Menuju konten utama
26 Februari 1815

Sejarah Pelarian Terbesar: Kaburnya Napoleon Bonaparte dari Elba

Napoleon dibuang ke Elba oleh pasukan koalisi yang melawannya. Tapi dia memang licin: berhasil kabur dari tempat pengasingan.

Sejarah Pelarian Terbesar: Kaburnya Napoleon Bonaparte dari Elba
Ilustrasi Mozaik Napoleon Bonaparte. tirto.id/Nauval

tirto.id - Napoleon Bonaparte belum pernah merasa terhina seperti ini sebelumnya. Setelah kampanye militernya ke Rusia berakhir dengan kekalahan memalukan, ia dilengserkan dari takhta Kekaisaran Perancis oleh koalisi negara-negara Eropa (Inggris, Prusia, Rusia, dan Austria-Hungaria). Pasukan koalisi menyerbu Paris pada akhir Maret 1814 dan mengusir Napoleon dari istananya.

Restorasi Bourbon pun berlangsung. Louis Stanislas Xavier, adik laki-laki mendiang Louis XVI (suami Marie Antoinette), berusaha menghidupkan kembali kejayaan monarki Perancis yang porak-poranda sehabis diterjang badai revolusi. Baik negara-negara koalisi maupun para abdi kerajaan berpihak kepada Louis karena menganggapnya lebih berhak atas takhta kerajaan daripada Napoleon.

Kondisi itu mendesak Napoleon untuk bertindak lebih dulu sebelum ia dipermalukan lebih jauh. Agar dinasti Bonaparte tidak punah, Napoleon bersedia turun takhta dengan syarat putra tunggalnya yang kala itu berusia tiga tahun diakui sebagai raja baru. Pasukan koalisi menolak tuntutan itu. Napoleon tetap dimakzulkan pada 11 April 1814.

Penghinaan terus berlanjut ketika Napoleon menyadari isi Perjanjian Fontainebleau tidak mencabut gelar kaisar yang telah disandangnya sejak 1804. Lebih jauh lagi, kekuasaannya diperkecil dari wilayah raksasa dengan total penduduk 70 juta jiwa menjadi Pulau Elba di sebelah barat daya Italia yang kala itu hanya dihuni 12 ribu jiwa. Peter Hicks dalam artikel “Napoleon On Elba, An Exile Of Consent” mencatat isi perjanjian tersebut yang menetapkan Elba sebagai “sebuah wilayah kadipaten yang dimiliki oleh Napoleon dalam kedaulatan penuh dan sebagai milik pribadi.”

Napoleon tidak betah tinggal di Elba yang dianggapnya hanya sebuah miniatur kekaisaran dengan luas kira-kira hanya dua kali Kota Paris. Setelah masa pemerintahan yang singkat, dia nekat melarikan diri pada bulan ke sepuluh. Peristiwa kaburnya Napoleon dari pengasingan itu terjadi pada 26 Februari 1815, tepat hari ini 205 tahun lalu.

Kaisar di Pengasingan

Para panglima pasukan koalisi berpendapat Elba terlalu dekat dari Italia dan Perancis, tempat-tempat di mana pengaruh Napoleon masih sangat besar. Mereka berkeras agar Napoleon diasingkan ke tempat yang sangat jauh dari Eropa. Pilihan utamanya adalah Pulau Saint Helena di Samudera Atlantik bagian selatan.

Atas permintaan Alexander I dari Rusia, Elba tetap dipilih sebagai tempat pengasingan Napoleon. Dia bilang pengasingan Napoleon dibuat demi “memberi contoh terkenal dalam semesta kebebasan kepada musuh yang tidak berdaya.” Napoleon bahkan diberikan bantuan keuangan dan gaji sebesar dua juta franc yang wajib dibayar oleh monarki Perancis setiap tahun.

Cerita yang dikumpulkan Noorwood Young dalam karya klasik Napoleon in Exile at Elba, 1814-1815 (1914, PDF) itu dilanjutkan dengan argumen yang menyebut Alexander I hanya berpura-pura bersikap dermawan. Dia berusaha memperlihatkan seolah-olah Napoleon secara sukarela memerintah Elba dengan tidak menempatkan satu pun kesatuan jaga, kecuali seorang pengawas dari Inggris bernama Neil Campbell.

Napoleon dan Campbell nyatanya bisa berteman baik. Seperti dicatat Mark Braude dalam The Invisible Emperor: Napoleon on Elba from Exile to Escape (2018: 137-138), mereka pernah berbincang selama berjam-jam di sebuah benteng di Porto Longone. Kepada Campbell, Napoleon berkata bahwa ia sedang sibuk merekrut lebih banyak serdadu untuk menjaga desa-desa di Elba. Napoleon mengaku sangat berkomitmen membangun Elba.

“Sudah tidak ada apa-apa lagi di luar pulau kecilku ini. […] Aku sekarang mempergunakan waktuku hanya demi keluarga dan masa pensiunku, rumahku, sapiku, dan keledaiku,” katanya kepada Campbell.

Braude juga mengutip banyak catatan Campbell yang menyebut bahwa sejak Napoleon diasingkan ke Elba, serta-merta dia mendapat banyak tamu yang berlayar dari penjuru Eropa. Sebagian besar dari mereka datang lantaran penasaran pada sosok kaisar penakluk Eropa yang berakhir di pengasingan. Braude menyebut Napoleon adalah atraksi turis baru di Elba kala itu.

Pengalaman bertamu ke istana kecil Napoleon di Elba pernah dituliskan oleh William Crackanthorpe, sepupu penyair Inggris William Wordsworth, kepada istrinya, Sarah. Dalam surat tertanggal 1 Agustus 1814, Crackanthorpe menyebut Napoleon ibarat binatang buas yang sedang dikurung. Sang Kaisar sering kedapatan tenggelam dalam lamunan sembari memasang mimik muka yang jahat.

“Saya tidak ragu, dia sedang meniupkan dendam terhadap kami dalam dirinya karena datang menemuinya dalam keadaan yang memalukan,” tulisnya.

Firasat Crackanthorpe benar adanya. Memasuki bulan September, menjadi jelas bahwa Napoleon tengah merancang aksi melarikan diri agar bisa kembali ke Perancis. Erin Blakemore dalam artikel “How Napoleon Plotted One of History’s Greatest Prison Breaks” yang terbit di History menyebut rencana Napoleon ini lahir dari hasil percakapan turis-turis asal Inggris yang mengunjunginya.

Dari mereka, Napoleon mendapati desas-desus bahwa rakyat Perancis sedang bersiap memberontak terhadap Louis Stanislas yang sudah bergelar Raja Louis XVIII.

Pada saat yang sama, armada laut Inggris menunjukkan gelagat hendak memindahkan tempat pengasingan Napoleon dari Elba ke Pulau Saint Helena. Ketika Neil Campbell bertolak pulang ke Inggris untuk melaporkan rencana ini, Napoleon melihatnya sebagai kesempatan untuk kabur bersama 1.150 orang prajurit yang ia rekrut selama di Elba. Mereka naik kapal yang dicat persis seperti kapal-kapal Inggris menuju pesisir selatan Perancis.

“Aku akan tiba [di Perancis] sebelum ada rencana yang dibuat untuk menjatuhkanku,” kata Napoleon, mengutip Noorwood Young.

Infografik Mozaik Napoleon Bonaparte

Infografik Mozaik Napoleon Bonaparte Melarikan Diri dari Elba. tirto.id/Nauval

Paris Berguncang

Rencana Napoleon melarikan diri dari Elba bukan rencana yang dibuat hanya dalam semalam. Menurut Noorwood Young, niat ini sudah dia utarakan sejak pertengahan 1814. Kala itu Napoleon berkata kepada para pengikutnya bahwa Dinasti Bourbon di bawah Louis XVIII tidak akan bertahan lebih dari enam bulan. Sebelum Louis jatuh, Napoleon berniat kembali ke Paris.

“Rakyat Perancis tidak akan tenang di bawahnya, bahkan enam bulan setelah pasukan koalisi meninggalkan Paris,” terang Napoleon, kembali mengutip Young.

Tidak lama setelah Napoleon diasingkan ke Elba, sebuah kongres di Vienna digelar untuk menata ulang perbatasan wilayah kekuasaan Perancis agar kembali kepada pemerintahan autokrasi kerajaan. Menurut Mark Philip, profesor sejarah dan politik di Universitas Warwick, usaha ini sengaja dilakukan untuk menjaga keutuhan negara tetapi di saat bersamaan juga berpotensi menghapus hal-hal positif yang dihasilkan Revolusi Perancis. Rakyat menjadi khawatir akan kemungkinan kembalinya hak-hak istimewa para bangsawan.

Dalam tulisan berjudul “Napoleon: why escape from Elba anniversary is a bigger deal than Waterloo” yang terbit di Conversation, Philip mengatakan kedatangan Napoleon dianggap membawa harapan baru yang bisa menjawab kekhawatiran rakyat itu. Karena itu tidak heran, sang Kaisar disambut bak pahlawan di tengah suasana berjuang yang mengingatkan mereka pada permulaan Revolusi Perancis tahun 1789.

“Dia tidak menawarkan diri sebagai penguasa otoriter tetapi sebagai pahlawan yang populer,” tulis Philip. “Meski hanya secara taktik, Napoleon mendukung kedaulatan rakyat Perancis dan mengaitkan perjuangannya dengan pembacaan liberal (bukan radikal) tentang prinsip-prinsip asli Revolusi Perancis.”

Napoleon tiba di muka Kota Paris pada 19 Maret 1815 tanpa mendapat satupun perlawanan. Raja Louis XVIII dibuat kocar-kacir karena pasukan kerajaan yang seharusnya menjaga perbatasan kota justru membelot. Situasi ini membuat gerbang benteng kota terbuka lebar bagi Napoleon.

Sebelum Napoleon menginjakan kaki di ibu kota pada hari berikutnya, Louis melarikan diri ke wilayah utara Perancis. Napoleon dengan leluasa memulai babak kedua pemerintahannya yang sayangnya hanya berlangsung selama 100 hari.

Baca juga artikel terkait REVOLUSI PERANCIS atau tulisan lainnya dari Indira Ardanareswari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Indira Ardanareswari
Editor: Ivan Aulia Ahsan