Menuju konten utama

Saat Evakuasi Orangutan Peliharaan Ketua Ormas Berujung Penyerangan

Di Binjai, tim penyelamat hewan liar harus berurusan dengan ormas saat melakukan evakuasi.

Saat Evakuasi Orangutan Peliharaan Ketua Ormas Berujung Penyerangan
Seekor bayi Orangutan (pongo abelii) Sumatera berusia 2,5 tahun berada di dalam kandang ketika tiba dari Bali di Kargo Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deliserdang, Selasa (17/12/2019). ANTARA FOTO/Septianda Perdana /foc.

tirto.id - Penyelamatan hewan liar kadang tak berjalan mulus. Ada saja kendala yang dihadapi, termasuk dari organisasi masyarakat. Hal ini menimpa 15 orang dari tim gabungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre, dan Sumatra Eco Project, pada 22 Maret lalu.

Awalnya tim mendatangi rumah J Payo Sitepu, seorang tokoh masyarakat di Tanah Merah, Binjai Selatan, Kota Binjai, pukul 10 pagi. Di rumahnya terdapat orangutan jantan, umur 1-3 tahun. Hewan itulah yang hendak dievakuasi.

Status orangutan kini ‘kritis terancam punah’, menurut The International Union for Conservation of Nature. Di Indonesia, orangutan termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106 Tahun 2018. Merujuk Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup atau pun mati.

Payo sempat menolak menyerahkan spesies pongo abelii itu (orangutan Sumatera) itu dengan alasan ia telah lama merawatnya. Beruntung tim berhasil memberikan pemahaman soal aturan terkait dan lelaki itu merelakannya dengan syarat.

“Diskusi cukup alot. Yang bersangkutan menyanggupi untuk menyerahkan langsung ke kami, [dia] minta waktu sepekan,” ucap Kepala Sub Bagian Tata Usaha BBKSDA Sumut Teguh Setiawan kepada reporter Tirto, Selasa (23/3/2021).

Teguh mengatakan tim memang biasa mengedepankan upaya persuasif bagi pemelihara hewan yang dilindungi. Tim akan memberikan pemahaman soal regulasi satwa dilindungi. Jika satu-dua kali hal itu diabaikan oleh si pemilik, maka tim bisa represif dalam arti menyita paksa dan melibatkan aparat.

Tim balik kanan setelah kesepakatan tercapai. Rombongan pulang menggunakan empat mobil. Pada saat inilah intimidasi terjadi. Tiba-tiba batu-batu melayang ke arah mereka. “Dilempari oleh orang tidak dikenal. Dua mobil terkena lemparan. Satu mobil milik pihak BBTNGL dan satu milik mitra kami,” sambung Teguh.

Media lokal melaporkan penyerang jumlahnya belasan orang.

Tim bergegas menyelamatkan diri ke markas Brimob setempat. Sekira situasi dirasa kondusif, tim tancap gas ke Mapolres Binjai untuk mengadukan penyerangan.

Teguh mengingat saat mereka baru saja tiba memang ada beberapa orang yang juga berada di sekitar rumah Payo. “Rumahnya cukup besar dan banyak orang yang tinggal di situ,” katanya. Ia menduga mungkn merekalah yang menginformasikan kedatangan tim ke gerombolan yang lantas melakukan pelemparan batu.

Usai melapor, sekitar pukul 17, rombongan beserta anggota Satreskrim Polres Binjai menyambangi rumah Payo. Tak perlu menunggu sepekan, tim akhirnya mengevakuasi si orangutan. Setelah ditelusuri, Payo juga memiliki satu beo dan dua elang. Akhirnya empat satwa itu berhasil pindah tangan ke tim gabungan.

Teguh mengatakan kini penyerahan satwa yang dilindungi telah rampung, tinggal satu kasus yang belum selesai adalah penyerangan itu sendiri.

Kasatreskrim Polres Kota Binjai AKP Yayang Rizky Pratama mengatakan kasus penyerangan “masih penyelidikan.” Kepada reporter Tirto, Selasa, Yayang mengatakan pihaknya memang hanya mendampingi BKSDA cs pada sore hari untuk mengevakuasi satwa atau setelah penyerangan.

Pelaku penyerangan sendiri diduga anggota Pemuda Pancasila (PP), ormas yang identik dengan seragam loreng mirip tentara tapi dengan gradasi oranye. Lebih spesifik, anak buah Payo yang menjabat sebagai Ketua Majelis Pimpinan Cabang PP Kota Binjai. Keterangan ini disampaikan Turnip, perwakilan rombongan evakuasi, seperti diceritakan sendiri oleh Payo.

Payo mengatakan Turnip meneleponnya 30 menit setelah pergi. “Saya di Tugu, dilempari,” ucap Payo menirukan Turnip, di Polres Binjai, Senin. Kemudian ia bertanya siapa pelempar dan Turnip bilang, “anggota bapak, yang baju merah.”

Payo bergegas meluncur ke lokasi yang dimaksud. Tiba di Tugu, ternyata rombongan tak ada. Payo lantas menelepon Turnip, lalu dijawab tim gabungan berlindung di markas Brimob.

Payo membantah pelaku pelemparan adalah anggota PP. “Bukan anggota PP itu. Mungkin bukan PP. Tadi di rumah banyak orang”, klaim dia.

Meski begitu, Kalau betul anggota berbuat demikian, Payo bilang ia siap bertanggung jawab. “Silakan saja diproses berdasarkan hukum.” katanya.

Baca juga artikel terkait EVAKUASI HEWAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino