Menuju konten utama

Sesar Naik Flores yang Mengguncang Lombok

Sesar Naik Flores lagi-lagi mengguncang Lombok. Sesiap apa pemerintah dan masyarakat menghadapi itu?

Sesar Naik Flores yang Mengguncang Lombok
Warga melintasi rumah-rumah yang rusak akibat gempa bumi di Desa Sajang, Lombok Timur, NTB, Senin (30/7/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Warga di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak pernah mengira wilayah yang mereka tempati selama bertahun-tahun bisa luluh lantak karena gempa. Membayangkan sebuah gempa tektonik terjadi di pulau "seribu masjid" itu pun sulit. Namun, segera setelah dua gempa besar mengguncang Lombok pada akhir Juli dan awal Agustus 2018, kesadaran soal bencana merasuki alam pikiran mereka.

Pada Minggu (29/7/2018) pagi, gempa berkekuatan 6,4 skala Richter membuat kaget warga pulau Lombok seperti Nur Hidayati. Saat itu, Nur sedang menjaga anaknya yang dirawat di RSUD dr. Soedjono. Sesaat setelah gempa menggetarkan dinding dan lantai rumah sakit plat merah yang terletak di Selong, Kabupaten Lombok Timur tersebut, Nur sontak menggendong anaknya keluar dari kamar perawatan

"Sudah empat kali bolak-balik dari pagi keluar-masuk kalau ada gempa seperti ini," ujar Nur kepada Tirto.

Di halaman RSUD dr. Soedjono, Nur dan puluhan pendamping pasien lainnya tampak awas. Sementara para perawat dan dokter berjibaku mendorong brankar pasien yang tak sanggup lagi berjalan. Petugas RSUD lainnya berlari-lari memikul tabung oksigen. Sembari memegangi kantung infus dan menggendong si buah hati, bibir Nur merapal doa.

Sepekan setelah itu, gempa lagi-lagi menyentak Lombok, Sumbawa, dan Bali. Pada Minggu (5/8/2018) malam, Jauzy tengah menonton televisi di rumah bersama anggota keluarga dan kawan-kawannya ketika gempa berkekuatan 7 skala Richter merambat. Rumahnya itu berada tidak jauh dari alun-alun Kota Mataram. Gempa tersebut membuat genting rumahnya berjatuhan dan beberapa dinding rumahnya retak.

Pada malam yang sama saat gempa terjadi, Dedi Satriawan sedang melaju menggunakan sepeda motornya ke Pancor, Kabupaten Lombok Timur. Di sepanjang jalan, Dedi menyaksikan warga berhamburan keluar. Beberapa di antara mereka mencari tempat yang lebih tinggi atau meninggalkan rumah mereka yang retak karena gempa.

Dedi datang ke Masjid Raya Pancor yang menjadi lokasi warga mengamankan diri. Informasi yang beredar mengabarkan gempa malam itu berpotensi menimbulkan tsunami. Ujar Dedi kepada Tirto, "Hampir seluruh warga kampung sekitar masjid kumpul di sini. Ada sekitar 500 warga lah di sini."

Saat warga Pancor berlari-lari menuju Masjid Raya Pancor, di Salut, salah satu desa di Kabupaten Lombok Utara, Devy Aya tergopoh-gopoh keluar dari rumah selepas getaran pertama gempa terasa sekitar pukul 7 malam WITA. Ketika getaran yang lebih hebat mengguncang pada sekitar pukul 8 malam WITA, rumah Devy, begitu pula puluhan rumah lainnya di desanya, ambruk.

"Bangunan ndak ada yang tersisa. Tinggal atapnya saja yang terlihat. Bagian rumah lainnya ndak ada. Rata dengan tanah," ujar Devy saat dihubungi Tirto.

Sesar Flores

Jauzy mengatakan tidak pernah dilanda gempa sepanjang hidupnya di Lombok. Mulanya, laki-laki berumur 55 tahun itu tidak habis pikir mengapa gempa bisa melanda tempat tinggalnya tersebut.

"Ini yang agak langka, [cerita] soal gempa. Orang bilang kami bukan daerah gempa di sini. Ndak dibayangkan oleh kami di Mataram ini," ujar Jauzy saat dihubungi Tirto.

Laporan ulasan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan gempa Bali-NTB terjadi pada Minggu (29/7/2018) pukul 05.47 WIB (06.47 WITA). Berkekuatan 6,4 skala Richter, pusat gempa itu berada di 47 km timur laut Kota Mataram. Gempa tersebut terjadi akibat aktivitas Sesar Naik Bujur Belakang Flores (Flores Back Arc Thrust) atau yang kerap secara singkat disebut Sesar Flores atau Patahan Flores.

Laporan ini kemudian dikutip sejumlah media. Istilah "Sesar Flores" atau "Patahan Flores" pun sampai ke telinga Jauzy.

"Kami baru dengar Patahan [Flores] ini. Baru sekarang dengar itu. Saya sempat mendengar itu dari televisi. Saya tahu itu sejak gempa pekan lalu," ujar Jauzy.

Gempa yang terjadi pada sepekan kemudian, Minggu (5/8/2018), juga disebut Danny Hilman, peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bersumber dari Sesar Flores. Berkekuatan sebesar 7 skala Richter, gempa ini terjadi karena ada satu bidang patahan dengan kemiringan 30 derajat bergerak 2-3 meter.

"Gempa sepekan lalu bisa dibilang gempa pembuka, ini [tanggal 5 Agustus] gempa utamanya. Itu satu sumber: Lombok Utara," ujar Danny, seperti dilansir Antara.

Irwan Meilano, pengajar di program studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, mengatakan wajar apabila ada warga seperti Jauzy yang mengatakan "baru merasakan gempa pertama kali di Lombok." Kerapatan waktu jeda antar-gempa yang panjang serta lokasi terdampak gempa yang berbeda berpengaruh terhadap pengalaman masyarakat terhadap gempa.

"Kalau poinnya ada yang bilang tidak pernah merasakan gempa sebelumnya, mungkin karena pengulangan gempa terjadi sangat lama. Bisa jadi lebih panjang dari 100 tahun," ujar pakar kegempaan tersebut saat dihubungi Tirto.

Menurut laporan ulasan BMKG, Sesar Flores pernah menyebabkan gempa di wilayah Flores pada 12 Desember 1992. Gempa yang diikuti gelombang tsunami itu menewaskan 2.100 orang. Sesar Flores juga yang disinyalir menyebabkan gempa besar di Bali seratus tahun lalu. Terjadi pada 21 Januari 1917, gempa tersebut menewaskan 1.500 orang.

Pada 2016, Sesar Flores juga menjadi penyebab gempa berkekuatan 5,7 skala Richter yang menyebabkan kerusakan parah di wilayah Pekat, Kecamatan Dompu, NTB. Wilayah ini ada di Pulau Sumbawa, sebelah timur pulau Lombok.

Serba Serbi Sesar Flores

Susan Wayhem, dalam A Dictionary of Geography, mendefinisikan sesar (fault) sebagai permukaan yang retak di lapisan kulit bumi sehingga satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok lain. Sedangkan zona subduksi merupakan pertemuan antara dua lempeng benua. Sesar dan zona subduksi merupakan sumber gempa dan keduanya melingkari pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan pulau di sekitarnya.

Sesar Flores membujur dari timur laut pulau Bali sampai ke utara pulau Flores. Di selatan kepulauan tersebut juga membujur zona subduksi lempeng Indo-Australia.

"Sesar Flores tuh ada di belakang atau bujur busur belakang (Back Arc). Kenapa kami sebut di belakang? Karena bagian depannya ada di selatan, yakni di zona subduksi. Kenapa disebut thrust? Karena mekanisme sesarnya naik," ujar Irwan Meilano.

Menurut Irwan Meilano, lebih banyak gempa di pulau Jawa disebabkan pergeseran zona subduksi yang membentang di sebelah selatan pulau tersebut. Namun, di kawasan sebelah timurnya pulau Jawa, seperti pulau Bali hingga Flores, gempa disebabkan pergeseran sesar yang membujur di utara kepulauan pulau-pulau itu.

Infografik Sesar naik Flores

Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia (2017) yang disusun Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) menyatakan Sesar Flores bagian Lombok-Sumbawa membentang sepanjang 310 km. Laju gesernya sebesar 9,9 mm per tahun. Guncangan gempa maksimal yang bisa diakibatkannya sebesar 8,0 skala Richter. Sedangkan Sesar Flores bagian Bali merentang sepanjang 84 km. Guncangan gempa maksimal yang bisa diakibatkannya bagian sesar ini sebesar 7,4 skala Richter.

Danny Hilman, peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, mengatakan bahwa Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk keperluan membangun gedung sedang dibuat berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia termutakhir itu.

"SNI berdasarkan peta tersebut sedang diurus. Di peta tersebut ada pedoman teknis untuk dunia Teknik Sipil agar dapat membuat bangunan yang tahan guncangan gempa di semua tempat di Indonesia. Pada dasarnya, kalau bangunan dibangun sesuai Peta Bahaya dan Sumber Indonesia dan SNI, seharusnya bangunan yang hancur sedikit," ujar Danny saat dihubungi Tirto.

Menurut Danny, peta tersebut mampu memprediksi kekuatan gempa yang terjadi sepekan terakhir. Namun, data yang dihimpun berdasarkan gempa tersebut disinyalir mengubah secara minor Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017.

"Dalam peta letak Sesar Flores agak menjauh ke laut. Adanya gempa kemarin menggambarkan kalau Sesar Flores mendekat ke darat juga," ujar Danny.

Sedangkan Irwan Meilano, pakar kegempaan yang juga masuk tim penyusun Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia, memandang dua gempa yang mengguncang Lombok itu sebagai pesan kepada siapapun untuk memberi perhatian lebih terhadap pengurangan dampak bencana.

"Menurut saya itu yang mesti menjadi concern kita. Itu pesan yang dibawa gempa ini. Tantangan ke depan adalah memulai pengurangan dampak bencana. Cukup kejadian di Lombok ini menjadi yang terakhir. Ke depan tidak boleh ada gempa yang menyebabkan korban lagi," pungkas Irwan.

Baca juga artikel terkait GEMPA LOMBOK atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Teknologi
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Maulida Sri Handayani