Menuju konten utama

Serikat Buruh Tekstil Mengaku Masih Kerja 100% Kala PPKM Darurat

Di banyak sentra industri sektor manufaktur seperti Cakung, Tangerang, Subang, hingga Solo, puluhan pabrik masih beroperasi 100 persen selama PPKM darurat.

Serikat Buruh Tekstil Mengaku Masih Kerja 100% Kala PPKM Darurat
Pekerja menyelesaikan pembuatan mukena di Pabrik Mukena Siti Khadijah, Cinere, Depok, Rabu (7/4/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.

tirto.id - Gabungan Serikat Pekerja Sektor Tekstil, Garmen, Sepatu, dan Kulit mengungkapkan, walaupun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sudah diberlakukan sejak awal Juli lalu, kenyataannya masih banyak dari mereka yang harus tetap bekerja di pabrik dengan kapasitas 100 persen.

"Pada sektor manufaktur TGSL (tekstil, garmen, sepatu, dan kulit), PPKM nyaris tidak berlaku bagi ratusan ribu atau bahkan jutaaan pekerjanya. Di banyak sentra industri sektor ini (misal, Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo), puluhan pabrik masih beroperasi 100%," demikian tertulis dalam keterangan mereka.

Adapun serikat yang tergabung dalam aliansi ini antara lain, Federasi Serikat Buruh Militan (Federasi SEBUMI), Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN), Federas SERIKAT Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK-SPSI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Mereka mengatakan, pekerja-pekerja di sektor garmen, tekstil, sepatu, dan kulit harus bekerja penuh waktu bahkan lembur. Mereka bekerja di dalam ruang tertutup dan padat, tanpa alat pelindung diri, dan fasilitas kesehatan memadai seperti klinik, tes awal, atau vitamin. Jika ngotot tidak bekerja, ancaman pemutusan hubungan kerja membayangi.

Kondisi kerja para pegawai pun semakin memprihatinkan akibat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasca beleid itu disahkan, banyak perusahaan yang mengubah status kepegawaian dari pekerja tetap menjadi pekerja kontrak atau borongan. Walhasil, sistem penggajian pun berubah menjadi sistem harian sehingga karyawan-karyawan tersebut kerap kali memaksa diri tetap bekerja agar penghasilan tak berkurang. Selain itu, mereka pun kehilangan fasilitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

"Akibat dari situasi di atas amat jelas: klaster pabrik termasuk klaster penyebaran Covid-19 yang paling agresif. Data kami serikat pekerja/serikat buruh sektor TGSL menunjukkan hal itu: dalam dua minggu terakhir saja, ribuan anggota kami di wilayah Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo terpapar melalui tempat kerja/pabrik," kata mereka.

Situasinya makin buruk karena pegawai pabrik kebanyakan tinggal di permukiman padat penduduk. Akibatnya, dari Covid-19 yang menular antar pegawai, bergerak menulari keluarga di rumah, kemudian menulari tetangga di lingkungan permukiman.

Karenanya, aliansi tersebut menuntut pemerintah konsisten dengan aturan dan sanksi yang ditetapkan pada masa PPKM Darurat. Mereka menuntut pemerintah memaksa perusahaan memenuhi protokol kesehatan para pekerja, dan memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar. Mereka pun menuntut APINDO dan KADIN memastikan seluruh pekerja mendapatkan vaksin Covid-19 gratis.

Merujuk pada aturannya, seluruh kantor non esensial wajib bekerja 100 persen dari rumah, kantor esensial boleh bekerja di kantor dengan kapasitas maksimal 50 persen, dan hanya kantor kritikal yang boleh bekerja di kantor dengan kapasitas 100 persen.

Adapun cakupan sektor essential antara lain: keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid19, serta industri orientasi ekspor.

Sementara cakupan sektor kritikal: energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.

Baca juga artikel terkait SERIKAT BURUH atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Restu Diantina Putri