Menuju konten utama

Sejarah Zaman Megalitikum: Hasil Kebudayaan, Peninggalan, Fungsinya

Menurut sejarawan, peninggalan zaman megalitikum memiliki fungsi sebagai medium penghormatan, persinggahan, dan lambang kematian. Berikut penjelasannya.

Sejarah Zaman Megalitikum: Hasil Kebudayaan, Peninggalan, Fungsinya
Tim Eksplore Megalith Bondowoso (TEMB) memagari situs megalitikum dengan tali rafia di Desa Glingseran, Wringin, Bondowoso, Jawa Timur, Rabu (16/8). ANTARA FOTO/Seno

tirto.id - Peninggalan zaman megalitikum dan fungsinya memiliki peran penting dalam masa prasejarah. Sebagai bagian dari salah satu klasifikasi masa prasejarah, di zaman tersebut terdapat beberapa peninggalan berupa batu-batu besar yang dijadikan sebagai hasil kebudayaannya.

Fungsi hasil kebudayaan berupa alat dari batu ini diklaim sebagai media atau tempat beribadah dan mengenang nenek moyang dalam sistem kepercayaan animisme dan dinamisme.

Soejono dan kawan-kawan dalam Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Prasejarah Indonesia (2010) menjelaskan, batu besar yang dijadikan bangunan tersebut adalah medium penghormatan, persinggahan, dan lambang kematian.

Melengkapi pendapat tersebut, Veni Rosfenti dalam Sejarah Indonesia (2020:10) menambahkan, hasil kebudayaan itu ternyata memiliki fungsinya masing-masing dalam beberapa upacara tertentu. Apa saja hasil kebudayaan zaman Megalitikum tersebut?

1. Menhir

Di Indonesia, menhir ditemukan di daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan. Benda ini berbentuk menyerupai tiang atau tugu dan bahannya terbuat dari batu. Pembangunannya dimaksud sebagai lambang peringatan kepada roh atau arwah nenek moyang.

Bukan hanya itu, benda ini digunakan untuk mengikat binatang persembahan kepada nenek moyang. Lalu, juga dijadikan sebagai sarana tempat ibadah ketika masyarakat zaman Megalitikum ingin memuja roh pendahulunya.

2. Dolmen

Benda peninggalan kebudayaan yang satu ini berbentuk seperti meja dari batu besar. Permukaan atau bagian atasnya yang rata diduga dijadikan tempat menaruh roh, duduk ketua suku, dan tempat meletakkan persembahan. Bagian bawah batu datar tersebut, terdapat penyangga di bawahnya yang berjumlah empat buah.

3. Punden Berundak-undak

Peninggalan budaya zaman Megalitikum ini berupa bangunan bertingkat, terdiri atas tumpukan batu. Bentuknya yang tinggi ini membuat bangunan ini memiliki tanjakan-tanjakan kecil yang bahannya dari batu.

Diduga, pada zaman dahulu tingkatan teratas punden berundak-undak adalah tempat yang paling suci dan digunakan sebagai tempat memuja roh pendahulu. Bukan hanya dugaan tersebut, bentuk batu bertumpuk ini juga diklaim sebagai asal-usul penciptaan bangunan candi seiring perkembangannya.

4. Kubur Peti

Seperti namanya, benda ini berbentuk peti dan digunakan untuk menaruh jenazah seseorang. Batu yang dibuat dalam bentuk persegi panjang ini nantinya dikubur dan dipendam di dalam tanah setelah dimasukkan jenazah. Di Indonesia, benda ini pernah ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.

5. Waruga

Fungsi peninggalan kebudayaan ini sama dengan kubur peti yang dijelaskan sebelumnya. Namun, pembedanya adalah bentuk bendanya. Waruga digambarkan berbentuk bulat atau kubus dan di atasnya terdapat atap yang terlihat seperti genteng rumah (segitiga).

Mayat manusia yang meninggal nantinya ditaruh dalam posisi jongkok di dalam benda ini. Terkait penemuannya, pernah ditemukan di Minahasa, Sulawesi Utara.

6. Sarkofagus

Peninggalan ini masih sama fungsinya dengan kubur peti dan waruga. Namun, bentuknya lebih terkesan cekung atau diklaim menyerupai lesung. Lokasi penemuan hasil kebudayaan zaman Megalitikum yang satu ini adalah di daerah Bali.

7. Patung (Arca)

Seperti yang kita ketahui bahwa patung adalah penggambaran sesuatu makhluk dari bahan apapun. Terkait peninggalan kebudayaan Megalitikum ini, patung atau arca masih terbuat dari bahan batu.

Bentuk benda ini biasanya menyerupai binatang atau manusia. Sedangkan fungsinya, digunakan untuk simbol pemujaan serta lambang roh nenek moyang. Beberapa batu patung atau arca ini pernah ditemukan di Dataran Tinggi Pasemah (pegunungan sekitar Bengkulu dan Palembang).

Baca juga artikel terkait SEJARAH atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dipna Videlia Putsanra