tirto.id - Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, influencer yang mempromosikan judi online harus ditangkap atau dipidana untuk memberikan efek jera, bukan justru malah menjadikan mereka sebagai duta pemberantasan judi online.
"Dan itu harusnya dilakukan penegakkan, dipanggil, kemudian semua afiliator, influencer bukan jadi duta pemberantasan judi. Justru, ditangkap dan dipidanakan sehingga ada efek jera," ucap Bhima saat dihubungi Tirto, Jakarta, Senin (11/9/2023).
Selain itu, Bhima mengatakan Indonesia perlu adanya kerjasama internasional untuk mengatasi maraknya judi online yang terjadi. Oleh karenanya, Bhima menyarankan Indonesia untuk ikut organisasi internasional seperti Financial Action Task Force (FATF) yang mempunyai tugas untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan teroris. Pasalnya, para pelaku judi online sebagian besar juga ada yang dari luar negeri.
"Nah itu yang selama ini kurang sehingga selalu yang ditangkap ini ya pelaku afiliator atau influencernya, tapi otak yang membuat aplikasi judi onlinenya masih bebas berkeliaran. Nah ini jadi kita lemah soal kerjasama internasional ini gitu," bebernya.
Soal perlunya pemerataan literasi dan pendidikan mengenai bahaya judi online, Bhima menyebut hal tersebut perlu disebarkan tidak hanya melalui institusi pendidikan saja tetapi soal bahaya judi online ini perlu di informasikan di acara-acara keagamaan.
"Kemudian soal pendidikan terhadap resiko judi online. Harusnya setiap kali ada khotbah Jumat ataupun ada sekolah minggu misalnya di Gereja atau ada acara-acara keagamaan, para pemuka agama atau tokoh agama menyampaikan bahaya soal judi online, karena dalam agama soalnya kan sudah jelas, judi itu haram," ungkapnya.
Apalagi menurut Bhima, dalam institusi pendidikan anak SD seringkali menjadi sasaran empuk situs judi online.
"Karena banyak yang menjadi korban judi online ini anak SD gitu kan sama orang tuanya dikira dia main game, karena mirip-mirip dengan layar game, ternyata dia main judi slot. Nah ini kan gimana, pengawasan orang tua juga masih lemah." pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menuturkan, warga Indonesia dengan latar belakang beragam bisa menjadi duta untuk memerangi judi online, tidak terbatas figur publik saja. Pernyataan tersebut dilontarkan Budi Arie untuk menjawab terkait rencana selebritas Wulan Guritno akan menjadi duta antijudi online.
"Maksud saya semua artis, semua Selebgram, semua selebritis influencer dan sebagainya itu kalau bisa menjadi duta anti judi online, kamu semua juga kalau bisa jadi duta anti judi online, gitu loh, bukan ke figur tertentu atau artis tertentu, bukan, tapi kami posisi kami Kominfo ini enggak mau mencampuri urusan hukumnya, biar aparat penegak hukum dulu, kalau kita bisa bina kan kita bina," kata Budi Arie di Media Center KTT ASEAN, Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Budi juga menuturkan, pihaknya tetap menghormati proses hukum. Dia memastikan Kemenkominfo tetap berkoordinasi dengan lintas kementerian dalam memerangi judi online.
"Supaya jangan salah, kita tuh menawarkan semua orang yang mau jadi duta anti judi online, bukan hanya Wulan Guritno, kenal pun juga enggak, ya kan? saya lebih kenal Tina Talisa," tutur Budi arie.
Sementara itu, dia juga mengklaim pernyataan dalam rapat kerja dengan DPR tidak secara khusus mengarah pada figur tertentu. Budi bahkan mengajak awak media untuk memerangi judi online.
"Maksudnya, duta itu dalam pengertian hayu kita sama-sama jadi orang yang mengkampanyekan anti judi online, kok berlebihan banget memangnya duta pariwisata, apa produk tertentu, kamu mau jadi duta juga boleh," imbuhnya.
Sebelumnya, wacana menjadikan Wulan Guritno menjadi duta anti judi online menimbulkan banyak reaksi di media sosial, utamanya masyarakat merasa keputusan menkominfo justru terkesan kontra-produktif.
Alih-alih memberikan upaya pengentasan judi online dengan serius, malah membuat keputusan yang nyeleneh melalui wacana pemberian duta antijudi kepada para pesohor.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang