Menuju konten utama

Sejarah dan Perkembangan Desain Grafis Mulai 1851 hingga 1984

Desain grafis diklaim telah ada sejak huruf latin ditemukan dan terus berkembang hingga teknologi canggih yang ada saat ini.

Sejarah dan Perkembangan Desain Grafis Mulai 1851 hingga 1984
Ilustrasi Desain Grafis. foto/istockphoto

tirto.id - Sejarah desain grafis diklaim para ahli sudah dimulai sejak tulisan latin. Seiring berjalannya waktu, desain grafis berkembang mengikuti teknologi hingga mampu memberi wujud visual yang lebih canggih.

Desain grafis sendiri merupakan cara berkomunikasi melalui bentuk visual (tulisan, bentuk, dan gambar) agar pesan yang dimaksud dapat dicerna orang lain.

Seorang pakar semiotika, Sumbo Tinarbuko, menyebutkan bahwa desain grafis adalah ilmu yang mencari konsep komunikasi berdasarkan daya kreatifitasnya (Namuri Migotuwio, Desain Grafis: Kemarin, Kini, dan Nanti, 2020).

Pengaplikasian komunikasi kreatif tersebut bisa melalui gambar atau ilustrasi, huruf atau tipografi, warna, komposisi, dan layout. Kini, jenis desain grafis terbagi menjadi beberapa klasifikasi dan dikerjakan oleh orang-orang yang ahli di bidang tersebut.

Melansir artikel BBSDMP-Medan Kominfo, pekerja desain grafis disebut sebagai drafter (perancang arsitektur), editor (pembuat cover buku, sampul, dll.), art director (pembuat karya seni melalui komputer), animator (pembuat animasi), dan beberapa pekerjaan lainnya.

Sejarah dan Perkembangan Desain Grafis

Perkembangan desain grafis berjalan seiringan dengan berkembangnya teknologi, misal saat penemuan tulisan yang kemudian diikuti dengan penemuan mesin cetak. Berdasarkan catatan Eko Supriyadi dan Muslim Heri dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi (118), desain dan gaya huruf pertama kali dicetuskan ketika ada huruf latin.

Peristiwa penciptaan huruf tersebut terjadi di zaman awal kejayaan Kerajaan Romawi. Alfabet tersebut bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan akomodasi kata yang berasal dari bahasa Yunani.

Kemudian, diikuti dengan pendirian perguruan tinggi Eropa yang memerlukan sumber berupa buku. Teknologi cetak instan yang saat itu belum ada memicu lahirnya penyalinan manual, bahkan hingga menciptakan huruf kecil dengan bentuk baru.

Pada 1447, tokoh bernama Johannes Gutenberg berhasil menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan dan memproduksi tulisan secara massal. Lalu, sejarah perkembangan desain grafis dilanjutkan melalui poin-poin berikut:

1. The Great Exhibition (1851)

Ketika Revolusi Industri, tepatnya pada Mei-Oktober 1851, diadakan pameran yang berusaha mengedepankan aspek budaya dengan teknologi industri dan desain. Kala itu, terdapat sebuah bangunan yang terdiri atas bahan besi dan kaca, didesain oleh Joseph Paxton.

2. Toulouse-Lautrec (1892)

Pada masa ini, Henri Touluse-Lautrec memberikan gambaran hidup manusia di Paris, Prancis. Ia menuangkannya melalui lukisan kehidupan sebagai bentuk simpatinya terhadap manusia. Berkat lukisannya, ia diklaim punya peran dalam peleburan industri dengan seni.

3. Modernisme (1910)

Pada masa modernisme, ada sebuah pernyataan “form follow function” yang dikemukakan oleh Louis Sullivan. Oleh karena itu, mesin yang sudah berkembang di masa modernisme diklaim dapat memberikan kejayaan di masa depan. Hubungannya dengan desain grafis, saat itu mesin yang menyajikan informasi tanpa desain, akan dirasa tidak estetik.

4. Dadaisme (1916)

Konsep ini bergerak di bidang seni desain dan kesusasteraan. Pada masa Dadaisme, ada sebuah gagasan mengenai arah untuk menuju sebuah keseragaman desain. Secara tidak langsung, keindahan yang biasa dibuat oleh kreatifitas bisa saja menghilang.

5. De Stilj (1916)

Di tahun yang sama, Theo Van Doesburg, melihat adanya perkembangan seni dan desain melalui sebuah majalah dengan nama serupa. Setidaknya, ia menyebutkan adanya bentuk segi-empat kuat, penggunaan warna-warna dasar, dan komosisinya asimetris.

6. Konstruktivisme (1918)

Berkembang sejak 1918, pada 1920 terjadi sebuah penandaan perkembangan seni modern, yakni berlokasi di Moscow. Sejarah ini mempelopori sebuah pandangan modern, yakni digunakannya huruf sans-serif (warna merah dan hitam) serta pengaturannya ada di blok asimetris.

7. Bauhaus (1919)

Sebenarnya, Bauhaus adalah bangunan yang dibuka mulai 1919 hingga tutup di tahun 1933. Namun, bangunan yang dirancang Walter Gropius ini punya keunikan karena mengutamakan fungsi dibanding estetikanya.

8. Gill Sans (1928-1930)

Eric Gill, seorang tipografer, mempelajari cara memperhalus huruf bertipe underground untuk dimasukkan dalam jenis Gill Sans. Hasilnya, Gill sans memiliki bentuk proporsi klasik dan karakteristik geometris.

9. Harry Beck (1931)

Harry Beck berhasil menciptakan desain grafis berupa peta bawah tanah London. Tujuan ia mendesain adalah memenuhi kebutuhan penggunanya informasi cara berpindah dari satu stasiun ke stasiun lain yang letaknya ada di bawah tanah.

10. Gaya Internasional (1950)

Internasional yang dimaksud adalah adanya gaya yang punya fungsi universal. Gaya ini dikenal juga sebagai Swiss Style yang akhirnya memberikan sedikit dekorasi, jenis huruf sans serif, dan bagaimana tipografinya. Semuanya, didesain untuk kebutuhan bersama, bukan individu.

11. Helvetica (1951)

Nama di atas adalah jenis huruf yang diciptakan Max Miedinger, perancang asal Swiss. Sebenarnya, pada 1951 nama tipe huruf ini adalah Hass Grostesk, kemudan baru diubah menjadi Helvetica pada 1960. Kini, jenis huruf ini diklaim sebagai salah satu yang paling terkenal di dunia.

12. Pop Art atau Seni Pop (1960)

Musik, seni, desain, dan literatur kian berkembang dan mudah diakses seiring perkembangan teknologi yang ada. Gaya pop art pada akhirnya berkembang untuk melawan karya abstrak.

13. Émigré (1984)

Pada 1984, ada majalah desain grafis Amerika yang bernama Émigré. Majalah tersebut adalah produk perdana yang meluncurkan publikasinya melalui komputer bermerek Macintosh. Hal ini berpengaruh terhadap rancangan desain grafis, yakni mulai pindah menggunakan teknologi desktop.

Baca juga artikel terkait SENI RUPA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yonada Nancy