tirto.id - Kuasa Hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra mengatakan pihaknya akan mendengarkan saran majelis hakim pada persidangan pembukaan judicial review Perppu Ormas di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (26/7/2017) besok.
"Besok akan sidang pendahuluan dan saya akan mendengar saran-saran dari majelis hakim. Terutama setelah HTI dibubarkan oleh pemerintah dan status badan hukumnya dicabut," kata Yusril di Gedung Bukopin, MT Haryono, Jakarta Selatan, Selasa (25/7).
Menurut Yusril, meskipun status HTI telah dicabut SK Badan Hukumnya, namun hal itu tidak menjadi masalah dalam proses gugatan mereka di PTUN.
"Kalau di PTUN tidak masalah karena dia minta pencabutan itu dibatalkan dan statusnya dipulihkan. Tapi di MK ini sifatnya menguji UU, jadi saya gunakan advice dari hakim, kalau hakim mengatakan sebaiknya diganti pemohonnya maka kami ganti dengan pemohon yang lain. Intinya kami tetap melakukan perlawanan dan mohon MK membatalkan seluruh isi perppu yang bertentangan dengan UUD 45," katanya.
Selain HTI, ormas lain yang siap mengajukan untuk judicial review Perppu Ormas, menurut Yusril, di antaranya adalah Muhammadiyah dan Persis.
"Banyak yang mau daftar. Saya dengar Persis juga mau daftar. Muhammadiyah juga maju sebagai pihak terkait. Beberapa ormas seperti organisasi profesi juga sudah ajukan permohonan Perppu ini karena mengancam eksistensi ormas termasuk organisasi profesi, yayasan, dan semua yang dikategorikan sebagai ormas," katanya.
Menanggapi hal itu, mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin meyakini bahwa organisasinya mendukung hal itu.
"Saya tidak tahu persis karena saya mantan ketua PP Muhammadiyah yang sekarang menjadi ketua ranting di Pondok Labu, tapi saya yakin Muhammadiyah akan mendukung itu. Judicial review Perppu Ormas karena itu alam pikiran Muhammadiyah," kata Din di Gedung Bukopin, MT Haryono, Jakarta Selatan, Selasa, (25/7).
Din memaparkan, ada dua alasan yang membuatnya mendukung Muhammadiyah untuk mengajukan judicial review Perppu Ormas yang diterbitkan pemerintah pada 12 Juli lalu. Pertama, karena Muhammadiyah kritis terhadap pemerintah.
"Satu berdasarkan watak Muhammadiyah melakukan amar maruf nahi munkar. Muhammdiyah itu loyal dan kritis terhadap pemerintah. Kami loyal kepada pemerintah dan bangsa tapi tetap kritis terhadap kesalahan-kesalahan," katanya.
Kedua, kata Din, ini berkaitan dengan jihad konstitusi yang dicetuskan sewaktu dirinya menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah.
"Kedua, sejak 2010 saat saya masih menjadi ketua PP Muhammadiyah saya memprakarsai jihad konstitusi untuk merevisi UU yang bertentangan dengan konstitusi, termasuk merevisi UU terkait keormasan tahun 2013. Untuk itu kalau boleh terkait Perppu itu sebagai ketua ranting Muhammadiyah saya mendorong Muhammadiyah melalui majelis hukum dan HAM agar melakukan judicial review atas Perppu itu," kata Din.
Namun, Din menolak apabila sikap Muhammadiyah itu dinilai membela organisasi radikal yang anti Pancasila. karena, menurutnya Muhammadiyah juga merupakan bagian dari organisasi yang menegakkan Pancasila.
"Tetapi cara pemerintah membubarkan organisasi lewat cara tersebut yang kami tidak setuju. Karena bertentangan dengan semangat UUD 45 Pasal 28 sendiri yang memberi kebebasan berserikat dan berkumpul. Bukan cara-cara seperti itu," kata Din.
Dirinya pun berharap pemerintah bisa melakukan langkah-langkah persuasif dalam menyelesaikan perkara organisasi radikal di Indonesia.
"Jangan lupa ini berhubungan dengan pikiran, dengan ideologi, dan itu tidak bisa dibunuh. Dibunuh secara formal bisa, tapi nanti pasti akan mencari cara untuk tumbuh lagi," katanya.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto