Menuju konten utama

Sidang KPPU: Tujuh Perusahaan Kompak Bantah Terlibat Kartel Garam

Tujuh perusahaan importir membantah terlibat dalam kartel garam industri aneka pangan. Bantahan itu disampaikan dalam sidang yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Sidang KPPU: Tujuh Perusahaan Kompak Bantah Terlibat Kartel Garam
Petugas memeriksa garam milik PT Garam (persero) yang disegel di dalam gudang oleh Tim Satgas Pangan Mabes Polri di Gresik, Jawa Timur, Rabu (7/6/2017). ANTARA FOTO/Zabur Karuru.

tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menggelar sidang kasus dugaan kartel garam pada Selasa (18/12/2018). Agenda sidang kali ini ialah penyampaian tanggapan terlapor atas Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) perdagangan garam industri aneka pangan di Indonesia.

KPPU menduga tujuh perusahaan importir garam melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli. Tujuh perusahaan itu adalah PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA), PT Susanti Megah, Niaga Garam Cemerlang, Unichem Candi Indonesia, PT Cheetam Garam Indonesia, PT Budiono Madura Bangun Persada, dan PT Sumatraco Langgeng Makmur.

Namun, dalam sidang hari ini, tujuh perusahaan itu kompak membantah terlibat kartel garam industri aneka pangan sebagaimana dilaporkan dalam LDP yang dibuat oleh investigator KPPU.

Kuasa Hukum PT Susanti Megah, Sutrisno, misalnya, mengklaim kliennya tidak pernah melakukan perjanjian dengan enam perusahaan lainnya untuk melakukan monopoli usaha dalam bentuk kartel.

Di laporan tanggapan yang disampaikan ke KPPU, ia juga menyampaikan, "terlapor II (Susanti Megah) juga tak pernah melakukan perbuatan untuk mempengaruhi harga garam impor industri di pasaran."

Bantahan serupa juga disampaikan oleh PT Sumatraco Langgeng Makmur. Kuasa hukum perusahaan itu menjelaskan dugaan kliennya terlibat kartel disebabkan oleh tiga hal.

Pertama, kata dia, produksi garam lokal yang tidak mencukupi dalam negeri. Kedua, kualitas garam lokal yang belum memenuhi syarat kualitas garam industri. Dan terakhir, harga pasaran garam dalam negeri yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar dunia.

"Permasalah tersebut hingga saat ini tidak ada penyelesaian sehingga membawa implikasi pada tata niaga garam nasional, sehingga terbentuk opini bahwa seolah-olah kami adalah pelaku usaha yang tidak fair," kata kuasa hukum Sumatraco.

Oleh karena itu, menurut kuasa hukum Sumatraco, masalah-masalah itu harus diselesaikan pemerintah. Sebab, jika tidak, hal itu membuat 7 perusahaan importir garam selalu menerima stigma sebagai kartel.

"Untuk mempersingkat waktu bahwa sebenarnya unsur-unsur yang disangkakan terhadap terlapor, bahwa kami membuat perjanjian. Kami menolak dan tidak pernah melakukan perjanjian baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama," kata kuasa hukum Sumatraco.

Sidang dugaan kartel garam ini dimulai setelah KPPU melakukan investigasi atas dugaan praktik kartel garam industri aneka pangan sejak 2016. Di tahun itu, menurut investigator KPPU Noor Rofieq, ada perbedaan antara jatah kuota importasi garam industri aneka pangan dengan realisasi impor.

Misalnya, realisasi importasi garam industri aneka pangan oleh PT Susanti Megah. Pada 2015, importir ini mendapat jatah kuota impor sebanyak 50.000 ton. Sementara realisasi impornya 53.498 ton.

Sidang hari ini diakhiri dengan penyerahan tanggapan tertulis ke KPPU. Setelah ini, kata Rofiq, sidang akan dilanjutkan dengan agenda verifikasi bantahan atas laporan pendahuluan pemeriksaan KPPU.

"Selanjutnya kami akan mendengarkan kesaksian dan alat-alat bukti. Kami sudah sampaikan daftar saksi kami untuk diadakan di sidang lanjutan," kata Rofiq.

Pelaksanaan sidang lanjutan, kata Rofiq, diperkirakan bakal digelar pada Januari 2019. "Sidangnya tergantung majelis. Kalau kami saat ini intinya tetap yakin pada laporan dugaan pelanggaran yang kami sampaikan."

Baca juga artikel terkait IMPOR GARAM atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom