tirto.id -
"Berikan buktinya, jadi jangan berstatemen berbasis katanya-katanya, berikan saja buktinya. Mana 25 juta yang berganda itu? Minimal dengan random sampling, gitu dong," kata Arsul di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2018).
Kesangsiannya itu, kata Arsul, merujuk pada rumus penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kan sebenarnya begini, jumlah DPT-nya berapa, kemudian dikaitkan dengan data sensus kependudukan berapa jumlah umur segala macam, mungkin enggak ada 25 juta itu? Jangan-jangan 2500 atau 25 ribu," kata Arsul.
Menurut Arsul, sebelum menolak hasil pleno penentuan DPT yang dilaksanakan KPU besok (5/9/2018), koalisi Prabowo-Sandiaga harus mampu menunjukkan bukti 25 juta pemilih ganda tersebut.
"Menolak itu hak, jadi itu tetap harus dihormati, tetapi dalam menggunakan hak itu harus berdasarkan fakta dan bukti, kan itu, tidak berbasis temuan," kata Arsul.
Kemarin malam (3/9/2018) Para sekjen partai koalisi pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta kepada KPU menunda rapat pleno penetapan DPT yang diselenggarakan Rabu (5/9/2018) nanti.
Sekjen PKS, Mustafa Kamal menyatakan, keputusan ini diambil lantaran pihaknya masih menemukan daftar pemilih ganda dari Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang telah diterima empat parpol koalisi ini dari KPU.
"Dari 137 juta pemilih terdapat 25.410.615 pemilih ganda. Di beberapa daerah ditemukan ganda bahkan di beberapa tempat ditemukan sampai 11 kali digandakan," kata Musatafa dalam konferensi pers sekjen koalisi Prabowo-Sandiaga, di Restoran Batik Kuring, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018) malam.
Angka pemilih ganda tersebut, menurut Musfata, setara dengan 18 persen suara di Pilpres dan 104 kursi di DPR RI. Sementara, menurutnya, data DPS yang berhasil dihimpun KPU sampai 3 September sudah lebih banyak dari daftar yang mereka terima, yakni berjumlah 185 juta pemilih.
Penambahan jumhlah DPS itu, menurut Mustafa, juga berpeluang membuat angka pemilih ganda semakin bertambah dari yang telah mereka temukan saat ini.
"Kami minta DPS diutuhkan dulu, oleh KPU sebelum disahkan jadi DPT, " kata Mustafa.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yulaika Ramadhani