Menuju konten utama
Sidang Perdana Kasus PLTU Riau

Setnov Disebut akan Terima $6 Juta dari Proyek PLTU MT Riau-1

Mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto direncanakan akan menerima 6 juta dolar AS jika proyek ini berhasil dijalankan Kotjo.

Setnov Disebut akan Terima $6 Juta dari Proyek PLTU MT Riau-1
Tersangka selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (tengah) dengan rompi tahanan menuju mobil tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (14/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Nama terpidana kasus KTP elektronik Setya Novanto disebut dalam dakwaan terhadap dakwaan kasus suap PLTU Mulut Tambang Riau-1 Johannes B Kotjo. Mantan Ketua Umum Golkar itu direncanakan akan menerima 6 juta dolar AS jika proyek ini berhasil dijalankan Kotjo.

"Fee yang dimaksud rencananya terdakwa [Johannes Kotjo] akan bagikan kepada terdakwa sebesar 24% atau sekitar 6 juta dolar AS, Setya Novanto sebesar 24% atau sekitar 6 juta dolar AS," kata Jaksa KPK Ronald Ferdinand Worotikan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (4/10/2018).

Awalnya, pada tahun 2015 Johannes Kotjo mendengar soal rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau-1. Untuk itu, Kotjo mencari investor yang mau melaksanakan proyek tersebut.

Lalu Kotjo mendapatkan perusahaan asal Cina yakni China Huadian Engineering Company, Ltd (CHEC, Ltd) dengan kesepakatan jika proyek tersebut berjalan maka Kotjo mendapatkan fee sebesar 2,5% atau 25 juta dolar AS dari total nilai proyek yang ditaksir bernilai 900 juta dolar AS.

Rencananya, uang fee tersebut akan dibagikan lagi ke sejumlah orang, antara lain :

a. Johannes B Kotjo sebesar 24% atau sekitar 6 juta dolar AS

b. Setya Novanto sebesar 24% atau sekitar 6 juta dolar AS

c. Andreas Rinaldi sebesar 24% atau sekitar 6 juta dolar AS

d. CEO Blackgold Natural Resources Rickard Philip Cecile sebesar 12% atau sekitar 3,12 juta dolar AS

f. Chairman Blackgold Natural Resources Intekhab Khan sebesar 4% atau 1 juta dolar AS

g. Direktur PT Samantaka Batubara James Rijanto sebesar 4% atau sekitar 1 juta dolar AS

h. Pihak-pihak lain yang membantu sebesar 3,5% atau 875 ribu dolar AS.

Untuk itu, Kotjo melalui Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang mengirim surat ke PT PLN yang intinya meminta agar PLN memasukkan proyek PLTU MT Riau-1 ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN (Persero). Namun rupanya tak ada tanggapan dari PLN.

Karenanya, pada awal 2016 Kotjo menemui Setya Novanto meminta untuk dipertemukan dengan pihak PLN. Setnov yang kala itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar kemudian memperkenalkan Kotjo ke Eni Maulani Saragih yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI.

Setnov kemudian meminta Eni untuk membantu Kotjo memuluskan niatnya. Setnov pun menyebut akan ada fee untuk Eni, dan Eni menyanggupi hal itu. Kemudian Eni membawa Kotjo beberapa kali bertemu dengan Direktur Utama PT PLN (persero) Sofyan Basir dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso untuk membicarakan hal ini.

Selepas beberapa kali pertemuan, masih pada tahun 2017 di lounge Bank BRI, Sofyan Basir menyampaikan bahwa Kotjo akan mendapat proyek PLTU MT Riau-1 dengan skema penunjukan langsung.

"Tetapi PT PJB harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal sebesar 51%," ujar Jaksa.

Pada 14 September 2017 di Kantor Pusat PLN dilakukan penandatanganan kontrak induk yang intinya mengatakan pihak-pihak yang terlibat akan bekerja sama dalam bentuk konsorsium untuk mengerjakan proyek pembangunan PLTU MT Riau-1.

Pihak yang menandatangani kontrak tersebut adalah Direktur Utama PT Pembangkit Jawa Bali Iwan Agung Firstantara, Direktur Utama PT PLN Batubara Suwarno, perwakilan CHEC, Ltd Wang Kun, CEO PT Blackgold Rickard Philip Cecile, dan Dirut PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang.

Dalam kasus ini, Kotjo didakwa telah memberikan uang sebesar Rp4,75 miliar ke Eni Saragih dan Idrus Marham guna memuluskan niatnya mengerjakan proyek pembangunan PLTU MT Riau-1.

Atas perbuatannya, Kotjo didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri