Menuju konten utama

Profil Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha di Kasus Dago Elos

Silsilah keluarga Muller dan kronologi sengketa lahan di Dago Elos Bandung.

Profil Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha di Kasus Dago Elos
Ilustrasi Kerusuhan. foto/Istockphoto

tirto.id - Silsilah keluarga Muller banyak membuat publik penasaran usai kasus sengketa lahan antara 331 warga Dago Elos Bandung dan tiga cucu George Henrik Muller mencuat ke publik.

Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller, cucu dari George Henrik Muller menggugat tanah yang menjadi tempat tinggal ribuan warga selama puluhan tahun sebagai hak waris dengan menggunakan Eigendom Verponding.

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), batas akhir untuk konversi tanah Eigendom Verponding menjadi hak kepemilikan sesuai hukum Indonesia adalah per September 1980.

Apabila tanah berstatus Eigendom Verponding, hak waris zaman Belanda itu tidak diklaim sampai waktu yang telah disebutkan di atas, maka tanah otomatis menjadi tanah negara.

Setelah lebih dari empat puluh tahun dari tenggat waktu konversi, Muller bersaudara menggugat tanah yang mereka klaim sebagai hak waris mereka ke meja hijau.

Pada tingkat Kasasi mereka kalah, berdasarkan Putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019 hak mereka akan tanah tersebut sudah tidak bisa diklaim karena tenggat waktu konversi Eigendom Verponding sudah berakhir.

Namun, ketiga Muller tidak menyerah, mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor 109 PK/Pdt/2022. Berbekal dokumen yang meyakinkan pengadilan, Muller bersaudara berhasil memenangkan gugatan.

Pada keputusan Peninjauan Kembali Nomor 109 PK/Pdt/2022 tanggal 29 Maret 2022, mereka berhasil memenangkan tanah dan keputusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Dengan ditetapkan keputusan itu, warga Dago Elos terancam digusur dari tempat tinggalnya.

Warga Dago tidak tinggal diam, mereka yang telah bertempat tinggal di sana selama puluhan tahun tetap melakukan perlawanan. Mereka melaporkan Muller bersaudara atas dugaan pemalsuan dokumen.

Muller bersaudara itu mengklaim bahwa tanah tersebut adalah utuh hak waris mereka. Padahal, kakek mereka George Hendrik Muler memiliki lima orang anak. Tentu adalah hal yang mencurigakan apabila semua hak waris hanya jatuh kepada cucunya dari salah satu anaknya.

Lalu, ketiga bersaudara itu mengklaim bahwa nenek mereka bernama Roesmah meninggal pada 1966, padahal dalam berita duku di Limburg Dagblad edisi 7 Desember 1989, Roesmah diketahui meninggal pada 1989. Artinya, dokumen pernyataan mereka tidak dapat dipercaya, nenek mereka masih hidup hingga tenggat waktu konversi Eigendom Verponding berakhir.

Sengketa tanah antara keluarga Muller dan warga Dago picu kerusuhan pada Senin malam, 14 Agustus 2023. Warga Dago memblokir jalan dengan membakar ban bekas sebagai wujud kekecewaan atas tanggapan kepolisian saat mereka melaporkan dugaan penipuan yang dilakukan Muller bersaudara.

Hingga kini, warga Dago Elos masih melakukan perlawanan atas tanah yang mereka tinggali selama puluhan tahun, berharap hukum berpihak kepada mereka.

Silsilah Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha

Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller adalah keturunan kelima dari keluarga Muller yang tinggal di Indonesia.

Keluarga Muller pertama kali menjejakkan kaki di tanah air adalah Georgius Hendrikus Muller lahir pada 1805 di Rotterdam, Belanda.

Dia adalah tenaga kesehatan tepatnya juru bedah yang berangkat sebagai serdadu ke Hindia Belanda (Indonesia) pada 21 November 1822, dia sampai di Batavia pada 11 Mei 1823.

Sebagai seorang prajurit, dia pernah ditugaskan di sejumlah daerah di tanah air. Kemudian, Georgius Hendrikus Muller pensiun dari militer dengan pangkat kapten, dia menerima uang pensiun sebesar 1200 gulden per tahun.

Sejak pensiun dia memutuskan untuk membuka praktik swasta, menetap dan meninggal dunia di Pekalongan pada 1882.

Georgius Hendrikus Muller menikah dengan Virginia Elisabeth Montignij pada 1835 di Salatiga. Keduanya dikarunia belasan anak. Salah satunya dalah Georgius Hendricus Wilhelmus Muller.

Georgius Hendricus Wilhelmus Muller lahir pada 1842 di Salatiga. Selama hidupnya dia dikenal sebagai Tuan Kebun yang cukup sukses dengan perkebunan teh, kina, dan kopi.

Pada masa inilah keluarga Muller tercatat menginjakkan kakinya di tanah Sunda. Georgius Hendricus Wilhelmus Muller diduga mengolah bisnisnya di daerah Cicalengka, Nagreg, dan Balubur Limbangan.

Dia lalu menikah dengan perempuan Desa Simpen, Limbangan bernama Munersih alias Mesi. Keduanya dikaruniai tiga orang anak George Hendrik, Ani, dan Husni. Ani meninggal pada 1971 dan Husni meninggal 1967.

Georgius Hendricus Wilhelmus Muller meninggal dunia di usia ke 75 tahun pada 1917, dan dimakamkan di Sentiong, Cicalengka.

George Hendrik Muller lahir di Tegalsari, Salatiga pada 24 Januari 1906, dia menikah dengan Roesmah, anak pertama mereka lahir pada 22 Agustus 1930 di Madiun. Pada tahun 1942 George Hendrik Muller mendaftarkan diri sebagai prajurit Belanda.

George Hendrik Muller dan Roesmah bersama anak mereka kembali ke Belanda pada kisaran tahun 1949 – 1957.

Lalu, sekitar dua puluh tahun kemudian anaknya Gustaaf Muller melaporkan kematian ayahnya ke Balaikota Heerlen di Belanda.

Sementara istrinya Roesmah meninggal 1989, dia meninggalkan lima orang anak yaitu Harrie Muller, Eduard Muller, Gustave Muller, Theo Muller, Dora Muller.

Lalu, Edi Eduard Muller yang lahir pada 1933 menikah dengan Sarah Sopiah Siahaya pada 1966 di Rancaekek.

Keduanya dikaruniai tiga orang anak Herry Hermawan, Dody Rustendi, dan Pipin Sandepi, yang saat ini mengklaim hak waris tanah Dago.

Kenapa PT Dago Inti Graha Gugat Dago Elos?

Keluarga Muller menggugat tanah sengketa tersebut bersama PT Dago Inti Graha, sebuah perusahaan properti di Bandung.

Keterlibatan PT Dago Inti Graha lantaran Eigendom Verponding yang diklaim milik keluarga Muller itu sudah diserahkan haknya kepada PT Dago Inti Graha. Perusahaan ini adalah perusahaan yang baru didirikan pada 4 Agustus 2016.

Direktur utama perusahaan itu Jo Budi Hartanto, serta Erwin Senjaya Hartanto sebagai direktur dan Lionny Sutisna sebagai komisaris. Saham terbesar perusahaan dipegang oleh Jo Budi, yakni Rp15 miliar, sementara Erwin dan Lionny masing-masing Rp7,5 miliar.

Meski PT Dago Inti Graha adalah perusahaan baru, tetapi Jo Budi dan Erwin bukan pengusaha baru. Jo Budi adalah pemilik perusahaan tekstil PT Tridayamas Sinarpusaka, sementara Erwin adalah putranya yang bekerja di sana.

Selain itu, Erwin memiliki PT Pusaka Mas Persada, perusahaan developer perumahan yang membangun Green Sukamanah Residence di Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Baca juga artikel terkait SENGKETA LAHAN DAGO ELOS atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Hukum
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra