tirto.id - Seks anal adalah praktik memasukkan penis, jari, atau benda asing seperti vibrator ke dalam anus untuk kesenangan seksual. Dengan tindakan pencegahan yang sesuai, seks anal sebagian besar aman.
Namun, ada berbagai risiko potensial yang mungkin terjadi. Salah satunya, anus tidak dapat melumasi dirinya sendiri secara alami untuk mengurangi ketidaknyamanan dan kekhawatiran terkait gesekan, seperti cedera kulit.
Selain itu seks anal berpotensi meningkatkan risiko infeksi bakteri. Anus tidak memiliki sel yang menciptakan pelumas alami yang dimiliki vagina. Anus juga tidak memiliki air liur seperti mulut. Lapisan rektum juga lebih tipis dari vagina.
Kurangnya pelumasan dan jaringan yang lebih tipis meningkatkan risiko robekan terkait gesekan di anus dan rektum.
Setelah robek, maka saat tinja keluar dari anus bakteri berpotensi menempel. Hal ini meningkatkan risiko abses dubur, infeksi kulit yang dalam yang biasanya membutuhkan perawatan dengan antibiotik.
Selain itu, dilansir Medical News Today, beberapa dampak negatif dari seks anal adalah peningkatan risiko infeksi menular seks (IMS), memperburuk wasir, kehamilan dan peningkatan risiko fistula.
Peningkatan Risiko IMS
Karena seks anal dapat menyebabkan infeksi bakteri, maka hal itu juga dapat meningkatkan risiko infeksi menular seksual (IMS). Misalnya, karena kulit lebih cenderung sobek selama hubungan seks anal daripada selama hubungan seks vagina, ada peluang yang lebih besar untuk menyebarkan IMS.
Beberapa IMS yang dapat terjadi adalah klamidia, gonore, hepatitis, HIV, dan herpes. Ini bisa menjadi kondisi jangka panjang, karena banyak IMS tidak memiliki obat.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), seks anal adalah perilaku seksual berisiko tertinggi untuk penularan HIV dibandingkan dengan bentuk seks lainnya, seperti seks vaginal atau oral.
Dalam seks anal reseptif, atau bottoming, HIV 13 kali lebih mungkin menginfeksi pasangan yang berposisi di bawah daripada pasangan insertif.
Memperburuk Wasir
Seks anal dapat mengiritasi wasir yang ada, tetapi bukan penyebab wasir. Wasir adalah area pembuluh darah di dalam dan di luar rektum yang dapat menyebabkan rasa gatal, sedikit pendarahan, dan terkadang nyeri.
Sementara wasir dapat menjadi tidak menyenangkan dan menyakitkan, mereka mudah diobati dan sangat dapat dicegah.
Seks anal dapat mengiritasi wasir yang ada bagi sebagian orang. Namun, seks anal itu sendiri tidak mungkin menyebabkan wasir jika seseorang belum memilikinya.
Peningkatan Risiko Fistula
Dalam kasus yang sangat jarang, ada kemungkinan bahwa robekan pada lapisan anus atau rektum dapat tumbuh lebih besar.
Dokter menyebut fenomena ini sebagai fistula. Kadang-kadang, robekan ini sangat besar sehingga meluas melampaui usus ke bagian tubuh lainnya.
Fistula dapat menjadi situasi medis darurat karena memungkinkan tinja dari usus masuk ke tempat lain di dalam tubuh.
Karena feses secara alami mengandung sejumlah besar bakteri, memiliki fistula dapat memperkenalkan bakteri ke bagian tubuh lain, yang menyebabkan infeksi dan kerusakan. Dokter biasanya menyarankan operasi untuk memperbaiki fistula.
Hal ini adalah komplikasi yang jarang tetapi potensial dari seks anal. Untuk alasan ini, penting untuk menggunakan pelumasan yang tepat dan menghentikan hubungan seks anal jika rasa sakit terjadi.
Apakah Ada Risiko Jangka Panjang?
Beberapa orang percaya bahwa kemungkinan risiko seks anal adalah bahwa dubur akan meregang dalam jangka panjang, dan bahwa kerusakan ini dapat menyebabkan inkontinensia (tidak dapat mengontrol keluarnya) tinja. Sebagian besar, para ahli medis tidak setuju dengan ini.
Namun, sebuah studi tahun 2016 di American Journal of Gastroenterology mengamati perilaku seksual 4.170 orang dewasa.
Para peneliti bertanya kepada orang dewasa apakah mereka pernah melakukan hubungan seks dubur, dan apakah mereka mengalami inkontinensia tinja.
Mereka menemukan bahwa 37,3 persen wanita dan 4,5 persen pria melakukan hubungan seks anal.
Mereka juga menemukan bahwa tingkat inkontinensia fekal (feses) sedikit lebih tinggi di antara pria dan wanita yang melakukan hubungan seks anal.
Pria yang melakukan hubungan seks anal memiliki tingkat inkontinensia feses yang lebih tinggi daripada wanita.
Studi ini mengarahkan para peneliti untuk menyimpulkan ada hubungan potensial antara inkontinensia fekal dan seks anal.
Cara Mengurangi Risiko
Salah satu hal yang paling disarankan oleh para dokter adalah menggunakan pelumas untuk berhubungan seks anal.
Pelumas dipercaya bisa mengurangi robekan pada anus akibat gesekan. Menggunakan air liur mungkin bisa dilakukan, tetapi tidak disarankan.
Sebuah penelitian tahun 2016 dalam jurnal Sexually Transmitted Infections menunjukkan bahwa menggunakan air liur sebagai pelumas adalah faktor risiko gonore pada pria yang berhubungan seks dengan pria. Maka, menggunakan pelumas komersial mungkin menjadi pilihan yang lebih aman.
Selain itu menggunakan kondom juga akan mengurangi risiko. Tetapi yang terpenting berhentilah melakukan anal jika sudah merasakan sakit.
Editor: Yandri Daniel Damaledo