tirto.id - Ketua DPR RI Setya Novanto mengklaim dirinya tidak ikut campur dalam pengambilan keputusan Sidang Paripurna DPR RI yang menyetujui usulan Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Novanto menyatakan keputusan persetujuan terhadap usulan Hak Angket KPK sepenuhnya ada di tangan para Wakil Ketua dan fraksi-fraksi di DPR.
"Kalau saya, soal hak angket KPK serahkan kepada waki ketua dan fraksi," kata Novanto seusai acara penyerahan SK Calon Gubernur NTB di Kantor DPD Golkar NTB di Mataram, pada Minggu (30/4/2017) seperti dilaporkan Antara.
Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengatakan dirinya tidak pernah mencampuri pengajuan usulan maupun pemberian persetujuan untuk hak angket DPR terhadap KPK itu. Menurut Novanto, pengambilan keputusan menyetujui usulan Hak Angket KPK datang dari para wakil ketua dan fraksi.
"Saya tidak ikut mencampuri dan wakil ketua yang telah melakukan dan melaksanakan bersama fraksi lain," kata Novanto.
Novanto sebenarnya ikut hadir bersama semua Wakil Ketua DPR dan 283 anggota dewan dalam Sidang Paripurna yang membahas usulan hak angket KPK pada Jumat, 28 April 2017.
Tapi, sidang paripurna itu kemudian dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Seusai pembacaan usulan Hak Angket KPK oleh anggota Komisi III dari Fraksi Nasdem, sejumlah interupsi bermunculan. Usulan Hak Angket itu diteken oleh 26 anggota dewan tapi ditolak sebagian fraksi.
Di tengah banjir interupsi tersebut, Fahri Hamzah menggedok palu tanda persetujuan atas usulan Hak Angket KPK tersebut.
Sidang paripurna itu kemudian ricuh dan diwarnai aksi Walk Out oleh sebagian anggota DPR. Sebagian anggota dewan yang menggelar aksi Walk Out dari sidang itu dari fraksi Gerindra, PKB dan Demokrat. Tapi, hanya Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani yang maju ke depan pimpinan sidang untuk menyatakan protes dan Walk Out.
Hak angket KPK diusulkan oleh para anggota Komisi III DPR RI. Wacana itu muncul usai KPK menolak permintaan Komisi III agar membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani di dalam rapat kedua lembaga, atau di luar persidangan. Miryam, anggota DPR dari Fraksi Hanura, merupakan tersangka pemberian kesaksian palsu di dalam sidang kasus korupsi e-KTP yang kini menghilang.
Permintaan itu muncul sebab, di persidangan e-KTP, penyidik KPK, Novel Baswedan menyebutkan Miryam pernah mengaku kepadanya telah ditekan sejumlah anggota Komisi III agar tidak memberi keterangan gamblang terkait pembagian duit suap proyek e-KTP terhadap sejumlah anggota dewan.
Menurut Novel, saat diperika di KPK, Miryam mengaku ditekan oleh 5 anggota Komisi III yakni Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin, Desmond Mahesa, Masinton Pasaribu dan Syarifuddin Suding. Komisi III membantah fakta persidangan ini.
Sebagaimana banyak diberitakan, kasus korupsi e-KTP menyeret puluhan nama anggota DPR dari berbagai fraksi. Novanto sendiri, di dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, disebut bersama pengusaha Andi Narogong meminta jatah 11 persen dari Rp5,9 triliun total anggaran proyek e-KTP. Novanto sudah kerap membantah dugaan keterlibatannya di kasus korupsi ini.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom