tirto.id - Elmo, Abbie, dan Alan sedang menggambar. Di tengah-tengah mereka ada gadis kecil berkulit kuning dan berambut merah yang tampak tekun sedang mewarnai. Tiba-tiba Big Bird datang, ia mengunjungi Elmo dan lainnya. Melihat ada orang baru, Big Bird ingin berkenalan.
“Ini Julia,” Elmo memperkenalkannya pada Big Bird.
“Hai Julia. Aku Big Bird. Senang bertemu denganmu.” Big Bird menyodorkan tangannya.
Tapi Julia tak merespons. Ia masih tekun menggoreskan kuasnya ke atas kertas.
“Julia?” Big Bird bingung, kenapa Julia tak merespons jabatan tangannya?
Anak perempuan berambut merah dengan model bob itu ternyata punya gangguan spektrum autisme alias autisme spectrum disorder (ASD). Karena gangguan tersebut, caranya berkomunikasi sedikit berbeda dari kebanyakan orang. Alan menjelaskan hal itu pada Big Bird.
Adegan di atas terjadi di Jalan Sesama alias Sesame Street, program televisi anak-anak yang sudah mengudara sejak 1969. Potongan adegan itu tayang dalam episode pertama Julia, karakter dengan autisme muncul dalam Sesame Street sejak 2 April 2017.
Tanggal itu tak dipilih sembarang. Setiap 2 April, dunia memperingatinya sebagai Hari Kesadaran Autisme, hari ketika dunia merayakan keberadaan orang-orang dengan autisme dan keluarganya. Penanda ini diperlukan sebab stigma dan diskriminasi masih menyelimuti orang-orang dengan autisme dan keluarganya.
Sesame Street sadar akan hal itu, dan memasukkan karakter autistik permanen dalam plotnya untuk mengajari anak-anak lebih kenal dengan autisme. Di sanalah Julia hadir.
Apa itu Autisme?
Terminologi autisme digunakan untuk menggambarkan ASD. Pada dasarnya, autisme adalah gangguan perilaku yang dialami seseorang terkait dalam tiga domain utama, yaitu sosial, komunikasi, dan tingkah laku yang berulang.
Ia pertama kali dijabarkan oleh psikiater asal AS, Leo Kanner pada 1943. Leo meyakini kalau anak-anak dengan autisme sebenarnya punya level kecerdasan yang normal dan berfungsi baik, akan tetapi hal lain membuatnya terlihat salah. Belakangan, hipotesa Kanner ini terbukti benar. Sejumlah penelitian bahkan menunjukkan bahwa anak-anak dengan autisme cenderung punya tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. Intelligence Quotient (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang.
Pada 1944, istilah asperger muncul. Namun, popularitas Kanner dan temuannya tentang autisme sempat meredupkan gangguan perilaku ini yang kelak dimasukkan dalam spektrum autisme. Asperger adalah sindrom yang menyebabkan gangguan berkomunikasi dan bersosialisasi pada seseorang. Kikuk, terbata-bata dalam berkata, pendiam, dan terkesan seperti enggan menatap mata lawan bicara adalah sebagian dari tanda-tanda yang ditunjukkan seseorang dengan asperger.
Sindrom Asperger dinamai dari Johann Friedrich Karl Asperger, seorang dokter asal Austria yang terkenal lewat penelitian-penelitiannya tentang gangguan kejiwaan, terutama anak-anak. Seumur hidup Hans, sapaan akrabnya, telah menulis lebih dari 300 publikasi, yang kebanyakan menyebut istilah ciptaannya autistic psychopathy (AP).
Hans lahir dan besar di Vienna, Austria. Dalam Did Hans Asperger (1906-1980) Have Asperger Syndrome? (2007), sulung dari tiga bersaudara ini dikisahkan kepayahan bersosialisasi dan penyendiri. Namun, sejak kecil ia berbakat dalam berbahasa, tertarik pada sastra, dan sering mengutip pujangga Austria favoritnya, Franz Grillpazer.
Ia mulai menekuni dunia medis saat belajar di University of Vienna, di bawah supervisi nama besar lainnya di dunia medis asal Austria, Franz Hamburger. Hans mendapatkan gelar dokter pada 1931.
Saat Perang Dunia II berlangsung pada 1941, Hans menjadi petugas medis di Yugoslavia. Menjelang perang usai, ia sempat membuka sekolah buat anak-anak yang akhirnya dibom dan membuat sejumlah besar pekerjaannya hilang.
Tapi, tiga tahun kemudian publikasi pertamanya tentang AP dirilis. Hans mengidentifikasi empat orang bocah yang diidentifikasinya punya pola perilaku, “kurang berempati, kemampuan membentuk pertemanan yang sedikit, percakapan sepihak, penyerapan intens pada minat khusus, dan gerakan canggung.”
Namun, ia menyadari bahwa beberapa anak yang ia identifikasi autis, memiliki bakat khusus yang digunakan saat dewasa, dan sukses. Salah satunya menjadi profesor astronomi dan memecahkan kesalahan dalam pekerjaan Newton. Salah satu pasien Hans lainnya adalah peraih Nobel Sastra, penulis asal Austria, Elfriede Jelinek.
Kontroversi Hans Asperger
Meski menjadi salah satu nama penting di dunia medis dan autisme, namun nama Hans Asperger diselimuti kontroversi, setelah penelitian terbaru mengungkap keterlibatannya dalam program eutanasia Nazi di Austria.
Sejarawan Herwig Czech dari Vienna’s Medical University, mengklaim hal itu dalam makalah akademis yang diterbitkan di jurnal Molecular Autism, setelah delapan tahun melakukan penelitian terhadap Hans Asperger.
Czech menggali dokumen yang sebelumnya tidak tersentuh dari arsip negara, termasuk file personal Asperger dan catatan kasus pasien. Ia menemukan bahwa Hans sangat dekat dengan ideologi Nazi dan terbukti sering merujuk anak-anak ke klinik Am Spiegelgrund, yang didirikan The Third Reich untuk meng-eutanasia anak-anak disabilitas yang dianggap rezim “tak layak hidup”.
Temuan ini tentu saja membayangi sejarah autisme, perjuangan panjang menuju diagnosis yang akurat, serta penerimaan dan dukungan masyarakat. Pengungkapan ini juga menyebabkan perdebatan di antara orang autis, keluarga mereka, peneliti dan dokter, tentang apakah label diagnostik sindrom Asperger harus ditinggalkan.
Siapa pun tak ingin menggunakan nama penjahat kemanusiaan sebagai istilah yang menggambarkan kondisi kesehatan mereka. Johann Friedrich Karl Asperger meninggal pada 21 Oktober 1980, tepat hari ini 40 tahun lalu.
Garis Besar Gejala Autisme
Sampai sekarang, diagnosis autisme masih sulit-sulit gampang. Sebabnya, gejala autisme yang ditunjukkan seseorang bisa berbeda dengan yang lain. Pada Julia misalnya, ia digambarkan sebagai anak dengan autisme yang kesulitan berbicara.
Julia punya kosakata terbatas dan cenderung mengulang-ulang satu kata ketika mengomunikasikannya. Cara Julia mengekspresikan diri juga terbatas. Ia akan mengayunkan tangan kirinya dari atas ke bawah untuk mengungkapkan perasaan tidak nyaman atau tak suka pada suatu hal, dan mengayunkan tangan kanannya dari bawah ke atas untuk mengungkapkan perasaan sebaliknya. Atau dalam keadaan tertentu ia akan melonjak-lonjak tanda girang.
Billy, si Power Ranger Biru juga digambarkan punya diagnosis autisme dalam film Power Ranger. Billy cenderung kelihatan punya cara komunikasi lebih normal ketimbang Julia, meskipun sebenarnya tidak. Ia ditampilkan dengan banyak dialog. Tapi sebenarnya, ia tidak dalam frekuensi perbincangan yang sama dengan kawan-kawannya yang lain. Billy tak tertawa karena lelucon kawannya, atau malah ia tertawa sendiri di saat kawan-kawannya merasa sedang tak ada humor yang memicu tawa. Hal ini terjadi karena orang-orang autisme punya "frekuensinya" sendiri dalam memandang satu-dua hal di dunia ini.
Meski berada di spektrum yang luas, sejumlah penelitian mencoba menarik garis besar dari semua gejala yang ditunjukkan orang-orang dengan autisme. Misalnya seperti yang dituliskan Rita Jordan dari Universitas Birmingham, London untuk UNESCO—Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan milik Perserikatan Bangsa-bangsa. Menurut Jordan, dalam mendiagnosis autisme, para pakar punya tiga domain yang bisa dijadikan acuan, yakni: cara bersosialisasi, komunikasi, dan fleksibilitas.
Tak mampu menjalin interaksi non verbal seperti kontak mata, kesulitan bermain dengan teman sebaya, tak menunjukkan empati dan perilaku berbagi kesenangan atau minat, serta kurang mampu membangun hubungan sosial dan emosional dua arah adalah contoh-contoh gejala yang ditunjukkan dalam sektor bersosialisasi.
Tidak atau terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal, bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi, menunjukkan egosentris, dan punya bahasa aneh atau cara bermain yang cenderung repetitif dan kurang variatif adalah contoh-contoh gejala yang ditunjukkan pada sektor komunikasi.
Sementara mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya, serta menunjukkan gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang adalah gejala yang bisa digambarkan dari poin fleksibilitas.
Autisme bisa didiagnosis sejak kecil, tapi cenderung sampai remaja dan dewasa, sebab penelitian menunjukkan bahwa autisme adalah kondisi yang akan dialami seumur hidup. Kendati demikian, sebagian orang dengan autisme hidup mandiri dan produktif, meski lainnya adalah disabilitas dan butuh perawatan serta dukungan seumur hidup.
Dukungan psikologi seperti pengobatan perilaku terbukti dapat mengurangi kepayahan komunikasi dan interaksi sosial orang-orang dengan autisme, sehingga punya hidup yang lebih berkualitas. Ini sebabnya stigma dan diskriminasi yang dilekatkan pada orang-orang dengan autisme harus segera dicabut.
Christine Ferarro, salah seorang tim penulis Sesame Street punya cita-cita penting tentang stigma-stigma itu. Dalam wawancaranya dengan Lesley Stahl dari 60 Minutes, ia mengharapkan kehadiran Julia di programnya bisa membuat anak-anak mulai bisa memandang autisme dengan cara pandang lebih indah.
“Aku akan sangat senang kalau dia tak jadi Julia, bocah di Sesame Street yang punya autisme. Aku sangat senang kalau dia jadi Julia saja,” kata Christine.
==========
Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 2 April 2017. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti & Irfan Teguh