Menuju konten utama

SMI Pede RI Bisa Hadapi Dampak Taper Tantrum AS

Situasi ekonomi Indonesia diklaim menguat sehingga dampak kebijakan Amerika Serikat tidak separah pada 2013.

SMI Pede RI Bisa Hadapi Dampak Taper Tantrum AS
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani percaya ekonomi Indonesia saat ini mampu bertahan menghadapi potensi munculnya taper tantrum kedua seiring pulihnya ekonomi Amerika Serikat.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bilang kondisi Indonesia kali ini sudah jauh lebih kuat, sehingga mampu menghadapi tekanan eksternal yang terjadi.

“Kami akan terus meningkatkan fundamental kami jadi ketika terjadi limpahan dampak itu, tidak akan melukai maupun mengikis perekonomian,” ucap Sri Mulyani dalam webinar Fitch on Indonesia 2021: Navigating a Post-Pandemic World, Rabu (24/3/2021).

Topik taper tantrum ini menjadi pertanyaan lembaga pemeringkat utang Fitch Ratings kepada Sri Mulyani. Terutama merespons tren kenaikan suku bunga obligasi AS dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral AS atau The FED yang dikhawatirkan bakal berdampak pada negara seperti Indonesia dan lainnya.

Istilah taper tantrum merujuk pada kenaikan suku bunga AS yang berdampak ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Suku bunga tinggi berdampak modal keluar dari negara berkembang ke AS.

Pada tahun 2013, Indonesia masuk negara paling rentan atau The Fragile Five bersama Brasil, India, Afrika Selatan dan Turki. Penggolongan itu dibuat karena keloma negara itu memiliki defisit transaksi berjalan atau current account deficit sehingga perubahan aliran modal asing mendadak memengaruhi stabilitas nilai tukar.

Namun, kini Sri Mulyani percaya diri Indonesia tidak seperti saat 2013. Ia berdalih posisi CAD RI saat membaik dibanding 2013. BI memperkirakan CAD Indonesia selama 2021 berada di kisaran 1-2 persen dari PDB.

Faktor lainnya, asing tidak terlalu banyak investasi di surat berharga negara (SBN) seperti 2013 yakni dari 38 persen kini jadi 25 persen.

Pemerintah juga telah menyesuaikan sejumlah kebijakan seperti tidak terlalu banyak subsidi BBM maupun mendorong hilirisasi sumber daya alam yang biasa diekspor mentah.

Ia menambahkan, saat suku bunga obligasi AS naik 85 persen, suku bunga obligasi pemerintah RI untuk kurun waktu 10 tahun hanya naik 11 persen.

“Setidaknya para pemegang obligasi kami bisa merasa percaya diri terhadap Indonesia. Kami akan menjaga kepercayaan ini dengan kebijakan kami,” ucap Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait TAPER TANTRUM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali