tirto.id - Kota Mojokerto merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Timur. Mojokerto terletak 50 km barat daya dari Kota Surabaya.
Kota Mojokerto adalah enklave (wilayah yang terkurung wilayah lain) dari Kabupaten Mojokerto. Memiliki luas 20,217 km2 dengan populasi mencapai 1.141.516 jiwa, kepadatan penduduk Mojokerto mencapai 1.617 jiwa per kilometer persegi pada 2023.
Kota Mojokerto terdiri tiga kecamatan, yakni kecamatan Magersari, Kranggan, dan Prajurit Kulon. Secara keseluruhan, ada 18 kelurahan di Mojokerto yang merupakan gabungan dari tiga kecamatan tersebut.
Kota ini memiliki catatan sejarah yang cukup panjang. Bahkan, hingga masa Kerajaan Majapahit. Sebab, Kota Mojokerto diketahui masih termasuk dalam kawasan ibukota Kerajaan Majapahit, Wilwatikta Pura.
Sejarah Singkat Kota Mojokerto
Sebagaimana telah disebutkan, sejarah Kota Mojokerto berkaitan erat dengan Kerajaan Majapahit.
Pada 1293, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit di sepanjang daerah aliran sungai Brantas yang kini wilayah Mojokerto dan sekitarnya. Wilayah tersebut kemudian menjadi ibu kota Kerajaan Majapahit, Wilwatikta Pura.
Akan tetapi, setelah Majapahit runtuh pada 1527, ibukota dipindahkan ke Kediri. Meski demikian, wilayah Mojokerto atau Wilwatikta Pura masih ada dan berubah nama menjadi Kadipaten Japan yang dipimpin oleh seorang adipati.
Pada abad ke-18, Kadipaten Japan kemudian berubah menjadi Kabupaten Japan yang terdiri atas wilayah Mojokerto raya dan Jombang.
Pada 20 Juni 1918, Gubernur Jenderal Hindia Belanda membentuk pemerintahan Kota Mojokerto melalui status stadsgemeente (kota dengan struktur administrasi otonom).
Tanggal tersebut yang kemudian sampai saat ini diperingati sebagai hari ulang tahun Kota Mojokerto. Artinya, Kota Mojokerto saat ini telah berusia 106 tahun.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Kota Mojokerto sempat menjadi bagian dari Kabupaten Mojokerto pada 1945-1950.
Memasuki 1950, daerah otonomi kota kecil Mojokerto berdiri sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950. Perubahan status dan nomenklatur masih terjadi beberapa tahun berikutnya.
Melalui UU 5/1974, Mojokerto berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto. Lantas, usai muncul UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto disebut sebagai Pemerintah Kota Mojokerto.
Asal Usul Nama Kota Mojokerto
Nama Mojokerto berasal dari kata “Mojo” yang merupakan nama dari sebuah pohon bernama Maja. Maja diketahui banyak ditemukan di wilayah tersebut pada saat Raden Wijaya melakukan pembukaan hutan untuk membangun Kerajaan Majapahit.
Sementara itu, kata “Kerto” yang berasal dari kata Kerta Raharja memiliki arti tenteram. Gabungan dua kata ini bisa dimaknai bahwa Mojokerto adalah tempat tumbuhnya pohon Maja yang cukup tenteram.
Penamaan kota ini berkaitan dengan penamaan Kerajaan Majapahit yang juga mengandung kata pohon Maja. Nama Mojokerto pun ditetapkan sebagai nama kota ini melalui keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 14 pada 12 September 1938.
Sebelum resmi menjadi Mojokerto, kota ini lebih dikenal dengan sebutan Japan. Nama tersebut termaktub dalam Perjanjian Giyanti 1755 yang membagi Kesultanan Mataram menjadi dua, Surakarta dan Yogyakarta.
Arti dari nama "Japan" sendiri “Malas”. Nama “Japan” digunakan dengan mengambil nama sebuah desa bernama Japan yang menjadi pusat Kota Mojokerto saat itu.
Keadaan Alam Kota Mojokerto
Kota Mojokerto berada di ketinggian rata-rata 22 meter di atas permukaan air laut (mdpl) dengan kondisi permukaan tanah yang cenderung miring ke arah timur dan utara berkisar 0-3%.
Jenis tanah di Kota Mojokerto adalah aluvial (62.74%) dan grumosol (37.26%). Jenis tanah ini dianggap cocok untuk usaha pertanian.
Tanah di Mojokerto terdiri dari endapan tanah liat bercampur pasir halus. Warna tanah adalah hitam kelabu, memiliki penahan air yang cukup baik, dan mengandung mineral yang baik untuk tumbuh-tumbuhan.
Titik tertinggi kota ini berada di kelurahan Kedundung dengan ketinggian 27 mdpl. Adapun mayoritas wilayah di kota Mojokerto berada di ketinggian 18,75 mdpl.
Kota Mojokerto dilalui banyak sungai, antara lain sungai Brantas, sungai Brangkal, sungai Sadar, sungai Cemporat, dan sungai Ngrayung. Kemudian, ada sungai Kuti, sungai Sinoman, sungai Watu Dakon, sungai Ngotok, serta sungai Bokong.
Penulis: Bintang Pamungkas
Editor: Ahmad Yasin & Yulaika Ramadhani