tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan jika Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dihidupkan kembali, Indonesia akan memiliki rencana pembangunan yang pasti.
Arsul menyebut, soal kekhawatiran ketika GBHN diterapkan maka akan membelenggu gerak-gerik presiden dalam membuat kebijakan. Ia mengatakan GBHN tidak akan bisa mengikat gerak-gerik presiden karena skema GBHN akan dibuat dinamis sesuai dengan perkembangan sistem pemerintahan mengacu pada kondisi di dalam maupun luar negeri.
"Kekurangannya itu GBHN bisa membelenggu, kalau dia [GBHN] benar-benar mencerminkan arah pembangunan bangsa yang futuristik. Kalau sudah kita tulis, perkembangan-perkembangan dari luar kan situasi negara itu kan tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh kondisi dalam negeri tapi juga dipengaruhi kondisi luar negeri, kondisi global," beber dia di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).
Sekjen PPP menjelaskan, GBHN yang diwacanakan akan dihidupkan kembali bisa dihadirkan dalam skema yang lebih dinamis. GBHN sangat diperlukan agar pembangunan negara sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Zaman dulu, kata Arsul, GBHN dipandang membelenggu kebebasan presiden terpilih untuk mewujudkan ide-idenya menjalankan pemerintahan.
"Pemilihan presiden yang dilakukan oleh MPR berganti menjadi pemilihan langsung artinya dianggap bahwa mandat yang diperoleh presiden itu sudah dari rakyat. Sehingga apa yang presiden lakukan dianggap sudah disetujui oleh mayoritas masyarakat.
"Dulu itu kenapa resistance itu pertama-tama GBHN itu adalah pembangunan dan untuk skema stabilitas. Kemudian pertumbuhan, baru belakangan belakangan aja ada pemerataan gitu. Setelah pemerataan kan ada ini GBHN sering kali lebih menetapkan atau mengarahkan ke stabilitas dan pertumbuhan. Kalau ada stabilitas dan pertumbuhan pasti demokrasi kan akan terkekang," tandas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri