Menuju konten utama

Setya Novanto Dipersilakan Ajukan Justice Collaborator oleh KPK

"Jika terdakwa memiliki itikad baik menjadi JC silakan ajukan ke KPK. Tentu dipertimbangkan dan dipelajari dulu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Setya Novanto Dipersilakan Ajukan Justice Collaborator oleh KPK
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto memasuki ruangan untuk menjalani sidang dengan agenda tanggapan jaksa terhadap eksepsi di Pengadilan Tipikor, Kamis (28/12/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyilakan Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi dalam proyek pengadaan KTP-elektronik, mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC), pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

"Jika terdakwa memiliki itikad baik menjadi JC silakan ajukan ke KPK. Tentu dipertimbangkan dan dipelajari dulu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (4/1/2018).

Febri menjelaskan bahwa seorang yang ingin menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membuka peran pihak-pihak lain secara lebih luas. Namun, menurut dia, pelaku utama tidak akan disetujui menjadi JC.

"Jadi silakan ajukan saja, nanti akan dinilai siapa pelaku lain yang lebih besar yang diungkap. Memang jika menjadi JC maka ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun ini dapat diturunkan nanti jika memang (permohonan menjadi) JC dikabulkan," katanya.

Menanggapi hal tersebut, penasihat hukum Setya Novanto Maqdir Ismail mengatakan, pihak Setya Novanto akan berpikir-pikir sebelum mengajukan JC. Mereka masih menelaah siapa yang akan dijadikan pihak yang diungkap dalam persidangan Novanto.

"Kita tidak mau karena JC itu menyebut nama orang. Kita kan gak mau jadi sumber fitnah ya. Jadi karena itu lah makanya kita akan coba liat secara baik fakta yang kita punya itu apa dan yang akan kita laporkan itu siapa," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (4/1/2018).

Maqdir mengatakan, pengajuan JC akan melihat fakta-fakta yang diperoleh tim penasihat hukum. Selain itu, pihak penasihat hukum juga harus meminta persetujuan dari pihak Novanto dan keluarga. Ia beralasan, pengungkapan nama bisa mempengaruhi masa depan Novanto dan keluarga sehingga perlu mendapat pertimbangan serius.

Menurut Maqdir, Novanto bukan pelaku utama dalam kasus korupsi e-KTP. Ia mengingatkan, DPR berada di posisi tengah, yakni menerima persetujuan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sehingga bisa dikatakan pelakunya adalah pihak Kemendagri.

Namun, saat disinggung mengenai keterlibatan Novanto dalam perencanaan, Maqdir berdalih hal itu sebaiknya dibuktikan dalam persidangan. "Itu mesti kita buktikan nanti, tapi faktualnya adalah rancangan biaya ini dari Kemendagri. Ada timnya sendiri kok," kata Maqdir.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak keberatan Setya Novanto dalam putusan sela yang dibacakan hari ini. Hakim menyatakan seluruh keberatan tim penasihat hukum terdakwa telah dipertimbangkan dan dinyatakan tidak dapat diterima dan menilai surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP sehingga seluruh dakwaan sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara.

"Menimbang bahwa keberatan tim penasihat hukum tidak dapat diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan atas terdakwa Setya Novanto, menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," kata ketua majelis hakim Yanto.

Atas putusan itu, Novanto menyatakan akan mengikuti persidangan selanjutnya dengan tertib.

"Terima kasih, Yang Mulia, hakim ketua Pak Yanto, juga JPU beserta para penasihat. Kami sudah mendengarkan dan saya sangat menghormati dan saya akan mengikuti secara tertib," kata Novanto, yang sudah tampak sehat.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri