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk bekerja sama dengan Kemenkeu untuk permintaan laporan sebanyak 70 persen yang diminta oleh Kemenkeu serta 30 persen atas inisiatif PPATK yang akan terus ditindaklanjuti.

Sri Mulyani mengatakan, Kemenkeu akan terus melakukan upaya investigasi serta memberikan update terbaru mengenai kasus ini ke Menko Polhukam Mahfud MD. Agar kasus ini cepat terselesaikan dan transparan.

Sri Mulyani juga mengklaim seluruh surat yang disampaikan oleh PPATK kepada Kementerian Keuangan sudah ditindaklanjuti. Sejak 2007-2023, PPATK mengirimkan sebanyak 266 surat kepada Kemenkeu.

“Saya tegaskan seluruh surat PPATK kepada kami, baik permintaan kami sendiri 70 persen (adalah kami yang minta) atau 30 persen inisiatif dari PPATK itu kita semua tindaklanjuti," kata Sri Mulyani.

Berdasarkan laporan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dari 266 surat disampaikan PPATK, sebanyak 185 atas permintaan Kemenkeu dan 81 berasal dari inisiatif PPATK. Dari total 226 surat itu terdapat 964 pegawai Kemenkeu yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.

Sedangkan 126 surat ditindaklanjuti untuk dilakukan audit investigasi dengan hasil rekomendasi hukuman disiplin terhadap 352 pegawai. Sementara 31 surat tidak dapat ditindaklanjuti karena pegawai pensiun, tidak ada info, atau pegawai non-Kemenkeu dan limpahkan serta ditindak lanjuti aparat penegak hukum sebanyak 16.

Dalam keterangan terpisah, Menkopolhukam Mahfud MD menyebutkan, transkasi mencurigakan sebesar Rp300 triliun dari sejak 2009 tidak direspons dan ditindaklanjuti pejabat berwenang di Kementerian Keuangan.

“Tetapi respons itu muncul saat sudah menjadi kasus, kayak Rafael. Jadi kasus sudah dibuka, lho ini sudah dilaporkan dulu kenapa didiemin," katanya.

Baca juga artikel terkait HARTA JUMBO PEJABAT atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Abdul Aziz