Menuju konten utama
Sejarah TNI

Sejarah Kopaska: Pasukan Misterius AL yang Digagas Sukarno

Ide Kopaska berasal dari Presiden Sukarno yang baru terealisasi jelang operasi Trikora perebutan Irian Barat.

Sejarah Kopaska: Pasukan Misterius AL yang Digagas Sukarno
Pasukan Satuan Komando Pasukan Katak (Kopaska) melakukan pengintaian ketika latihan operasi Over The Beach Operation di Kompleks Satuan Koarmabar I Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta, Senin (7/8). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Secara resmi Komando Pasukan Katak (Kopaska) didirikan pada 31 Maret 1962, namun idenya sudah ada sedari zaman revolusi kemerdekaan Indonesia. Waktu itu, Republik Indonesia (RI) yang baru lahir dipersulit hidupnya oleh blokade laut yang dilakukan oleh Angkatan Laut Belanda alias Koninklijk Marine (KM) yang punya alat perang yang lebih canggih dari armada laut Republik.

Letnan OP Koesno, yang memimpin kapal milik RI wira-wiri Jawa-Singapura, seperti juga Mayor John Lie, harus berjuang keras untuk selalu lolos dari hadangan KM Belanda. Kala itu Angkatan Laut juga bertugas juga sebagai penyelundup. Koesno tahu kapal-kapal perang KM Belanda sulit dilawan. Tak hanya Koesno yang berada di lapangan, Presiden Sukarno pun sampai ikut pusing memikirkan jalan keluarnya.

“Pada waktu itu, Bung Karno sendiri sendiri memberi instruksi, agar dibentuk Pasukan Katak yang dapat menyerang kapal-kapal Belanda yang memblokade RI,” aku Robertus Iskak dalam buku Bung Tardjo Pejuang Tanpa Pamrih (1997, hlm. 254). Iskak—yang pernah jadi atlet—berpengalaman jadi guru. Pihak militer menjadikannya instruktur di Militaire Academie Yogyakarta. Selain ia juga ditugasi sebagai perwira urusan hiburan militer. Pangkatnya Kapten. Sebagai instruktur, Kapten Iskak menjadi instruktur renang di Danau Sarangan. Iskak mengaku melatih calon tentara untuk menyelam dan memasang ranjau laut. Ini kenapa orang menyebut Iskak sebagai bapak Pasukan Katak Indonesia.

Iskak bukan orang sembarangan. Sekitar 1947-1948, seperti disebut Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 275: Telegram (kawat) dari Abdoel Rachman kepada Subiakto di Singapura tanggal 14 November 1947, Iskak adalah salah satu instruktur dalam Special Operation (SO) yang dirintis oleh Kementerian Pertahanan Bagian V dan kemudian diambil alih oleh Angkatan Laut ketika Raden Soebijakto menjadi kepala stafnya.

Rencana pembetukan Pasukan Katak tak berjalan dengan baik dan baru berlanjut setelah Belanda angkat kaki dari Indonesia. Meski Iskak sudah banting stir jadi sutradara film dan anak-anaknya jadi bintang film terkenal, para penerusnya masih ada. Beberapa personil Angkatan Laut bahkan dikirim ke Amerika Serikat untuk menjalani pelatihan Underwater Demolition Team (UDT) dari Angkatan Laut Amerika.

Ketika Belanda bergerak di Papua—yang di awal 1960-an masih disebut Irian barat—Angkatan Laut Republik Indonesia dipimpin Menteri Panglima Angkatan Laut, Raden Eddy Martadinata. Pihak Angkatan Laut diam-diam mengadakan latihan khusus pasukan katak. Menurut Pusat Penerangan Angkatan Laut, puncak latihan tertutup ini terjadi pada 31 Maret 1962 di halaman kolam renang Senayan Jakarta. Di sana, Laksamana Madya R.E. Martadinata meresmikan berdirinya satuan Pasukan Katak di tubuh Angkatan Laut. Pasukan ini belakangan dikenal sebagai: Komando Pasukan Katak (Kopaska).

“Sebagai komandan ditunjuk Letnan Kolonel OP Koesno dan kepala stafnya Mayor Oerip Santoso merangkap perwira pelatih. Mayor Oerip Santoso dibentuk Letnan Martias Darwis, Sersan Mayor Emil Joseph, dan beberapa bintara, kopral dan kelasi dari Komando Penyelamatan Bawah Air (KPBA) Surabaya sebagai grup instruksi,” aku Urip Santos dalam buku Dan Toch Maar! Apa Boleh Buat Maju Terus (2009, hlm. 291). Ken Conboy, dalam Elite: The Special Forces of Indonesia, 1950-2008 (2008, hlm. 118) menyebut bahwa 10 dari 15 anggota pasukan katak yang dipimpin oleh Mayor Urip Santoso ditempatkan dibawah komando operasi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) pada masa Trikora itu.

Infografik Kopaska

Infografik Komando Pasukan Katak

Setelah Trikora berlalu, Republik Indonesia bermusuhan dengan Malaysia yang dianggap boneka Inggris. Lagi-lagi pasukan katak dikerahkan. Demi mengurangi risiko, anggota pasukan katak yang dikirim untuk menyusup diharuskan keluar terlebih dahulu dari Angkatan Laut. Operasi dimulai sejak 15 Maret 1964.

Seperti disebut situs TNI, ada 14 anggota pasukan katak yang dikirim. Mereka bertugas bersama anggota dari satuan lain. Mereka melakukan sabotase di sekitar Singapura, baik di gedung di kota maupun di pelabuhan. Menurut situs TNI, hingga Agustus 1964, sebanyak 40 kg peledak dihabiskan di Singapura.

Pada September 1964, markas kopaska berpindah dari kompleks Seskoal Cipulir ke daerah Jalan Radio Dalam, masih dalam kompleks Markas Besar Angkatan Laut. Pada Desember, pasukan katak dikirim diam-diam ke Timor Portugal (kini Timor Leste) dengan tugasnya menggalang warga setempat untuk memberontak. Mereka masuk lewat Atambua.

Kopaska bukan satu-satunya satuan tempur khusus di bawah Angkatan Laut Indonesia. Sejak Indonesia Merdeka, Angkatan Laut sudah punya Korps Marinir. Di Marinir sendiri ada satuan Intai Amfibi (Taifib). Bahkan ada lagi satuan tempur elite yang merupakan gabungan dari Marinir dan Kopaska, yakni Detasemen Jala Mengkara (Denjaka).

Kopaska menjadi pasukan misterius yang merahasiakan jumlah anggotanya dan dikenal sebagai satuan dengan standar latihannya yang sangat berat. Nampaknya standar pelatihannya meniru pelatihan Navy SEAL (pasukan katak) Amerika. Selain harus lulus psikotes, ketahanan dalam air, kesehatan jasmani, personel haruslah anggota Angkatan Laut yang sudah menjalani dua tahun dinas di Kapal Republik Indonesia.

Kopaska jadi bahan berita di masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena dinilai turut berjasa dalam pembebasan sandera bajak laut Somalia di kapal niaga Indonesia, Sinar Kudus.

Tak banyak cerita yang beredar soal operasi tersebut. Maka lengkap sudah betapa pendiamnya pasukan katak Indonesia yang bermoto Tan Hana Wighna Tan Sirna ("Tak ada rintangan yang tak dapat diatasi") ini.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Windu Jusuf