tirto.id - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, melontarkan protes karena hanya mendapat pagu indikatif sebesar Rp277,49 miliar untuk tahun 2025. Anggaran ini lebih rendah 16 persen dari usulan awal yang senilai Rp328,79 miliar dan 10 persen lebih kecil dari pagu anggaran 2024 sebesar Rp308,02 miliar.
Menurutnya, anggaran itu tidak sesuai dengan prestasi yang didapatkan Kementerian BUMN selama beberapa tahun belakangan. Apalagi, tambahnya, sejak 2020-2023 BUMN menyumbangkan kontribusi kepada negara hingga Rp1.940 triliun.
“Kita coba perbandingkan apple to apple, kalau memang ternyata ini turun dari Rp284 miliar ke Rp277 miliar, sedangkan kinerja deviden ini meningkat secara tertata, artinya memang comparison-nya ini sangat tidak berimbang,” ujar Erick dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (2/9/2024).
Sementara itu, dari total pagu indikatif sebesar Rp277,49 miliar tersebut, 28,86 persen di antaranya atau sekitar Rp80,09 miliar diperuntukkan bagi pengembangan dan pengawasan BUMN. Selanjutnya, 28,26 persen atau sekitar Rp78,42 miliar bakal digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan.
Selain itu, 25,81 persen atau sebesar Rp71,62 miliar bakal digunakan untuk operasional kantor, serta 17,07 persen atau sekitar Rp47,35 miliar digunakan untuk dukungan pembinaan BUMN.
“Selama tahun 2020-2023, total kontribusi kementerian BUMN kepada negara yaitu senilai Rp1.940 triliun. Di mana ini kumulatif dari tahun 2020 sampai 2023,” kata Erick.
Jika dirinci, sumbangan BUMN kepada penerimaan pajak mencapai Rp1.391 triliun. Kemudian, dividen BUMN senilai Rp194,4 triliun, dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya sebesar Rp354,2 triliun.
“Kalau kita lihat, kontribusi perpajakan bisa terus meningkat karena tidak lain memang tentu berupa dari pajak dan lain-lain yang memang kinerja perusahaan sendiri membaik. Dan Alhamdulillah kalau kita lihat dari 2022 di sekitar Rp440 triliun, lalu meningkat menjadi Rp457 triliun,” sambungnya.
Sementara PNBP, tercatat mengalami penurunan dari Rp98 triliun pada 2022 menjadi hanya sebesar Rp84 triliun, imbas fluktuasi harga komoditas sumber daya alam (SDA), seperti kelapa sawit dan batu bara.
Sedangkan untuk dividen terjadi peningkatan dari Rp30 triliun pada 2021 menjadi Rp81 triliun di 2023. Namun, dividen pada 2021 tercatat turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 44 triliun.
“Jadi ada swing-nya, tapi habis itu dobel di tahun 2023,” imbuh dia.
Dengan kecilnya anggaran yang didapatkan Kementerian BUMN ini, Erick pun meminta kepada Komisi VI DPR untuk menyetujui usulan penambahan sebesar Rp66 miliar. Tambahan anggaran itu nantinya akan digunakan untuk meningkatkan sistem pengawasan BUMN oleh Kementerian BUMN.
“Dan kami berharap tentu ada usulan tambahan sekitar Rp66 miliar sehingga kurang lebih angkanya menjadi Rp344 miliar. Karena tidak lain, dari angka Rp66 miliar ini juga sangat terlalu kecil dibandingkan dengan prestasi yang sudah Komisi VI dorong kepada kami dan kami harapkan juga ada kebjaksanaan dari Kemeterian Keuangan,” pinta Erick.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi