tirto.id - Salah satu yang paling melekat pada citra Power Rangers—selain para jagoan berkostum warna-warni—adalah alur ceritanya yang selalu repetitif, dengan dialog jelek. Serial televisi yang pertama kali tayang Agustus 1993 itu selalu hadir dengan konsep serupa setiap minggunya: kota diserang monster—Power Rangers membunuh monster—monster berubah jadi raksasa—Power Rangers memanggil zord mereka (robot binatang raksasa)—monster tewas meledak di tangan zord. Episode berikutnya alur cerita masih sama.
Pola cerita semacam ini terus berulang hingga 23 tahun kemudian. Hanya saja kadang zord mereka bukan cuma binatang, sesekali dinosaurus atau mobil raksasa.
Dalam seri pertamanya itu Power Rangers adalah lima orang remaja yang dipilih acak oleh alien bernama Zordon, untuk melindungi bumi dari serangan alien lain bernama Rita Repulsa. Rita ini yang nantinya dalam setiap episode berperan sebagai pencetak monster yang akan dibasmi Power Rangers.
Selain polanya yang berpotensi sangat membosankan, naskah Power Rangers juga kerap abai pada nalar. Misalnya saja pada episode pilot, kita tak akan dapat informasi-informasi penting yang harusnya ada sebagai dasar cerita. Seperti, sejak kapan Zordon datang, siapa Alpa 5, bagaimana pusat komando dibangun, atau bahkan alasan sederhana mengapa lima bocah yang dipilih jadi Power Rangers itu bisa langsung terbang ke pusat komando.
Pengambilan gambarnya juga terburu-buru sehingga memperlihatkan ceceran-ceceran adegan yang membuat cerita jadi semakin tak masuk akal. Padahal, cerita yang baik harusnya tak mencederai logika para pemirsanya. Bagi pemirsa yang mengamati, tak perlu jadi kritikus film di koran mahal untuk tahu kalau serial Power Rangers ini minim bujet, termasuk awal kelahirannya.
Label Power Rangers pertama kali digagas oleh Haim Saban, seorang promotor musik yang terlilit utang di Israel, sebelum akhirnya pindah ke Paris dan menjemput sukses. Kisah pahlawan super ini diadaptasinya dari serial televisi di Jepang, bertajuk Kyōryū Sentai Zyuranger dari seri Super Sentai. Saking minimnya bujet, seluruh adegan tarung dalam musim pertama hingga ketiga Mighty Morphin Power Rangers diambil bulat-bulat dari adegan versi Jepangnya—lalu kemudian disulih suara dalam bahasa Inggris. Waktu itu, Saban sendiri belum mampu memproduksi kostum warna-warni sang Rangers.
Ceritanya memang tak detail, rinci, apalagi bisa lebih masuk akal dari kisah pahlawan super lainnya, seperti milik DC atau Marvel. Tapi di tengah semua keterbatasan itu, siapa sangka Power Rangers jadi salah satu ikon pahlawan super dengan basis penggemar paling banyak dan setia dalam sejarah. Mungkin tak sebanyak milik pahlawan-pahlawan super aliran utama dari DC atau Marvel kalau digabungkan. Setidaknya mereka punya lebih dari 2,7 juta penggemar di Facebook, dan 160 ribu pengikut di Instagram. Angka ini termasuk besar bahkan mengalahkan nama-nama populer lain seperti Superman, Spiderman, atau Ironman jika dipisah satu-satu.
Dengan basis penggemar seperti itu, Saban akhirnya memutuskan kembali membawa serial ini ke layar lebar. Upaya serupa pernah dibuatnya pada 1995 dan 1997, ketika Power Rangers meledak di pasaran dan tenar di sejumlah negara. Setelah itu, penggemar Power Rangers hanya bisa menikmati serialnya di televisi setiap minggu. Tapi antusias pada pahlawan berhelm dan kostum warna-warni itu tak pernah punah. Buktinya, Power Rangers terus bertahan sebagai drama anak-anak selama 23 tahun terakhir.
Pada 2017 ini, niatan Saban membawa kembali Power Rangers ke layar lebar tak main-main. Ia mengumpulkan bujet hingga US$ 100 juta, bekerja sama dengan Toei Entertainment (rumah produksi Super Sentai). Dengan judul sama seperti di naskah orisinalnya—Power Rangers Mighty Morphin digadang sebagai redefinisi Power Rangers untuk generasi kini.
Sejumlah detail dirombak untuk mengokohkan cerita. Pemain-pemain baru didapuk. Efek layar hijau lebih ramai ditabur. Bahkan isu LGBT dan autisme dimasukan agar karakter-karakter Ranger lebih dekat dengan generasi saat ini. Kalau dilihat lebih teliti, sebenarnya hampir semua lini dipoles.
Satu-satunya yang tak diubah adalah nama-nama karakter orisinal. Film ini masih berisi kisah Jason, Billy, Kimberly, Trini, dan Zack yang terpilih jadi Power Rangers. Kalau dalam cerita orisinal mereka semua adalah bintang di sekolahnya, maka keadaan itu dibalik 180 derajat dalam versi baru. Kelima remaja ini malah anak-anak bermasalah yang terasing di kehidupannya.
Jason Scott (Dacre Montgomery) adalah bekas atlet sekolah yang kehilangan popularitasnya karena perilaku jahil yang melibatkan polisi; Billy Craston (RJ Cyler) adalah murid cerdas yang kepayahan bersosialisasi karena mengidap autisme; Kimberly (Naomi Scott) adalah siswa populer yang dimusuhi kawan-kawannya karena menyebar foto pribadi sahabatnya sendiri; Trini (Becky G) adalah siswa pindahan yang berdebat tentang orientasi seksualnya dengan keluarga; sementara Zack (Ludi Lin) punya Ibu penyakitan yang hampir mati dan tinggal di mobil karavan.
Kelimanya tanpa sengaja menemukan pesawat luar angkasa milik Zordon, mantan Power Ranger merah yang terkubur di tambang kota mereka, Angel Groove. Potongan plot satu ini juga berbeda dari naskah orisinalnya, di mana Zordon adalah penyihir dari Planet Eltar.
Rita Repulsa, musuh bebuyutan Zordon juga bukan penjahat intergalaksi yang dikurung dalam penjara di bulan. Dalam versi baru ini, Rita adalah Ranger Hijau, salah satu kawan Zordon yang berkhianat karena gila kekuatan.
Dalam 124 menit film baru ini, para penggemar Power Rangers juga tak akan mendengar “It’s morphin time!”, mantra berubah wujud yang jadi langgam populer khas mereka. Sebab dalam film ini, para Rangers masih kesulitan untuk berubah wujud. Ketika sudah bisa, tampilan baju jirah mereka juga sama sekali tak mirip dengan yang asli, alih-alih lebih mirip robot-robot transformer.
Perubahan-perubahan ini tentu saja menuai ragam tanggapan. Tak semua orang senang, tapi tak semua pula yang mencaci. Terlepas dari itu, bujet jor-joran yang digelontorkan Saban berdampak besar pada divisi naskah yang jadi jauh lebih masuk akal. Dalam film versi milenial ini, karakter-karakter Power Rangers Mighty Morphin lebih digali. Adegan per adegan dirajut lebih rapi tanpa menghilangkan pesan moral utama Power Rangers tentang kesatuan dan kerja sama.
Sehingga membuat Power Rangers lebih masuk akal ketimbang naskah orisinalnya. Semua orang tahu siapa Zordon, Rita, dan Alfa 5. Bahkan para remaja berbaju zirah warna-warni itu terasa lebih nyata karena eksplorasi karakter yang ada dalam film. Jauh dari kesan pahlawan utopis yang dulu ditunjukkan Power Rangers 1993.
Meski tetap ada sejumlah polesan yang tak rapi—seperti kabar tentang mobil Ibu Billy yang ditabrak kereta api atau tak ada adegan Billy mengambil buku birunya setelah diinjak-injak orang lain—film Power Rangers kali ini harus diakui hadir dengan plot yang lebih masuk akal. Setidaknya, cerita masuk akal akan membuat generasi saat ini lebih mudah jatuh hati pada Power Rangers.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Suhendra