Menuju konten utama

Setara Minta Polri Lacak Aktor Intelektual Muslim Cyber Army

Siber Bareskrim menangkap enam orang anggota MCA di sejumlah lokasi yang berbeda.

Setara Minta Polri Lacak Aktor Intelektual Muslim Cyber Army
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran menunjukkan lima foto tersangka terkait pengungkapan kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media sosial yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA), Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Ketua Setara Institute Hendardi meminta Direktorat Siber Polri melacak aktor intelektual di balik Muslim Cyber Army (MCA) guna melindungi masyarakat dari bahaya berita bohong atau hoaks.

Hendardi menyatakan, penangkapan enam anggota MCA itu sekaligus membuktikan bahwa ujaran kebencian itu sengaja di desain dengan tujuan sangat berbahaya.

"Praktik semacam ini bukan hanya membahayakan kontestasi politik tetapi yang utama adalah membelah masyarakat pada pro dan kontra tentang suatu konten informasi dan ini membahayakan bagi kohesi sosial kita," kata Hendardi di Jakarta, Selasa (6/3/2018), seperti dikutip Antara.

Menurut dia, sindikat MCA ini berbeda dari Saracen yang lebih terstruktur dan cenderung bermotif ekonomi. Pasalnya, kata dia, kelompok MCA lebih bersifat ideologis dan memiliki ribuan anggota di seluruh Indonesia.

"Karena itu, daya rusak kelompok [MCA] ini lebih besar daripada Saracen," kata dia.

Untuk itu, Hendardi meminta Polri segera membongkar jejaring pelaku, mediator, pemesan dan penikmat hoaks berupa ujaran kebencian yang dilakukan MCA.

Senada dengan Hendardi, Presiden Joko Widodo juga meminta kepolisian tidak ragu untuk mengusut tuntas semua kasus penyebaran hoaks, termasuk yang melibatkan sindikat MCA.

“Saya kira polisi tahu ini pelanggaran hukum atau tidak. Kalau pelanggaran hukum, sudah saya perintahkan, entah itu Saracen, entah itu MCA, kejar, selesaikan, tuntas. Jangan setengah-setengah,” kata Jokowi kepada wartawan di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (6/3/2018) seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet.

Jokowi mengingatkan setiap aktivitas penyebaran berita palsu atau hoaks, baik dengan motif ekonomi maupun politik, bisa menyebabkan disintegrasi bangsa.

“Tidak boleh seperti itu. Saya sudah perintahkan ke Kapolri, kalau ada pelanggaran hukum tindak tegas jangan ragu-ragu,” kata Jokowi.

Dia mempersilakan Polri menuntaskan penyidikan terhadap kasus penyebaran hoaks dan isu provokatif yang melibatkan kelompok MCA. Setelah proses hukum tuntas, Jokowi ingin menerima laporan hasil penanganan kasus ini.

"Urusannya Polri, kalau sudah tuntas laporkan ke saya," ujar dia.

Jokowi juga menilai kondisi media sosial saat ini masih “hangat” meski sejumlah pentolan kelompok MCA telah ditangkap oleh polisi. “Masih hangat. Ini sudah harus diselesaikan tuntas biar adem semuanya,” kata Jokowi.

Siber Bareskrim sudah menangkap enam orang anggota MCA di sejumlah lokasi yang berbeda, mereka adalah:

1. Muhammad Luth (40) ditangkap di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

2. Rizki Surya Dharma (35) ditangkan di Pangkalpinang.

3. Ramdani Saputra (39) ditangkap di Bali.

4. Yuspiadin (25) ditangkap di Sumedang.

5. Ronny Sutrisno (40).

6. Tara Arsih Wijayani (40).

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran menyatakan bahwa komplotan itu sering menyebarkan postingan foto, video dan berita palsu berisi penghinaan, fitnah dan pencemaran nama baik terhadap pemimpin dan para pejabat negara.

"Mereka rutin memposting penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pejabat pemerintah dan anggota DPR," kata Fadil.

Selain itu, jaringan ini juga sering memposting isu SARA dan isu provokatif tentang penyerangan terhadap ulama dan kebangkitan PKI di media sosial. "Contoh postingan yang paling banyak meresahkan masyarakat yakni penculikan ulama," katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto