tirto.id - Terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto menerima putusan sela majelis hakim, Kamis (4/1/2018). Hal itu diungkapkan Novanto usai mendengar putusan sela yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Yanto beserta anggota majelis hakim lain.
"Kami sudah mendengarkan dan saya sangat menghormati putusan ini," kata Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Novanto mengaku akan mengikuti persidangan secara tertib. Ia mengucap terima kasih atas keputusan majelis hakim tipikor.
Sementara itu, usai persidangan, penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail menerima keputusan majelis hakim. Mereka menerima keputusan sebagai sebuah hal yang seharusnya dilakukan dalam kasus korupsi e-KTP yang menimpa kliennya.
"Karena majelis hakim sudah memutuskan, dan putusan majelis hakim ini harus kita anggap benar harus kita terima itu. Kecuali nanti ada putusan lain yang menyatakan bahwa putusan sela ini adalah tidak tepat atau tidak benar," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Maqdir mengatakan, tim penasihat hukum akan bersiap sebaik mungkin dalam persidangan berikutnya. Sebagai contoh mereka akan memeriksa tentang poin yang disebut kerugian negara. Mereka akan menanyakan kerugian negara dihitung oleh BPKP, tetapi BPKP pula yang mengesahkan anggaran e-KTP.
Saat disinggung mengenai saksi, Maqdir akan menghadirkan sejumlah saksi dan ahli. Tidak menutup kemungkinan Maqdir akan menghadirkan ahli yang mengerti kerugian negara untuk memperkuat dalil Novanto tidak bersalah. Namun, ia enggan merinci siapa saja ahli dan saksi yang diajukan untuk meringankan perkara Novanto.
Majelis hakim menolak permohonan eksepsi dari tim kuasa hukum Setya Novanto, Kamis (4/1/2018). Majelis hakim berpendapat surat dakwaan KPK bernomor DAK-88/24/12/2017 tanggal 6 Desember 2017 telah memenuhi ketentuan pembuatan surat dakwaan. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Majelis Hakim Yanto di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta.
"Menyatakan keberatan eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Setya Novanto tidak dapat diterima," kata Yanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri