tirto.id - Sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto kembali digelar, Kamis (22/3/2018). Persidangan diagendakan akan mendengar keterangan Novanto selaku terdakwa dalam kasus korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
"Iya [sidang Setya Novanto digelar Kamis (22/3/2018]. [Agenda] pemeriksaan terdakwa [Setya Novanto]," ujar Humas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Sunarso saat dihubungi Tirto, Rabu (21/3/2018) malam.
Sunarso menerangkan, sidang dijadwalkan akan digelar pada pukul 09.00 WIB. Pengamanan persidangan pun akan berjalan seperti biasa. Selain itu, sidang pun akan berjalan berbeda dibanding pemeriksaan saksi sehingga media televisi bisa menayangkan sidang secara langsung. "Diijinkan live," kata Sunarso.
Sidang Setya Novanto sudah berjalan sejak Desember 2017. Mantan Ketua DPR itu didakwa ikut terlibat korupsi megaproyek KTP elektronik pada Rabu (13/12/2017). Ia disebut bersama Andi Agustinus dan dua pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto serta pihak lain telah merugikan negara Rp2,3 triliun.
Dalam dakwaan, Novanto disebut menerima uang sekitar 7 juta dolar AS serta jam Richard Mille 101. Dakwaan Setnov dibacakan JPU sehari sebelum putusan praperadilan kedua yang diajukan Novanto, Kamis (14/3/2018).
Novanto didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1. Setnov pun terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda sekitar Rp100 miliar atas perbuatannya.
Pihak penasihat hukum pun mengajukan eksepsi atas dakwaan KPK. Mereka menilai dakwaan Novanto tidak tepat dalam penghitungan kerugian negara, tidak memenuhi syarat materiil, tidak cermat, kemudian dinilai tidak sesuai karena berkas terpisah. Poin lain dalam eksepsi itu menolak tudingan Jaksa bahwa Novanto terlibat dalam pengondisian proyek e-KTP dan menilai penyidikan yang tidak sah. Namun, hakim memutuskan menolak eksepsi Novanto, Kamis (4/1/2018).
Pasca pembacaan putusan sela, KPK pun menghadirkan saksi-saksi untuk menguatkan dakwaan. KPK menghadirkan pengusaha money changer, politikus partai, anggota DPR periode 2009-2014, pihak swasta, advokat, hingga pejabat kementerian. Pengusaha money changer Juli Hira dan Riswan, pihak swasta anggota Tim Fatmawati Jimmy Iskandar, mantan Direktur Utama PT Len Industri Wahyudin Bagenda, mantan Direktur Java Tech Johanes Richard Tanjaya, mantan Komisaris PT Murakabi Sejahtera Ony Hendra Handiakso hingga Azmin Aulia (adik dari Mendagri Kabinet Indonesia Bersatu 2 Gamawan Fauzi).
Jaksa KPK menghadirkan anggota DPR saat proyek e-KTP berlangsung seperti Ketua Komisi II Chairuman Harahap, Ketua Fraksi Partai Demokrat kala itu Mirwan Amir, anggota DPR dari Fraksi PPP Nu'man Abdul Hakim.
Selain itu, sejumlah kepala daerah juga dipanggil sebagai saksi seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Kedua kepala daerah tersebut ikut bersaksi di persidangan Novanto dalam kapasitas sebagai anggota DPR 2009-2014.
Beberapa saksi lain yang dihadirkan yakni Isnu Edhy (mantan Kepala Biro Umum Kemendagri), mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini, perekayasa madya BPPT Edi Sampurno, hingga mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Mereka pun menghadirkan sejumlah ahli penghitung kerugian negara dari BPKP, ahli pidana, ahli teknologi dari beberapa kampus, serta ahli psikologi forensik.
JPU juga meminta keterangan Elza Syarief (penasihat hukum terpidana memberikan keterangan palsu Miryam S Haryani). KPK pun ikut menghadirkan pegawai Novanto, yakni Kartika Wulansari (mantan sekretaris Novanto) serta Muhammad Nur, supir keluarga Novanto.
Sejumlah tersangka dan terdakwa kasus korupsi e-KTP juga dihadirkan yakni terdakwa mantan Dirjen Dukcapil Irman dan pejabat pembuat komitmen proyek e-KTP Sugiharto, terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, tersangka mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, tersangka mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, tersangka pengusaha Made Oka Masagung. Bahkan, untuk membuktikan keterlibatan Novanto, KPK meminta terpidana Wisma Atlet M Nazaruddin bersaksi dalam persidangan dugaan tindak pidana korupsi e-KTP.
Di sisi lain, tim penasihat hukum menghadirkan beberapa ahli dan saksi yang meringankan, di antaranya beberapa anggota DPR dan politikus partai.
Politikus Partai Golkar sekaligus Wakil Ketua MPR Mahyudin, Ketua DPP Golkar bidang organisasi Freddy Latumahina, dan Ketua DPD Partai Golkar NTT Melki Laka Lena ikut bersaksi untuk meringankan Novanto. Tim penasihat hukum yang dipimpin Maqdir Ismail itu juga menghadirkan Kepala Badan Keahlian DPR (BKD) Johnson Rajagukguk.
Menurut Jhonson, segala keputusan berkaitan dengan anggaran tidak bisa dilakukan oleh satu fraksi. Di Badan Anggaran pun terjadi pembahasan dengan pemerintah, yakni lewat Bappenas maupun Kementerian Keuangan. Oleh sebab itu, tidak mungkin pembahasan hanya dilakukan hanya dengan satu fraksi. Atas keterangan Jhonson ini, Setya Novanto maupun kuasa hukumnya belum mengonfirmasi apakah akan ada nama baru yang terlibat dan akan diungkap di persidangan?
Selain itu, mereka menghadirkan ahli hukum pidana, hukum tata negara, serta ahli hukum administrasi negara.
Menurut kesaksian di persidangan diketahui beberapa informasi baru dalam kasus korupsi e-KTP ini termasuk proses pemberian uang kepada Novanto. Mantan Ketua DPR itu ikut mengondisikan dengan membantu perencanaan proyek e-KTP.
Novanto diketahui menerima uang dari Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi setelah meminta tolong rekannya, Riswan, "menukar uang" dari luar negeri via money changer. Uang money changer tersebut berasal dari PT Biomorf Mauritius, perusahaan milik Johanes Marliem. Selain itu, pemberian uang ke DPR pun dibantu oleh Made Oka yang berpura-pura transaksi dengan PT Quadra Solution milik Anang Sugiana.
Dalam persidangan, Novanto sempat memberikan pertanyaan kepada keterangan para saksi. Ia sempat mengonfirmasi kepada Ganjar tentang penerimaan uang korupsi e-KTP saat politikus PDIP itu bersaksi di persidangan. Novanto juga sempat menanyakan kepada Irvanto tentang kebenaran penyerahan uang. Suami Deisti Astriani Tagor itu pun sempat menyinggung tentang Musyarawah Golkar di Bali dan rapat Partai Golkar di Bogor dalam persidangan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri