tirto.id - Abdoel Moeis adalah salah satu pendukung setia H.O.S. Tjokroaminoto, pemimpin besar Sarekat Islam (SI). Moeis, juga Haji Agus Salim, menjadi pengawal utama SI yang menjelang dekade ketiga abad ke-20 itu mulai goyah akibat percikan internal kontra orang-orang SI cabang Semarang yang cenderung berhaluan kiri macam Semaoen atau Darsono.
Meskipun Moeis tidak sepakat dengan paham komunis, namun ia tidak alergi dengan aksi mogok kaum pekerja dalam rangka menuntut keadilan. Terbukti, sebelum Partai Komunis Indonesia (PKI) berdiri pada 1924 dan lantas kerap melakukan aksi pemogokan, Moeis pernah menjadi motor aksi mogok kerja kaum buruh di Yogyakarta.
Abdoel Moeis bukan hanya dikenal sebagai aktivis dan jurnalis pergerakan, ia juga seorang penulis karya-karya sastra. Novel berjudul Salah Asuhan menjadi salah satu karya terbesarnya. Berikut ini jejak rekam kehidupan Abdoel Moeis.
1883
Putra Minang
Abdoel Moeis dilahirkan pada 3 Juli 1883 di Sungai Puar, Agam, Sumatera Utara. Ayahnya, Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman, merupakan sosok yang keras menentang kebijakan Belanda.
_____________________________
1905
Jadi Wartawan
Menjadi anggota redaksi majalah Bintang Hindia. Sempat bekerja sebagai mantri lumbung, Moeis kembali ke kancah jurnalistik untuk surat kabar berbahasa Belanda Preanger Bode dan Majalah Neratja pimpinan Agus Salim.
_____________________________
1913
Sarekat Islam
Bergabung dengan Sarekat Islam (SI). Turut pula terlibat dalam Komite Bumiputera untuk memprotes peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis, bersama Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara), dan para aktivis pergerakan lainnya.
_____________________________
1917
Anti-Komunis
Moeis menulis artikel di Sinar Djawa dan menyatakan bahwa “SI Semarang masih kuat melekat pada Sneevliet, karena jiwanya SI Semarang adalah Semaoen, sedangkan tulang punggung Semaoen adalah Sneevliet." Di tahun yang sama, ia mewakili SI untuk mengkampanyekan Komite Indie Weerbaar (Laskar Pertahanan Bumiputera) di Belanda.
1918
Dewan Rakyat
Ditunjuk sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili Sarekat Islam. Tjokroaminoto dan Agus Salim juga pernah menjadi anggota Volksraad sebagai wakil dari SI.
_____________________________
1919
Dipenjara Belanda
Dituding terlibat kasus kerusuhan di Toli-toli, Sulawesi Tengah, yang menewaskan seorang pejabat berkebangsaan Belanda. Akibat kasus ini, Moeis sempat dipenjara oleh pemerintah kolonial.
_____________________________
1921
Disiplin Partai
Dalam Kongres SI 1921, Abdoel Moeis dan Agus Salim mempertegas bahwa anggota SI tidak boleh merangkap keanggotaan di organisasi lain. Hal ini dipicu lantaran ada beberapa anggota SI cabang Semarang yang juga tergabung di ISDV yang berhaluan kiri.
_____________________________
1922
Aksi Mogok
Abdoel Moeis memimpin aksi pemogokan buruh di Yogyakarta sebagai Ketua Perserikatan Pegawai Pegadaian Boemiputera (PPPB). Setahun kemudian, Moeis dituduh menghasut rakyat Sumatera Barat untuk menentang pajak. Ia pun diasingkan ke Garut, Jawa Barat, oleh pemerintah kolonial.
1928
Salah Asuhan
Menerbitkan novel Salah Asuhan dalam masa pengasingannya di Garut. Enam tahun berselang, Moeis kembali menerbitkan novelnya bertajuk Pertemuan Jodoh, menyusul kemudian dua karyanya yang lain yakni Surapati (1950) dan Robert Anak Surapati (1950).
_____________________________
1945
Laskar Perjuangan
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, Belanda (NICA) datang lagi dengan membonceng pasukan Sekutu. Moeis pun membentuk laskar perjuangan di Jawa Barat bernama Persatuan Perjuangan Priangan untuk turut membantu mempertahankan kemerdekaan.
_____________________________
1959
Akhir Riwayat
Abdoel Moeis wafat di Bandung pada 17 Juni 1959. Oleh pemerintah RI, ia kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Editor: Iswara N Raditya