Menuju konten utama

Sejauh Mana Teknologi Bantu Pencarian Orang Hilang Pasca-Bencana?

Media sosial macam Facebook dan Google bisa digunakan mencari orang hilang.

Sejauh Mana Teknologi Bantu Pencarian Orang Hilang Pasca-Bencana?
Ilustrasi menggunakan GPS saat berkendara. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Tim Aksi Cepat Tanggap mencatat terdapat 1.203 korban tewas pasca gempa dan tsunami yang menghantam Kabupaten Donggala dan Kota Palu sekitarnya Jumat (28/9) lalu. Selain korban tewas, terdapat 46 orang yang dilaporkan hilang. Persoalan jumlah korban hilang dalam setiap bencana yang datang selalu jadi momok.

Pencarian korban hilang bisa dilakukan dengan pencarian secara manual, menggunakan anjing pelacak, hingga menggunakan perangkat elektronik, semisal kamera mini dan perangkat pendeteksi gerakan. Sayangnya, langkah-langkah tersebut punya celah masalah efektivitas waktu dan sulitnya kegiatan di lapangan.

Akbar Hossain, peneliti Auckland University of Technology, dalam papernya berjudul “A Smartphone-assisted Post-Disaster Victim Localization Method,” menawarkan teknologi bernama Smartphone-Assisted Victim Localization (SmartVL). SmartVL, secara sederhana, merupakan teknologi yang menjadikan smartphone mengirim sinyal koordinat keberadaannya secara otomatis, pada smartphone lain maupun pada tower khusus.

Dalam dunia jaringan ada teknologi bernama Long Term Evolution-Advanced (LTE-A). Di dunia jaringan smartphone masa kini, LTE-A umum ditemukan pada ponsel pintar. Smartphone akan terhubung ke stasiun LTE-A bernama Evolved Bode B atau eNB.

Pada hari-hari biasa, keterhubungan antara smartphone dan stasiun LTE-A longgar. Karena jaringan LTE-A bekerja dengan memanfaatkan banyak stasiun. Namun, tatkala bencana alam terjadi, beberapa stasiun rusak. Smartphone akan otomatis mencari stasiun lain. Pada stasiun yang masih berfungsi akan terjadi lonjakan hubungan penggunaan smartphone. Lonjakan inilah yang menjadi pemicu “disaster mode” aktif. SmartVL lantas bekerja otomatis.

Meski menjanjikan, implementasi SmartVL masih jauh. Namun, penggunaan smartphone untuk mencari korban atau orang-orang terdampak bencana tak pupus begitu saja. Perusahaan-perusahaan teknologi membikin alat pencarian versi mereka masing-masing. Google merilis Google Person Finder, sementara Facebook meluncurkan Crisis Response.

Facebook Crisis Response merupakan fitur pada media sosial Facebook yang berfungsi menghubungkan korban bencana dan komunitas. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan menggunakan Facebook Crisis Response, semisal berbagi informasi hingga menciptakan kegiatan pendanaan atau donasi bagi korban. Tetapi, “Facebook Safety Check,” merupakan andalan Facebook Crisis Response. Facebook Safety Check merupakan fitur yang berfungsi memberitahu teman di platform tersebut, bahwa orang yang melakukan konfirmasi dengan fitur tersebut, aman terhadap suatu kejadian, baik bencana maupun serangan teroris.

Facebook Safety Check, sebagaimana diungkapkan Mark Zuckerberg melalui akun pribadi Facebook-nya pada 16 Oktober 2014, terinspirasi dari para penggunaan media sosial yang mengabari teman dan keluarga pasca terjadinya gempa bumi dan tsunami di Tohoku Jepang pada tahun 2011. Awalnya, Facebook Safety Check akan dinamai “Disaster Message Board”. Nama Disaster Message Board merupakan eksperimen fitur tersebut kala teknisi Facebook di Jepang membuat sebuah fitur versi awal Safety Check.

Di awal kemunculan, Safety Check hanya bisa diaktifkan oleh tim Facebook. Namun, sejak November 2016, “saklar on” aktifnya fitur Facebook Safety Check, dikendalikan oleh komunitas Facebook, bukan oleh Facebook sebagai perusahaan media sosial itu sendiri. Saat gempa bumi dan tsunami terjadi di Palu dan Donggala, Facebook Safety Check aktif.

Google Person Finder ialah aplikasi yang berguna menemukan orang hilang. Aplikasi ini punya dua sisi, pengguna yang menggunakan aplikasi untuk mencari orang hilang dan pengguna yang menggunakan aplikasi untuk memberikan informasi. Aplikasi ini sangat bergantung pada informasi yang diberikan pengguna lain. Tanpa informasi yang dibagikan, sulit menemukan orang yang hilang melalui aplikasi ini.

Saat ini, aplikasi Google Person Finder baru “aktif” di dua bencana. Gempa bumi di Jepang berkekuatan 8,9 skala richter pada 2011 lalu dan gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala. Pada gempa bumi Jepang, Google Person Finder memuat 2.300 informasi terkait orang hilang.

Infografik Aplikasi Pencari Orang Hilang

Aplikasi Pencarian Lain

Di Cina terdapat aplikasi bernama Jinri Toutiao. Ia adalah aplikasi pencarian orang hilang, baik karena diculik, tersesat, hingga terdampak bencana. Semenjak diluncurkan pada Februari 2016 hingga operasional pada Desember 2017, aplikasi ini sukses membantu masyarakat menemukan 4.126 orang hilang.

Salah satu alasan mengapa Jinri Toutiao sukses ialah kemampuan aplikasi ini mengirimkan notifikasi secara lokal. Misalnya, ada anak hilang di satu daerah spesifik di Beijing, aplikasi akan mengirimkan notifikasi terkait anak hilang itu di area tersebut. Yang unik, Jinri Toutiao dimiliki Bytedance, perusahaan yang sama yang menaungi Tiktok.

Senada dengan Cina, Amerika Serikat, melalui Department of Homeland Security Science and Technology Directorate (S&T), memiliki aplikasi bernama The Lost Person Behavior. Suatu aplikasi pencarian orang yang bisa dipasang pada smartphone berbasis Android hingga iOS. Seperti aplikasi serupa milik Google, aplikasi ini bekerja dengan memanfaatkan informasi yang dikumpulkan dari para penggunanya. Dilansir Science Daily, terdapat 150 ribu informasi terkait orang hilang di aplikasi ini.

Aplikasi pencarian orang hilang lain yang dimiliki Amerika Serikat ialah AMBER Alerts, singkatan dari America’s Missing: Broadcast Emergency Response. AMBER Alerts merupakan aplikasi default, yang terpasang secara otomatis. Ketika ada informasi terkait orang hilang masuk, tim AMBER Alerts langsung menyebarluaskan informasi tersebut. AMBER Alerts lahir selepas Amber Hagerman, perempuan berumur 9 tahun diculik pada 1996.

Di Indonesia, aplikasi yang bisa dimanfaatkan untuk mencari orang hilang, khususnya saat bencana terjadi, ialah Indonesia Virtual Walkie Talkie atau Indo VWT. Melansir laman resmi mereka di Google Play, Indo VWT adalah aplikasi yang bekerja seperti perangkat Walkie Talkie klasik. Namun memiliki kemampuan untuk menghubungkan Masyarakat Indonesia berupa modulasi suara yang dihubungkan menggunakan Teknologi Internet atau TCP/IP (Jalur Wi-Fi maupun Akses Operator Mobile Data).

Ada beberapa fungsi yang bisa didapat melalui aplikasi ini, semisal berbagi informasi antar daerah/posisi pengguna, konfirmasi/klarifikasi cuaca, kejadian di daerah, pantauan Kebencanaan, dan fungsi sosial lainnya. Namun, apapun teknologinya setiap perangkat memiliki kelemahan dan kekurangan, tapi keberadaan aplikasi semacam ini setidaknya memberi pilihan saat terjadi bencana.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra