Menuju konten utama
Sejarah Kuliner

Sejarah Ikan Asin di Indonesia: Sudah Ada Sejak Zaman Mataram Kuno

Sejarah ikan asin di Indonesia tercatat dalam prasasti dan menjadi komoditas perdagangan pada masa Kerajaan Mataram Kuno.

Sejarah Ikan Asin di Indonesia: Sudah Ada Sejak Zaman Mataram Kuno
Proses pengasinan ikan asin. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.

tirto.id - Ikan asin punya sejarah panjang. Olahan ikan yang dikeringkan dan kerap dianggap sudah tidak mengandung banyak gizi ini menjadi salah satu jenis makanan populer di Indonesia, biasanya disantap bersama sambal dan nasi panas. Konon, manusia di Jawa sudah mengenal ikan asin sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kekayaan laut yang melimpah, salah satunya ikan. Tak hanya di laut, negeri ini juga punya banyak jenis ikan air tawar, dan sebagian besar di antaranya dibudidayakan untuk kebutuhan konsumsi.

Ikan untuk konsumsi dapat diolah dengan berbagai cara, salah satunya diasinkan. Hasil teknik pengasinan inilah yang kemudian dikenal dengan nama ikan asin. Cara mengawetkan ikan agar tahan lama, bahkan hingga berbulan-bulan, adalah dengan memakai garam.

Sejarah Ikan Asin di Jawa

Hampir di seluruh daerah pesisir di Indonesia memproduksi ikan asin. Ikan asin merupakan makanan yang banyak diminati masyarakat. Selain karena mudah didapatkan, ikan asin dapat diolah menjadi berbagai masakan yang lezat.

Ikan asin sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, bahkan, tercatat dalam prasasti kuno. Dikutip dari buku Dinamika Sosial Budaya Masyarakat di Pulau Jawa Abad VIII-XX (1996) terbitan Dinas Pariwisata Jawa Timur & UGM, Prasasti Kembangarum yang berangka tahun 824 Saka atau 902 Masehi membuktikan bahwa masyarakat pada zaman itu sudah menyantap ikan asin.

Disebutkan, masyarakat pada masa itu biasa makan ikan asin dengan nasi, ditambah beberapa jenis lauk-pauk lainnya seperti dendeng ikan, cumi-cumi, dan udang. Apa yang terungkap di Prasasti Kembangarum ini tampaknya menggambarkan kehidupan masyarakat di salah satu pesisir Jawa bagian timur.

Tak hanya untuk makan sehari-hari, ikan asin pada zaman Jawa lama bahkan sudah diperdagangkan, tepatnya dalam rangkaian masa kerajaan fase Mataram Kuno yang berlangsung sejak 752 M.

Titi Surti Nastiti dalam buku Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna: Abad VIII-XI Masehi (2003) memaparkan, ikan asin dan dendeng ikan menjadi salah satu komoditas perdagangan kala itu. Selain di pelabuhan-pelabuhan, jenis makanan ini juga diperjualbelikan di pasar-pasar di seluruh Jawa.

Makanan Segala Bangsa

Metode pengeringan dan pengasinan ikan dipercaya sudah dilakukan manusia sejak lama. Orang-orang Eropa di masa lalu biasa mengawetkan ikan cod dengan cara diasinkan untuk dijadikan ikan asin atau salted fish.

Penelitian bertajuk “Historical Origins of Food Preservation” (2012) dari University of Georgia, Amerika Serikat, menyebut bahwa mengawetkan makanan dengan garam merupakan metode pengawetan yang paling tua.

Ikan asin pun menjadi konsumsi lazim masyarakat di berbagai belahan dunia, bahkan menjadi salah satu lauk pokok bagi orang-orang di Karibia, Afrika Utara, Asia Tenggara, Cina Selatan, Skandinavia, sebagian Kanada termasuk, pesisir Rusia, bahkan Kutub Utara.

Di Indonesia, khususnya, ikan asin masih sangat populer bagi sebagian besar masyarakat. Cara pengolahannya pun sudah berkembang meskipun masih banyak yang tetap memakai metode tradisional.

Banyak orang memandang miring ikan asin, termasuk anggapan bahwa kandungan gizinya sudah tidak ada. Namun, ikan asin sebenarnya masih memiliki kadar protein hewani yang cukup baik. Bahkan, dilansir Kompas (8 Februari 2013), ikan asin mengandung lebih banyak kalsium ketimbang ikan segar karena kadar airnya lebih sedikit.

Hanya saja, menurut penelitian dari The American Journal of Clinical Nutrition, karena memiliki kandungan sodium yang tinggi, ikan asin bisa mempengaruhi kesehatan manusia jika dikonsumsi terlalu sering. Tapi, apabila dimakan sewajarnya dalam takaran yang cukup, tidak akan menjadi masalah.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya